Faktor-Faktor Yang Mendorong Ulama Melakukan
Penelitian Sanad Hadis
Oleh kelompok 5: Khairul Anwar, Khairil,
Ismail, Kholid
Telah diketahui bahwa hadis adalah segala
sesuatu yang dinisbatkan kepada nabi SAW, baik dari perkataan, perbuatan atau
pernyataan-pernyataan serta ketetapan yang dilakukan nabi. Dalam banyak literature, ulama banyak berbeda pendapat dalam
menafsirinya. Ulama usul fiqh mengartikan hadis dengan segala sesuatu yang
disandarkan kepada nabi selain al-quran.
Hadis merupakan pedoman hidup yang harus diikuti oleh segenap umat
islam. Hal ini secara tegas disabdakan nabi yang diriwayatkan oleh abu hurairah
yang artinya “ telah kutinggalkan untukmu dua pusaka yang tidak sekali-kali
kamu tersesar selama-lamanya selagi kamu berpegang teguh terhadap keduanya,
yaitu kitabullah dan sunnahku”. Melihat kedudukan hadis yang sangat penting,
setiap umat islam harus memperlajari hadis dan mendalami ilmu-ilmunya guna
memahami hal-ihwal hadis secara maksimal sebagai bentuk pengejawantahan
pengamalan syariat islam sehingga mampu dan mengetahui kedudukan hadis dalam
islam.
Untuk mamahami dan mendalami sebuah hadis,
adalah sebuah keniscayaan bagi umat islam untuk mengetahui unsur-unsur yang ada
dalam hadis dan dengan pengetahuan tersebut dapat menganalisa sampainya sebuah
hadis kepada kita dengan mengoreksi periwayatnya(sanad) ataupun isi hadisnya
(matn). Ulama sangat besar perhatiannya terhadap sanad sebuah hadis
disamping juga matnnya. Setidaknya ulama menganggap bahwa sanad merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari hadis, sehingga memberikan kedudukan yang
penting dalam memahami dan meneliti sebuah hadis.
Sanad hadis dianggap penting karena selain hadis merupakan sumber
kedua ajaran islam, Hadis juga todak semuanya tertulis pada masa nabi SAW,
sehingga sesudah nabi wafat banyak terjadi pemalsuan-pemalsuan hadis. Maka
dilakuakanlah pembukuan (tadwin) hadis akibat dari banyaknya pemalsuan hadis
tersebut secara massal.
Sebenarnya ada beberapa faktor penting yang mendorong ulama untuk
melakukan penelitian dan pendalaman sanad. Di antaranya, pertama, hadis
merupakan salah satu sumber ajaran islam. Kedua, hadis tidak semuanya tertulis
pada masa nabi. Ketiga, banyak terjadi pemalsuan hadis dan terakhir proses
penghimpunan (tadwin) hadis.
A.
Hadis
sebagai salah satu sumber ajaran islam
Sekiranya hadis
hanya berkedudukan sebagai sejarah tentang keteladanan dan kehidupan nabi
Muhammad, niscaya perhatian terhdap sanad hadis tidak ada seperti sekarang.
Kedudukan hadis sebagai salah satu sumber ajaran islam telah disepakati oleh
hampir seluruh ulama dan umat islam. Dalam sejarah hanya ada oknum kecil dari
kalangan ulama da umat islam mneolak
hadis nabi sebagai salah satu sumber ajaran islam. Mereka dikenal juga dengan
ingkarus sunnah.
Pada zaman as-syafiie(w.
204 H/820 M) golongan inkarussunnah tersebut tealah timbul. As-syafiie teah
menulis bantahan terhadap argument-argumen mereka dan membuktikan keabsahan
hadis(as-sunnah) sebgai salah satu sumber ajaran islam. Ulama pada masa
berikutnya menggelar asy-syafiie sebagai “pembela hadis”(nashir al-hadis) atau
“pembela as-sunnah”(nashir al-sunnah;multashim al-sunnah).
Diantara factor
yang mendorong munculnya paham inkar sunnah tersebut ialah ketidak pahaman
mereka tentang berbagai hal berkenaan dengan ilmu hadis. Factor ini bukan hanya
terlihat pada mereka yang berpaham inkar sunnah pada zaman syafiie saja,
melainkan juga pada masa berikutnya, termasuk di dalamnya kelompok
pengingkaras-sunnah di Indonesia dan Malaysia.khusus pelopor pengingkar
as-sunnah di Indonesia, qasim ahmad, yang banyak membantah pendapat-pendapat
syafiie tentang kehujjahan as-sunnah, terlihat belum sempat membaca uraian
syafiie yang termktub dalam kitabnya al-um. Padahal dalam kitab al-um itulah
syafiie secara panjang lebar telah menunjukkan berbagi kelemahan argument yang
di ajukan pleh para pengingkar as-sunnah yang muncul pada masa itu.
Secara keseluruhan,
argument-argumen yang diajukan oleh pengingkar asu-sunnah memang cukup banyak.
Argument-argumen dapat dikelompokkan menjadi argument naqly(quran dan hadis
nabi) dan non naqly.
Argument naqly yang
mereka ajukan cukup banyak juga. Dari argument tersebut yang dapat dinyatakan
terpenting adalah:
1.
Surah
an-Nahl:89, artinya”dan kami tuurnkan kepadamu al-kitab/al-quran untuk
menjelaskan segala sesuatu”
Menurut mereka ayat –ayat tersebut dan yang semakna dengannya
menunjukkan bahwa al-quran telah mencakup segala sesuatu berkenaan dengan ketentuan
agama. Keterangan ini, misalnya hadis adalah sunnah nabi tidak diperlukan.
Sholat wajib yang harus didirikan lima waktu dalam sehari semalam dan hal-hal
lain yang berkenaan dengannya, dasarnya bukan hadis nabi, melainkan ayat-ayat
al-quran. Hal ini termaktub, misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 238; Hud ayat
114; al-Isra’ ayat 78 dan 110;Toha:130;al-Haj:77; an-Nur:58; dan ar-Rum: 17-18.mereka
menyatakan, quran diwahyukan oleh allah dalam bahasa arab. Mereka yang memiliki
pengetahuan yang mendalam tentang bahasa arab akan mampu memahami al-quran
dengan baik tanpa bantuan hadis.
Argument
tersebt tidak kuat. Berikut ini dikemukakan kelemahana-kelemahannya:
1.
Kata
tibyan atau penjelasan yang bermuat dalam surat an-Nahl ayat 89, menurut
as-syafiie mencakup beberapa segi pengertian. Yakni
a.
Ayat
al-quran secara tegas menjelaskan adanya:
1.
Berbagai
kewajiban, misalnya kewajiban-kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji.
2.
Berbagai
larangan, misalnya larangan berbuat zina, minum minuman keras, meemakan
bangkai, darah dan daging babi.\
3.
Teknis
pelaksanaan ibadah tertentu misalnya tata cara berwudlu.
b.
Ayat
al-quran menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global misalnya
kewajiban shalat; dalam hal ini, hadis nabi menjelaskan teknis pelaksanaannya.
c.
Nabi
menetapkan suatu ketentuan yang dalam al-quran ketentuan itu tidakk dikemukakan
secara tegas. Ketentuan dalam hadis tersebut wajib ditaati, sebab allah
memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menaati nabi.
d.
Allah
mewajibkan kepada hambanya untuk melakukan ijtihad. Kewajiban melaksanakan
kegiatan ijtihad sama kedudukannya dengan kewajiban menaati kewajiban perintah
lainnya yang telah ditetapkan oleh allah bagi mereka yang memenuhi syarat.
B.
Tidak Seluruh Hadis Tertulis Pada Zaman Nabi
Di dalam sejarah proses penulisan
hadist Nabi tidaklah sama dengan proses penulisan al-Quran. Karena dilihat dari
beberapa faktor yang ada pada saat itu. Pada saat proses turunnya al-Quran,
pada saat itu periwayatannya berlangsung secara umum. Yang mana pada saat itu
ketika para sahabat mendengarkan dari Nabi, dari sebagian mereka ada yang
menghafalnya dan ada yang menulisnya. Dalam penulisan ayat-ayat al-Quran ini,
ada yang disebabkan karena memang diperintah oleh Nabi dan ada pula karena
inisiatif mereka sendiri.
Kemudian secara berkala, hafalan
para sahabat diperiksa langsung oleh Nabi. Dan setelah wafatnya Nabi,
periwayatan al-Quran itu pun tetap berjalan secara mutawatir. Dalam penyampaian
ini tidak hanya melalui lisan saja namun juga secara tertulis. Pelaksaaan dalam
bentuk tertulis yang paling dilakukan secara serius adalah ketika pada masa
Khalifah Abu Bakar al-Siddiq (wafat 13 H = 643 M) dan kemudian digandakan dan
disebar luaskan dalam tujuan agar bacaan pada masa Khalifah Utsman ibn Affan
(wafat 35 H = 656 M) sama.
Oleh karenanya, dalam periwayatan
al-Quran sangat sulit terjadi pemalsuan atau hal-hal yang lainnya, karena hal
ini telah dibenarkan dalam al-Quran juga bahwa Allah akan menjaga al-Quran
hingga akhir zaman. Dalam surat al-Hijr ayat 9 :
انا نحن نزلنا الذكر و انا له لحفظون
Adapun di dalam periwayatan hadis, hanya sebagian kecil yang
berlangsung secara mutawatir. Kebanyakan periwayatan hadis berlangsung secara
ahad. Ini disebabkan beberapa faktor yang mengakibatkan tidak semua periwayatan
hadis berlangsung secara mutawatir. Beberapa faktor diantaranya adalah : [1] pada saat itu nabi
memerintahkan para sahabat agar menghapus seluruh catatan (hadits) kecuali
al-Quran. Ini dilakukan Nabi karena khawatir akan terjadinya percampuran antara
al-Quran dengan catatan para sahabat (hadits). Namun nabi juga tidak melarang
untuk menulis hadis, karena Nabi juga pernah memerintahkan para sahabat menulis
hadis, karena apa yang dikatakan Nabi adalah benar.
Adapun faktor yang ketidak mutawatiran hadis juga karena ketika
Nabi masih hidup, Nabi dan para sahabat lebih fokus kepada pemeliharaan
al-Quran. Dan juga tidak semua hadis nabi tertulis, ini dikarenakan disebabkan
beberapa faktor :
1)
Terjadinya
hadis tidak selalu dihadapan sahabat Nabi yang pandai menulis hadis.
2)
Dikarenakan
pada saat itu lebih fokus pada pemeliharaan dan pengumpulan al-Quran.
3)
Tidak
ada perintah langsung dalam penulisan hadis walaupun Nabi memiliki sekretaris.
4)
Sangat
sulit untuk menulis langsung semua perkataan, perbuatan, dan taqrir seseorang
yang masih hidup, dengan alat yang sederhana pula.
Dari
beberapa sahabat yang dikenal memiliki catatan hadis yaiitu ;
1)
‘Aliy
ibn Abiy Talib (wafat 40 H = 661 M),
Catatan hadis yang di buat oleh ‘Aliy ibn Abiy Talib adalah berisi tentang
hukum denda, pembebasan orang islam dari tawanan orang kafir, larangan
melakukan qisas terhadap orang islam yang membunuh orana kafir.
2)
Sumrah ibn Jundab (wafat 60 H = 680 M),
Catatan hadis yang dibuat atau dikumpulkan Sumrah menurut sebagian
ulama berisi tentang risalah yang dikirimkan oleh Sumrah kepada anaknya,
Sulauyman ibn Sumrah ibn Jundad.
3)
‘Abd
Allah ibn ‘Amr ibn al-‘As (wafat 65 M = 685 M),
‘Abd Allah ibn ‘Amr ibn al-‘Asn juga dikenal dengan nama al-Shifat
al-Shadiqah. Hadis yang ditulisnya kurang lebih seribu hadis. Dan hadisnya
telah diriwayatkan dan dimuat oleh Ahmad ibn Hambal dalam kitab al-Musnad.
4)
‘Adb Allah ibn ‘Abbas (wafat 69 H = 689 M),
Catatan hadis yang dibuat ‘Abd Allah ibn ‘Abbas tertulis dalam
bentuk kepingan-kepingan catatan (alwah), yang catatan ia buat sebagai
bahan-bahan untuk mengisi pengajian yang dipimpinnya.
5)
Jabir
ibn ‘Abd Allah al-Ansariy (wafat 78 H =
697 M)
Catatan yang dibuat oleh Jabir ibn ‘Abdullah al-Ansariy juga
dikenal dengan nama Sahifah Jabir. Ia mendektekan hadis itu di dalam
pengajian yang dipimpnnya, dan Qatadah ibn Di’amah al-Sadusy (wafat 118 H = 736
M) mengaku bahwa ia telah hafal semua hadis Nabi yang disampaikan oleh Jabir.
Imam Muslim telah meriwayatkan hadis yang berasal dari Jabir.
6)
‘Abdullah
ibn Abiy Awfa’ (wafat 86 H)
Catatan hadis yang dibuat oleh ‘Abdullah ibn Abiy Awfa’ juga
dikenal dengan sebutan Sahifah ‘Abdullah ibn Abiy Awfa’. Sebagian dari
hadis tersebut kemudian diriwayatkan oleh Imam Bukhariy.
Namun dari
nama-nama sahabat di atas tidak mencakup seluruh nama-nama sahabat yang
memiliki catatan hadis. Salah satu sahabat lainnya yang meempunyai catatan
hadis ialah Abu Bakar al-Siddiq. Namun kemudian ia membakar catatan hadisnya,
dikarenakan ia taku ada kekeliruan dalam meriwayatkan hadis. Walaupun banyak
para sahabat yang membuat hadis, namun lebih sahabat yang tidak memiliki
catatan. Maka dapat dinyatakan bahwa masih banyak hadis yang tidak terulis,
karena pada masa itu lebih banyak menyampaikan melalui lisan.
C.
Munculnya
Pemalsuan Hadis
Ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan
hadis. Berikut ini dikemukakan pendapat-pendapat ulama tersebut:
1. Pemalsuan hadis
telah terjadi pada zaman Nabi. Pendapat
ini antara lain dikemukakan oleh Ahmad Amin (wafat 1373 H = 1954 M). alasan
yangdikemukakan oleh Amin ialah hadis mutawatir yang menyatakan,
bahwa barang siapa yang sengaja membuat berita bohong dengan mengatasnamakan
Nabi, maka hendaklah orang itu bersiap-siap menempati tempat duduknya di neraka.
2. Pemalsuan hadis
yang berkenaan dengan masalah keduniawian telah terjadi pada zaman Nabi dan
dilakuakan oleh orang munafik. Pendapat ini dikemukakan oleh Salah al-Din al-Adlaby. Alasan yang dikemukakan oleh al-Adlaby ialah hadis yang
diriwayatkan oleh al-Tahawi (wafat 321 H = 933 M) dan al-Tabraniy (wafat 360 H
= 971 M). kedua riwayat ini menyatakan, bahwa pada masa Nabi ada seseorang telah membuat berita
bohong dengan mengatasnamakan Nabi. Orang itu mengaku telah diberi kuasa oleh
Nabi untuk menyelesaikan suaatu masalah di suatu kelompok masyarakat di sekitar
Madinah.
3. pemalsuan hadis
mulai muncul pada masa Khalifah ‘Aly ibn Abiy Talib. Pendapat ini dikemukakan
oleh kebanyakan ulama hadis. Menurut pendapat ini, keadaan hadis pada zaman
nabi sampai sebelum terjadinya pertengkaran antara Ali dengan Muawiyah(680 M)
masih terhindar dari pemalsuan-pemalsuan sebagimana dimaklumi pada zaman
perintah ali, telah terjadi pertentangan politik antara golongan yang mendukung
Ali dengan golongan yang mendukung Muawiyah dalam maslah jabatan khalifah.
Jumlah hadis palsu tidak sedikit. Seorang pemalsu hadis ada yang
mengaku, bahwa dia telah membuat 4.000 hadis palsu. Seorang pemalsu hadis
lainnya mengaku, bila ia ingin memperkuat pendapatnya, maka ia membuat hadis
palsu. Malahan ada seseorang yang bila diberi upah sebesar satu dirham saja,
dia elah bersedia untuk membuat sebanyak 50 hadis palsu.
Dengan berbagai kaidah dengan ilmu hadis tersebut, maka hadis-hadis
yang berkembang dalam masyarakat dan bermaktub dalam berbagai kitab dapat
diteliti dan diketahui kualitasnya. Dengan menggunakan berbagai kaidah dan ilmu
hadis itu, ulama telah berhasil menghimpun berbagai hadis palsu dalam
kitan-kitab khusus.
D.
Proses Penghimpunan (Tadwin) Hadis
Umar ibn al-Khattab mengurungkan niatnya dalam menghimpun, karena
ia takut akan terjadi pemalsuan hadis apabila ia menghimpun hadis. Tetapi ia
mengurungkan niatnya, karena khawatir umat Islam mengabaikan Quran.
Sesudah zaman Umar, tidak ada khalifah yang merencenakan menghimpun
hadis Nabi, kecuali hanya Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz (wafat 101 H = 720
M). Walaupun demikian tidaklah berarti tidak kegiatan penulisan hadis Nabi.
Sebab, baik kalangan sahabat nabi maupun al-tabi’in tidak sedikit yang
melakukan pencatan hadis Nabi. Akan tetapi pencatatan itu hanya bersifat
pribadi dan belum ada perintah resmi dari pemerintahan pada saat itu.
Karena pada saat itu kebanyakan para sahabat dan al-tabi’in
berpegang teguh pada penghafalan. Bahkan seabagian dari mereka ada yang sagat
mencela penulisan hadis. Dan cara lain yang dilakukan dalam penjagaan hadis
Nabi ada dengan menulis terlebih dahulu dan kemudian menghapus, dan setelah
catatan hadis tersebut dihapusnya. Dapat dikatakan pula bahwa sebelum adanya
pelestarian penulisan hadis, tidak sedikit dari para sahabat yang menulis hadis
namun itu hal tidak menjamin kelestarian untuk masa berikutnya.
Sehingga pada masa Khalifah Umar ibn ‘Abd Aziz memerintahkan untuk
melakukan penulisan hadis secara resmi. Dan hal ini akan dikemukan di bawah
ini:
1)
Dari
kalangan sahabat ada yang mempunyai murid yang mana murid nya berstatus sahabat sendiri dan ada yang golongan
tabi’in. Jumlah murid yang mencatat
hadis dari para gurunya diantaranya adalah ; [a] dari kalalangan murid anas ibn
Malik (wafat 93 H = 711M) ada sekitar 60 orang, [b] dari kalangan muird ‘A’isyah (wafat 58 H = 678 M)
sekitar 3 orang, [c] dari kalangan Ibn ‘Abbas (wafat 69 H = 689 M) sekitar 9
orang, [c] dari kalangan murid Jabir ibn ‘Abdullah al-Ansariy (wafat 78 H = 677
M), sedikitnya ada sembilan orang.
2)
Hammam
ibn Munabbih (wafat 101 H = 720 M), seorang al-tabi’iy telah mencatat hadis
yang disampaikan kepadanya secara lisan oleh Abu Hurairah (wafat 59 H = 678 M),
3)
‘Abd
al-‘Aziz ibn Marwan ibn al-Hakam (wafat 85 H = 704 M ). Seorang gubernur Mesir
(memerintahkan tahun 65-85 H), pernah mengirim surat kepada Kasir ibn Murrah
al-Hadramiy, seorang al-tabi’iy di Hims. Pada surat itu ayat gubernur ‘Abd
al-Aziz meminta kepada Kasir untuk mencatatkan hadis Nabi yang diriwayatkan
oleh para sahabat selain Abu Hurairah.
4)
Sa’id
ibn Jubayr (wafat 95 H = 714 M ) adalah seorang al-tabi’iy yang rajin menulis
hadis. Bahkan dalam penulisan hadis jika
ia kehabisan pencatat alat tulis, ia akan di atas punggung sepatunya pada saat
ia merima hadis.
5)
‘Amir
al-Sya’biy (wafat 103 H = 722 M) seseorang al-tabi’iy yang sangat menekankan
dalam penulisan hadis.
Khalifah ‘Umar
ibn ‘Abd al-Aziz yang terkenal berpribadi saleh dan cinta kepada pengetahuan,
sangat berkeinginan untuk segera menghimpunan. Keiniginan ia menghimpun muncul
ketika ia masih menjabat sebagai gubernur di Madinah (86-93 H) pada zaman
al-Walid ibn Abd al-Malik (memerintah pada tahun 86-96 H = 705-715 M)
Salah satu
surat yang dikirimnya adalah ke gubernur Madinah, Abu Bakar ibn Mahammad ‘Amr
ibn Hazm (wafat 117 H = 735 M). Isi sura itu ialah ; [a] Khalifah merasa
khawatir akan punahnya pengetahuan (hadis) dan kepergian (meninggalnya) para
ahli (ulama), [b] Khalifah memerintahkan agar hadis yang ada di tangan ‘Amrah
binti ‘Abd al-Rahman dan al-Qasim ibn Muhammad ibn Abiy Bakar al-Siddiq,
keduanya murid A’isyah dan berada di Madinah segera dihimpunkan. Tapi sayangnya
Ibn Hazm berhasil menyelesaikan tugasnya, beliau meniggal dunia.
Ulama yang
berhasil menghimpun hadis dalam satu kitab sebelum Khalifah meniggal dunia,
ialah Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zukhriy (wafat 124 H = 742 M). Walaupun
Khalifah Umar ibn Abd ‘Aziz telah meniggal namun penghimpunan hadis masih tetap
berjalan. Sehingga pada abad pertengahan 2 hijriyah, telah muncul beberapa kita
hadis di berbagai kota. Namun para berbeda pendapat tentang karya siapa yang
muncul terlebih dahulu. Beberapa ulama
ada yang mengatakan bahwa kitab pertama yang terhimpun adalah karya ‘Abd
al-Malik ibn ‘Abd al-Aziz ibn Jurayj
al-Bisry (wafat 150 H), dan ada yang yang menyatakan karya Malik ibn Anas
(wafat 179 H = 795 M), dan ada yang mneyatakan ciptaan ulama lain.
Dan karya-karya
hadis berikutnya adalah salah satunya yaitu kita yang dinamakan dengan al-musnad.
Ulama yang mula-mula menyusun kitab al-musnad ialah Abu Dawud Sulayman
ibn al-Jarud al-Tayalisiy (wafat 204 H), san kemudian disusul oleh ulama lain
yaitu misalnya Abu Bakar ‘Abdullah ibn al-Zubayr al-Humaydiy (wafat 219 ) dan
Ibn Hanbal wafat 241 H = 88 5 M).
Dari beberapa
kitab hadis yang ada tidak semua berkualitas sahih karena juga ada sebagian
kitab hadis yang berkualitas tidak sahih. Ulama yang menghimpun hadis-hadis
yang berkualitas sahih diantaranya Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Ismail
al-Bukhariy (wafat 256 H = 870 M) dan Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusayriy (wafat
261 H = 875M). Kitab himpunan yang dibuat al-Bukhariy yaitu al-Jami
al-Musnad as-Sahih al-Mukhtassar min Umur Rasulullah Saw wa Sunanihi wa
Ayyamihi atau juga sebutan yang populer sekarang Sahih Bukhariy. Dan
karya yang dibuat imam Muslim berjudul al-Musnad al-Sahih al-Mukhtassar min
al-Sunan bi Naql al-‘Adl ‘an-‘Adl an Rasulullah yang juga dikenal dengan sahih Muslim.
Karya-karya
seperti karya al-Bukhariy, Muslim, Abu Dawud, al-Turmuziy, dan al-Nasa’iy di
atas disepakati oleh mayoritas ulama dalam kualitas kesahihannya. Kitab yang
diciptakan oleh kelima orang itu dinamakan sebagai al-Kutub al-Khamsah (lima
kitab hadis standar). Namun ada yang pula kitab ke enam yang masuk kategori
standar, namun para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan kitab al-Sunan
karya Ibn Majah dan juga ada yang mengatakan karya Malik ibn Anas (al-Muwatta),
dan juga ada yang mengatakan lagi kitab al-Sunan karya Abu ‘Abdullah ibn ‘Abd
al-Rahman al-Darimiy (wafat 255 H = 868 M).
Dalam
penciptaan atau penghimpunan hadis penetapan sebagai al-Kutub al-Khamsah dengan
beberapa syarat :
1.
Hampir
seluruu hadis yang berkualitas sahih telah terdapat di dalam kitab-kitab
tersebut
2.
Hampir
seluruh masalah yang terkandung dalam hadis Nabi telah terhimpun dalam
kitab-kitab tersebut.
3.
Secara
umum, kitab-kitab dimaksud lebih baik dari pda kitab hadis lainnya (dari segi
susunan, isi dan kualitas)
Dan dengan
demikian dapatlah dinyatakan, puncak usaha penghimpunan hadis terjadi pada abad
ke-3 H. Dan sesudah masa itu, penghimpunan hadis hanya bertaraf melengkapi,
menggabungkan, memilahkan, meringkas,menjelaskan, menyeleksi, dan sebagainya
terhadap kitab yang terdahulu.
Jadi, proses
penghimpunan hadis cukup memakan waktu yang sangat lama. Dari semua kitab hadis
yang termuat dalam kitab hadis yang terdahulu masih terbuka untuk diteliti
kembali kualitasnya. Karena penciptaan hadis ini terjadi ketika banyak
pemalsuan hadis, maka sanad hadis memiliki peran penting dalam penelitian
hadis.
Daftar Pustaka
Khaeruman,
Badri. Ulum al-hadis.Pustaka setia:Bandung. 2010
Ismail, Shuhudi. Kaedah-kaedah keshahihan sanad hadis, telaah
kritis dan tinjauan dengan pendekatan ilmu sejarah. Bulan Bintang:Jakarta.
1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar