A.
Sejarah khat Arab
I.
Asal Muasal Tulisan Arab
Masalah tulisan arab merupakan masalah yang cukup rumit dalam
sejarah. Ini dikarenakan informasi atau riwayat yang didapat kurang kuat,
dikarenkan mereka hanya menggunakan jalan prakiraan. Mereka juga mendapatkan
informasi hanya bersumber dari syair para penyair atau dari informasi secara
lisan dari antar generasi.
Ibnu Abi Daud as-Sajistani (w. 316 H) menyebutkan tiga riwayat
mengenai awal masuknya tulisan arab :
1.
Para
imigran (Mekkah) mempelajarinya dari penduduk wilayah Hirah. Dan penduduk Hirah
mempelajari dari penduduk Anbar.
2.
Dikatakan
seorang yang bernama Bisyr bin Abdul Malik al-Kindi mempelajari tulisan Arab
dari wilayah Anbar. Kemudian, ia Mekkah hingga akhirnya dia menikah dengan
Shahba’ binti Harb bin Umayyah. Lalu ia mengajarkan tulisan arab kepada ayah
mertuanya, Harb bin Umayyah, dan kepada saudara istrinya. Tulisan ini juga
dipelajari oleh Umar bin Khattab dan orang quraisy lainnaya.
3.
Dikatakan
juga, bahwa maramir bin Murrah, ‘Amir bin Jadarah, dan Salamah bin Hazarah
adalah orang-orang pertama yang meletakkan dasar tulisan Arab. Mereka dari
sebuah kaum ath-Thayyi’.
Namun ada pendapat yang lain masalah muasal tulisan Arab yaitu Abu
‘Ubaidillah Muhammad bin ‘Abdus al-Jahsyari (w. 331). Ia mengemukan pendapat
dengan data yang dikemukan oleh as-Sajistani. Ia mengutip sebuah riwayat dari
Ka’ab bin al-Ahbar, bahwa Nabi Adam a.s. adalah orang pertama yang meletakkan
dasar-dasar tulisan Suryani. Namun ia juga meriwayatkan, bahwa yang meletakkan
dasar-dasar tulisan Arab pertama adalah Nabi Ismail bin Ibrahim.
Diiriwayatkan dalam riwayat lain bahwa orang yang pertama menulis
dengan tulisan Arab adalah tiga orang dari Boulan yaitu, Maramir bin Murrah,
Aslam bin Sudrah, dan ‘Amir bin Jadarah, namun ia tidak menyebutkan kalau
mereka dari Anbar. Sehingga dalam ungkapan al-Jahsyari mempunyai tiga pendapat,
namun pendapt itu masih secara global. Dan ia juga tidak merinci secara detail.
Setelah as-Sajistani dan al-Jahsyari, muncul Ibnu an-Nadim (w. 385
H). Ia tidak mengambil riwayat dari Ka’ab al-Ahbar. Karena menurutnya,
informasi yang dikemukan Ka’ab al-Ahbar lebih tepat dikatakan sebagai sebuah
dongeng. Pendapat yang ia kemukakan adalah pendapt yanh juga oleh al-Jahsyari.
Menurutnya lewat tiga orang inilah tulisan Arab sampai ke Hirah. Dan juga ia
mengemukakan riwayatnya yang menurutnya lebih tepat tentang muasal tulisan
Arab. Dalam riwayatnya disebutkan bahwa Allah SWT mengajarkan tulisan kepada
Nabi Ismail bin Ibrahim.
Namun ulama semasa hidup Ibnu an-Nadim mengutip pendapat dari
riwayat Ka’ab bin al-Ahbar. Lalu, Ibnu Faris menyebutkan sebuah riwayat dari
Ibnu ‘Abbas, bahwasannya nabi Ismail adalah orang pertama yang menulis dengan
tulisan Arab. Kemudian ia menyimpulkan, bahwa tulisan Arab itu bersifat
Tauqifi. Dan az-Zarkasyi (w. 794 H) juga berpendapat serupa dengan Ibnu Faris,
bahwa tulisan Arab itu bersifat tauqifi.
Setelah itu 50 tahun kemudian, kita jumpai Abu ‘Amr ad-Dai (w. 444
H) mengemukakan sebuah informasi yang diambil dari riwayat Ibnu ‘Abbas.
Menurutnya, asal muasal tulisan Arab berasal dari Jaljalah bin Muhaimin,
seorang juru tulis nabi Hud a.s. Kemudian, ada orang Yaman yang datang secara
tiba-tiba dari daerah Kindah yang belajar dari ad-Dai. Namun pendapat ini masih
samar dikarenakan informasi yang kurang jelas , dikarenakan ia menyebutkan
bahwasannya ada perantara yang kurang jelas seperti orang yang datang secara
tiiba-tiba dari Yaman.
Setelah itu, pada masa lalu tidak ada seorang yang melakukan
pendekatan secara rasional selain Abdurrahman bin Khaldunn (w. 808 H). Ibnu
Khaldun tidak menentukan siapa-siapa yang berperan dalam mentranformasikan
tulisan Arab. Ia hanya memprediksikan saja, namun ia menyatakan bahwa tulisan
Arab telah berkembang sebelum berdirinya negara Tababi’ah, yang dalam sejarah
juga disebut dengan negara Humairi II (300-525 M).
Namun setelah Ibnu Khaldun pembahasan tentang masalah tulisan Arab
masih belum selesai. Beralih pada ulama kontemporer diantaranya Hifni Nashif
yang telah mengatakan dalam bukunya “Hayah al-Lughah al-“Arabiyah”, bahwasannya
permulaan tulisan Arab yang ditetapkan para sejarawan adalah permulaan yang
besifat relatif, bukan permulaan yang bersifat mutlak. Di dalam pendapatnya, ia
mengambil jalan tengah dari para pendapat terdahulu. Kemudian ia menetapkam
bahwa yang paling lama dalam mata rantai tulisan Arab adalah penduduk Mesir.
Hifni juga menguatkan dengan mengumpulkan bukti-bukti dari tulisan Arab tempo
dulu.
Dan sejarawan lain yang mengungkapkan dan membahas tentang tulisan
Arab adalah Dr. Nashiruddin al-Asad. Ia menyimpulkan bahwa bangsa Arab pada
masa jahiliyyah (selama tiga Abad) telah menulis dengan tulisan Arab, jadi
pengetahuan Arab jahiliyyah tulisan Arab telah ada sejak lama.
Jadi, pengetahuan Arab tentang masalah tulisan Arab bukan suatu hal
yang baru, karena ia telah menjadi bahasan yang cukup panjang pada ulama-ulama
terdahulu. Telah dipaparkan beberapa pendapat tentang asal muasal tulisan Arab.
II.
Pemberian Tanda Nuqath (Tanda Harakat) Dan I’jam (Tanda
Titik) Pada Tulisan Arab
Dalam bahasan ini, kita akan membahas tentang kaitan tulisan Arab
pada masa Nabi Muhammad SAW dengan dua karakteristik yaitu nuqath dan i’jam.
Telah dibahas sebelumnya bahwa tulisan mushaf-mushaf pertama hanya berupa
bentuk-bentuk huruf saja. Abu Ahmad al-‘Askari mengatakan :
“selama empat puluh tahun lebih kaum Muslimin membaca mushaf
Utsmani tanpa menggunakan tanda titik sampai pada masa Abdul Malik bin Marwan.
Karena sering timbul kesalahan dalam membaca Al-Quran, maka al-Hajjaj menyuruh
para juru tulisnya untuk memberi tanda titik pada huruf yang bentuknya sama dan
juga memberi tanda harakat.”
Namun belum diketahui secara pasti siapa yang pertama kali memberi
tanda titik dan harakat. Namun sebuah riwayat mengatakan bahwa orang yang
pertama kali memprakasainya adalah Nashr bin ‘Ashim, tapi riwayat lain
mengatakan bahwa yang pertama kali adalah Abu al-Aswad ad-Duwali. Pada masa
pemerintahan Ziyad bin Abid, Abu
al-Aswad ad-Duwali diminta untuk dipublikasikan kepada publik, agar bisa
dijadika pedoman. Dan setelah itu Abu al-Aswad meletakkan dasar-dasar tanda
harakat. Ia meletakkan tanda harakat di atas huruf sebagai tanda dhammah,
ditengah sebagai tanda fatha, dibawah sebagai tanda harakat.
Namun perlu kita ketahui pula bahwa pemberian tanda tidak sama
dengan pemberian tanda harakat. Banyak yang mengatakan bahkan sering kita
dengar bahwa tanda titik sudak dikenal sejak pada masa jahiliyyah. Diriwayatkan
dari Hisyam al-Kalbi, ia berkata, “telah masuk islam Ibnu Jadrah. Ia adalah
orang pertama yang meletakkan dasar-dasar pemberian tanda titik pada dan
pemberiain tanda harakat pada kata.” Riwayat ini dinisbahkan kepada Ibnu
‘Abbas. Tanda titik ini ini sudah ada bersamaan dengan adanya huruf-huruf Arab,
kemudian ia mengutip pendapat al-Qasyandi. Al-Qasyandi mengatakan, “Tidak
mungkin huruf-huruf hijaiyah yang bentuknya sama tidak diberi tanda tihatik
pada mushaf.”
Dari pernyataan di atas dapat kita ambil kesimpulan huruf hijaiyah,
apabila jika tidak diberi tada titik akan menimbulkan kesalahan kepada para
pembaca. Karena para sahabat pada zaman Nabi hanya bersadar pada metode hafalan
dalam mentranformsikan Al-Quran, oleh karenanya mereka mengesampingkan
pemberian tanda titik dalam ayat –ayat yang mereka tulis. Contoh huruf hijaiyah
yang sama yaitu : “ba”, “ta”, dan “tsa”. Contoh lain “nun”,
“dzal” dan lain sebagainya.
Dengan upaya yang dilakukan oleh para ahli bahasa Arab kontemporer
maka tulisan semakin jelas dan lebih mudah untuk dibaca. Mereka memberi tanda
itu dengan sistem yang telah dikenal sebelumnya. Pemberian tanda harakat dan
tanda titik sudah dikenal sejak pada masa sahabat dan pemuka tabiin. Khusus
bagi mereka yang bertugas menyalin mushaf, mereka menmbahkan tanda-tanda pada
mushaf, dengan tujuan untuk menentukan maksud dan pemberian harakat bacaan
dalam lingkup salinan mushaf yang telah disepakati.
Ibnu al-Jazari mengatakan :
“setelah selesai menyalin mushaf-mushaf Utsman, para sahabat
mengosongkan dari tanda titik dan harakat. Mereka mengosongkan mushaf dari
tanda-tanda itu, agar petunjuk satu tulisan dapat mencakup dua lafal yang
diterima dan didengar dari Nabi. Hal ini sama dengan petunjuk satu lafal yang
memiliki dua art dan pengertian”.
Dari
ungkapan di atas dapat kita pahami bahwa para sahabat sengaja mengosongkan
tanda-tanda titik ini pada , sebagian teks Al-Quran. Sebagaimana disebutkan
ad-Dani dalam pernyataannya, “mereka (para sahabat) sengaja mengosongkan mushaf
dari tanda titik dan tanda harakat, karena mereka menghendaki petunjuknya tetap
bersifat fleksibel dalam bahasa, dan bersifat luwes dalam bacaan Al-Quran”.
B.
Bentuk bentuk khat Arab dan contoh contohnya
1. Khat
Naskhi
Seperti yang kita ketahui budaya orang arab yang sampai
sekarang masih berlanjut, yaitu selalu melakukan perjalanan antar daerah, atau
bahkan antar negara dengan tujuan berdagang. Begitu pula ketika permulaan dari
mereka yang terpengaruh oleh masyarakat yang berpikiran maju dan memiliki moral
yang tinggi, dari sini mereka belajar menulis
terhadap orang syam dan irak, juga sebagian diantara mereka belajar khat
yang bernama Nabthi dan Suryani, dua bentuk khat/tulisan ini tetap ada dan terkenal sampai setelah penaklukan Islam di Arab. Setelah khat Nabthi,
selang dikemudian hari munculah khat yang bernama Naskhi,
yang masih kita kenal sampai sekarang. Artinya bentuk khat Naskhi ini adalah
perubahan, atau perbaikan dari khat Nabthi dengan gaya bentuk tulisan yang
semakin indah sehingga digunakan untuk urusan administrasi perkantoran dan
surat menyurat.
Pada
abad ke-3 dan ke-4 hijriyah, bentuk bentuk khat naskhi ini bertambah indah. Menurut
para ahli sejarah orang yang pertama meletakan dasar dasar khat Naskhi dalam
bentuknya yang sempurna dan perubahan yang semakin indah adalah Ibnu Muqlah
(272-328) pada zaman bani Abbas.
Usaha kodifikasi khat Naskhi menjadi sangat indah, bahkan mencapai puncaknya,
yaitu pada zaman kekuasaan Atabek Ali (545 H), sehingga gaya penulisan tersebut
terkenal dengan nama khat Naskhi Atabeki yang banyak digunakan untuk menyalin
mushaf Alquran diabad pertengahan islam.[1]
Contoh
penulisan khat naskhi;
Khat
Naskhi terbagi menjadi dua jenis:
a. Khat
Naskhi Qadim
Khat ini adalah gaya tulisan yang telah berkembang
dari zaman Bani Abbas, yang kemudian diperindah oleh Ibnu Muqlah, dilanjutkan
lagi dengan terus memperindah oleh masyarakat Atabek, kemudian diolah menjadi
karya seni yang lebih sempurna oleh orang-orang Turki, dan sampailah akhirnya
kepada kita sekarang ini dengan bentuk yang penuh keindahan.
Para
khattat sekarang memilih menulis gaya khat ini lebih memakai kaidah-kaidah dan
asal muasal yang lama dengan mengikuti dasar-dasar yang telah diletakan para
pendahulunya, meliputi dari ukurannya, ketinggiannya, tipis dan tebalnya, serta
garis horizontal dan vertikalnya, bahkan sampai bentuk-bentuk lengkungannya.
b. Khat
Naskhi
Naskhi
Suhufi atau jurnalistik ini merupakan gaya tulisan yang terus berkembang bentuk
huruf-hurufnya. Dinamai suhufi ini karena penyebarannya yang luas di
jurnal-jurnal. Berbeda dengan Naskhi Qadim yag lebih lentur dengan banyak
putaran, sedangkan Naskhi Suhufi cenderung kaku dan pada beberapa bagian
mendekati bentuk kufi karena mempunyai sudut-sudut yang tajam.[2]
Kemudian dari khat Suryani munculah khat Kufi, khat ini
merupakan khat tertua dan merupakan sumber seluruh khat ataupun kaligafi Arab.
Penamaan Kufi ini diambil dari nama sebuah kota yaitu Kufah yang kemudian
tersebar luas keseluruh jazirah Arab. Khat Kufi sendiri pernah menjadi satu
satunya khat yang digunakan untuk menyalin mushaf Alquran dan penulisan ayat
ayat Alquran yang dipateri di dinding dinding masjid, istana, nisan nisan, dan
kuburan. Setelah itu khat Kufi berkembang dengan bermacam macam jenisnya.
C. Bentuk
dan ciri-ciri penulisan Rasm Usmani
Rasm utsmani adalah tulisan kalimat kalimat Al qur an yang
digunakan oleh para sahabat pada zaman khalifah Ustman dan sesuai dengan kaidah
kaidah penulisan yang telah ditetapkan.
Terdapat sembilan kaidah-kaidah Rasm Ustmani;
Kaidah
Pertama : al-Hadzf (pembuangan huruf)
Kasus Hadzf
terjadi pada 5 huruf Hijaiyah, diantaranya yang paling banyak terjadi ialah
pada 3 huruf yaitu alif, wawu, ya, dan 2 huruf lainnya yaitu huruf nun dan lam
tetapi hal ini jarang. Hadzf tebagi menjadi 3 golongan;
a. Hadzf Isyarah
Adalah
Hadzf sebagai petunjuk suatu qira’at, seperti pembuangan alif pada lafadz
واعد نا
b.
Ikhtishar
Hadzf
yang tidak khusus pada satu kalimat saja, tetapi juga yang semisalnya, seperti
pembuangan alif pada lafadz العالمين
c.
Iqtishar
Hadzf
yang khusus pada satu kalimat, bukan yang lain semisalnya, seperti pembuangan
alif pada lafadz الميعاد dalam surat Al anfal, dan lafadz الكافر dalam surat Ar-Ra’du.[3]
1.
Hadzf Alif
Hadzf alif pada
lafadz Ar rahman (الرحمن) dimanapun berada dalam al-qur’an, begitu
juga alif pada lafadz Allah (الله) & Allahumma
(اللهم) yang terletak antara Lam (ل) & Ha ( ه), kasus pembuangan pada tiga lafadz ini disebabkan karena
seringnya diulang ulang dalam Al qur an, dan sering diucapkan dengan lisan
diluar Al qur’an.[4]
Alif pada ‘ain
lafadz Al ‘Alamiina (العلمين) dan yang semisalnya, seperti jama’ Salim,
baik Mudzakar maupun Muannas, seperti lafadz الصّدقين, الذّريت, أيت, مسلمت, بيّنت. dengan syarat
setelah alifnya jama’ Mudzakar Salim tidak berupa huruf yang ditasydid, atau
berupa Hamzah, seperti ولاالضّالّين dan إلاخائفين , berbeda
dengan jama’ Muanas Salim, meskipun setelah alifnya berupa huruf bertasydid
atau hamzah, tetap dibuang, seperti والصّفّت صفّا, والصّئمت.[5]
Akan tetapi lafaz بنات
yang dibuang alifnya, menurut riwayat Abu
Dawud hanya terdapat pada tiga tempat, yaitu dalam surat An nahl:57نه ويجعلون لله البنت سبحا, dalam surat Al An’am:100 وبنت بغيرعلم سبحانه , dalam surat At Tur:39 أم له البنت .[6]
Hadzf juga
diberlakukan pada dua alif yang terdapat pada jama’ muanas salim yang selain
musyaddad[7] dan
mahmuz[8],
seperti, الصدقت, والصلحت, والصبرت, والقنتت, tetapi
terdapat sebagian mushaf yang tidak membuang alif pertamanya.[9]
Kasus hadzf
alif pada jama’ salim diatas adalah menurut pendapat yang telah disepakati,
terdapat pula pendapat dengan tidak membuang alif pada lafadz-lafadz jama’
salim yang lain sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abi Daud dalam
kitabnya At-Tanzil, bahwa tidak membuang alif pertama pada lafadz يابست yang terdapat
di dua tempat dalam surah yusuf ayat 43 dan ayat 46, pada lafadz رسالت dalam surah al-Maidah
ayat 67, lafadz راسيت dalam surah saba’ ayat 13, lafadz باسقت dalam surah Qaf
ayat 10.[10]
Pembuangan
alifnya lafazd القرآن hanya terjadi dalam dua tempat yaitu dalam
surah yusuf ayat 2 إناأنزلناه قرءناعربياdan dalam surah az-Zuhruf ayat 3 إناجعلنه قرءناعربيا, az-Zarkasyi mempunyai alasan bahwa makna yang dimaksud dari kedua
lafadz قرءن tersebut adalah pemahaman menurut akal,
karena terdapat qarinah ayat sesudahnya yaitu لعلكم تعقلون. Sedangkan setiap
lafadz الكتاب alifnya dibuang kecuali dalam 4 tempat yaitu dalam surah
ar-Ra’d ayat 38 لكل أجل كتاب , dalam surah Al hijr ayat 4, إلا ولهاكتاب معلوم, dalam surat Al kahfi ayat 27,واتل ماأوحى إليك من كتاب, dalam surat An naml ayat 1, تلك ءايت القرءان وكتاب مبين.[11]
Pembuangan juga
diberlakukan pada alifnya ya’ nida’ seperti يقوم,
يعباد , menurut Az-Zarkasyi kasus ini ilatnya karena alif
tersebut merupakan tambahan yang digunakan untuk menyambung antara dua martabat
dan hal itu merupakan perkara yang tidak bisa terlihat oleh panca indera.[12]
Lafadz أيها yaitu alifnya ha’ tanbih yang terdapat dalam nida’ masih menurut
Az-Zarkasyi dibuang tetapi hanya pada tiga tempat dan tidak membuangnya pada
tempat yang lain. Tempat-tempat tersebut yaitu dalam surah An-nur أيه المؤمنون , dalam surah Az-zuhrufيأيه الساحر , dalam surah Ar-rahman أيه الثقلان.[13]
Pembungan alif
pada nama nama ‘Ajam yang terdapat dalam Al qur an seperti لقمن إسحق إبرهم إسمعيل هرون سليمن عمرن.
Kriteria asma’ ‘ajam yang dibuang
alifnya terdapat empat (4)
syarat;
a.
Nama ‘ajam tersebut adalah isim ‘alam selain lafadz نمارق
b.
Nama ‘ajam tersebut terdiri lebih dari tiga huruf, kecuali
lafadz عاد
c.
Alifnya terletak ditengah, bukan diakhir kata seperti موسى, عسى
d.
Nama tersebut sering digunakan oleh orang arab, adapun
nama yang jarang digunakan , maka alifnya tidak dibuang, seperti, طالوت جالوت يأجوج مأجوج , dan yang serupa dengannya.[14]
Perlu
diketahui bahwa, nama nama ‘ajam menurut syeikh Al-maraghini terbagi menjadi dua kelompok;
a.
Asma ‘ajam yang sering digunakan, yang terdiri dari 9
nama, yaitu; إبرهم
إسمعل إسحق عمرن هرن لقمن سليمن داوود إسرائيل
, semua nama
nama tersebut, menurt pendapat yang disepakati alifnya di hadzf, kecualiداوود , karena
pendapat yang telah disepakati adalah menetapkan alifnya, sedangkan lafadz إسرائيل masih
diperselisihkan.
b.
Asma ‘ajam yang jarang digunakan, terdiri dari 9 nama, ميكائيل هاروت ماروت قارون هامان طالوت جالوت يأجوج مأجوج, adapun yang telah disepakati alifnya
tidak dibuang ada 4, yaitu طالوت جالوت يأجوج مأجوج, sedangkan
lafadz ميكائيل هاروت
ماروت قارون alif dibuang,
sedangkan untuk lafadz هامان, alif yang pertama masih terjadi khilaf,
dan tidak ada khilaf untuk pembuangan alif yang kedua.[15]
2.
Hadzf ya’
Perlu
diketahui sebelumnya bahwa dalam pembahasan ini mengecualikan ya’ yang dibuang
karena sebab ada ‘amil jazm, seperti yang terdapat dalam ayat ( من يهد الله , إنه من يتق الله
ويصبر, إنه من يأت ربه مجرما ).
Ya’ yang dihapus
dari rasmnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu;
a. Mufradah
Ya’ dalam kategori ini ada dua macam,
pertama ya’ zaidah yaitu ya’ mutakallim, seperti وعيدي, نكيري, يهدني, يؤتني. Dalam al-qur’an
banyak sekali yang termasuk dalam contoh hazdf ya’ zaidah ini, diantaranya
yaitu إن كنتم مؤمنين , وإياي فارهبون , وإياي فاتقون ,
إني أمنت بربكم فاسمعون خافون و. Selanjutnya terdapat suatu qaidah bahwa setiap isim munada
yang diidhafahkan dengan ya’ mutakallim, maka ya’ nya harus dibuang, baik disebutkan
huruf nida’nya seperti ياعباد
فاتقون , ويا قوم استغفروا ,
ataupun huruf nida’ tersebut terbuang seperti رب اغفر وارحم , رب انصرني. Terdapat pengecualian pada tiga tempat
dimana ya’ mutakalimnya tidak dibuang yaitu dalam surat Ankabut ياعبادي الذين أمنوا إن أرضي , dalam surat Az-Zumar قل ياعباي الذين أسرفوا , dalam surat Az-Zukhruf ياعبادي لاخوف عليكم اليوم. [16]
Sedangkan ya’ yang kedua adalah ashliyah
yaitu ya’ yang kedudukannya sebagai lam fi’il seperti الجواري,
الداعي, الهادي, يأتي, نبغي, يسري[17].
Ya’ ashliyah yag dibuang terdapat didalam 20 kata dan terletak di 29 tempat di
dalam al-qur’an. Tujuh kata dianstaranya adalah berupa fi’il, yaitu; يؤتdalam An-Nisa’ ayat 14وسوف يؤت الله , يأت dalam surat Hud ayat 105 يوم يأت لا تكلم نفس إلا بإذنه , يسر dalam surat Al-Fajr
ayat 4 yang berbunyi واليل
إذايسر , تغن dalam surat Al-Qamar
ayat 5 yaitu فما تغن النذر , يناد dalam surat
Qaf ayat 41 واستمع يوم
يناد المناد , ننج
yang kedua dalam surat Yunus ayat 103حقا علينا ننج
المؤمنين ,
نبغ dalam surat Al-kahfi
ayat 66 قال ذلك ماكنا نبغ.
Sedangkan lainnya berupa isim , yaitu; المهتدdalam
surat Al-Kahfi dan Al-Isra’من يهد الله فهو المهتد , صال dalam surat
As-Shaffat ayat 163 صال الجحيم , المتعال dalam surat Ar-Ra’du ayat 9 الكبير المتعال , الداع dalam 3 tempat yaitu surat Al-Baqarah
ayat 186 أجيب دعوة الداع , dalam surat
Al-Qamar ayat 6 dan 8 يوم يدع الداع dan مهطعين إلى
الداع , الباد dalam surat Al-Haj
ayat 25سواء العكف فيه
والباد , الواد terdapat di empat
tempat yaitu dalam surat Thoha ayat 12 إنك بالواد المقدس طوى , surat Al-Qashas ayat 30 من شاطئ الواد لأيمن , surat An-Nazi’at ayat 16إذناديه ربه بالواد المقدس طوى , surat Al-Fajr ayat 9 الذين جابوا الصخر بالواد
,
واد dalam surat An-Nahl ayat 18 علي واد النمل , الجواب dalam surat Saba’ ayat 13 كالجواب وقدورراسيت , التلاق
dalam surat Ghafir ayat 15لينذر يوم التلق , التناد dalam surat Ghafir ayat 30 إني أخاف عليكم يوم التناد , المنادي
dalam surat Qaf ayat 41 واستمع
يوم يناد المناد , الجوار terdapat di 3 tempat yaitu dalam surat
As-Syura ayat 32 ومن
أيته الجوار في البحر كاالأعلم , surat Ar-Rahman ayat 24 وله الجوارالمنشأت , surat At-Takwir ayat 16 الجوارالكنس , هاد
terdapat di dua tempat yaitu dalam surat Al-Haj ayat 54 وإن الله لهاد الذين أمنوا , surat Ar-Rum ayat 53 وماأنت بهد العمي .[18]
b. Ghairu
mufradah
Yaitu
dua ya’ yang berkumpul dalam satu kata,
kelompok ini dibedakan menjadi dua, yaitu;
Pertama,
dua ya’ yang berada ditengah-tengah kata, seperti الحواريين
, الأميين , النبيين , ربانيين , ya’ salah satu dari empat kata-kata
tersebut pasti dibuang dimanapun berada dalam al-qur’an. Abu Amr mengatakan
bahwa pembuangan adalah pada ya’ yang pertama sedangkan Abu Dawud adalah ya’
yang kedua, meskipun beliau juga membolehkan membuang ya’ pertamanya.[19]
Kedua,
dua ya’ yang berada di akhir kata, ya’ kategori ini dibagi menjadi dua, yaitu
ya’ yang kedua sukun seperti يحيي ويميت , أنت ولي في الدنيا ولآخرة
,
dalam kasus ini pendapat yang rajih mengatakan bahwa yang dibuang adalah ya’
yang kedua. Kemudian ya’ yang kedua berharakat yang terdapat dalam empat kata
yaituإن وليي الله الذي
نزل الكتب , ويحي من حي عن بينة , أليس بقادر علي أن يحيي الموتى , لنحيي به بلدة
ميتا , hukum yang rajih adalah
membuang ya’ yang pertama.[20]
3.
Hadzf wawu
Wawu
yang dibuang dalam bab ini adalah wawu yang dibuang bukan karena ada I’rab
jazm, seperti dalam ayat ومن
يدع مع الله إلها أخر, وإن تدع مثقلة الى حملها, ومن يعش عن ذكرالرحمن. Pembuangan wawu dari
rasmiyah dikelompokkan menjadi dua, yaitu;
1.
Mufradah
Menurut yang disepakati
wawu yang dibuang rasmnya terdapat pada lima tempat, yaitu;
a. Lafadz
ويدع,
dalam surat Al Isra ayat 11(ويدع الإنسان باالشر
)
b. Lafadz
يدع, dalam surat Al Qamar ayat 6
( يوم يدع الداع )
c.
Lafadz
سندع , dalam surat Al ‘Alaq ayat 17
( سندع الزبانيه)
d.
Lafadz يمح , dalam surat
As Syura ayat 24 ( يمح
الله الباطل )
2.
Ghairu mufradah
Ghairu
mufradah artinya bahwa terdapat dua wawu yang berkumpul dalam satu kata. Salah satu wawu tersebut ada yang
menunjukkan arti jama’ dan ada yang memang asli dari susunan kata.
Contoh wawu yang berupa wawu jama’
seperti lafadz يستوون , dalam ayat أفمن كان مؤمنا كمن كان فاسقا لا يستوون, lafadz الغاوون , dalam ayat فكبكبو فيهاهم والغاوون dan
ayat والشعراء يتبعهم
الغاوون , dan lafadz ولاتلوون , dalam ayat ولاتلوون على أحد dan ayat وان تلووا أو تعرضوا. Sedangkan wawu yang berupa asli dari susunan kata seperti lafadz ووري , dalam ayat ليبدي
لهما ما ووري عنهما , dan lafadz الموءودة , dalam ayat واذا الموءودة سئلت dan lafadz داوود , dimanapun
berada dalam al-qur’an.[22]
Menurut
Az-Zarkasyi yang dibuang adalah wawu yang bukan asli susunan kata tersebut,
baik kata tersebut berupa fi’il seperti dalam ayat ليسؤا
وجوهكم , atau sifat
sepertiالموءدة,
ليسؤس, الغاون , atau isim
seperti داود.[23]
Sedangkan menurut pengarang Dalil al-hairan yang paling bagus adalah
membuang alif ke-dua, kecuali lafadz يسؤوا dalam ayatليسوؤوا
وجوهكم , karena pendapat yang rajih mengatakan yang
dibuang adalah alif yang pertama.[24]
4. Hadzf
Lam
Hadzf lam terjadi hanya dalam lima
bentuk kata, yaitu اليل
seperti واختلاف اليل والنهار , اللائ seperti إلا اللائ ولدنهم , التي seperti والتي
أحصنت فرجها , اللاتي
seperti واللاتي
يأتين الفاحشة , الذي seperti اعبدوا
ربكم الذي خلقكم . Menurut Ad-Dani
yang dibuang adalah lam yang kedua, sedangkan menurut Abu Daud adalah lam yang
pertama.
5. Hadzf
Nun
Bagian
pembuangan nun ini ditemukan ketika nun sebagai lam fi’il, menurut Az-Zarkasyi
pembuangan ini mempunyai beberapa isyarat antara lain menyimpan makna kecil dan
rendahnya derajat sesuatu, seperti dalam ayat ألم يك نطفة ,
mengisyaratkan akan kecil dan hinanya awal penciptaan manusia, dan seperti ayat
وإن تك حسنة يضعفها , isyaratnya adalah
meskipun kecil ukuran dan rendah kelihatannya tetapi hal itu bisa sangat mungkin
dilipatgandakan, seperti halnya isyarat yang terkandung dalam ayat إن تك مثقال حبة من خردل .[25]
Kaidah Kedua : al-Ziadah (penambahan huruf)
Ziyadah
Alif
Kalimat kalimat yang mendapatan penambahan alif, yaitu; مائة seperti dalam
ayat قال بل لبثت مائة
عام, dan lafadzمائتين yang terdapat dalam surat Al anfal ayat 65, يغلبوامائتين, dan lafadz لأاذبحنه dalam surat An
naml, عذاباشديدا
أولأاذبحنه , dan lafadz لكنا dalam ayat لكناهو
الله ربى , dan lafadz الشايء dalam ayat ولاتقولن لشايء إنى فاعل, dan lafadz ابن
dalam ayat عيسى ابن مريم, dan lafadz أنا dalam ayat قال أناأحيى وأميت. dll.
Ziyadah Ya
Penambahan
ya terdapat dalam kata من
تلقاءى dalam ayat أن أبدله من تلقاءى نفسى, dan lafadz ايتاءى dalam ayat وإيتاءى الزكاة يخافون, dan lafadz نبإى
dalam surat Al An’am ولقدجاءك من نبإى المرسلين, dan lafadz ملأ yang di jarkan
dan dimudhafkan seperti إلى فرعون وملائه, dan lafadz بأييدى
seperti والسماء بنيناها بأييد , dll.
Perlu diketahui bahwa contoh contoh diatas dapat
dikelompokan menjadi tiga (3),
1.
Hamzah kasrah yang sebelumnya bukan alif, seperti lafadz
نبإى dalam surat Al An’am ولقدجاءك من نبإى المرسلين
2.
Hamzah yang berharakat selain kasrah dan didahului alif,
seperti kata من
تلقاءى dalam ayat أن أبدله من تلقاءى نفسى
3.
Hamzah yang berharakat selain kasrah,
بأييكم seperti بأييكم المفتون, dan
lafadz بأييدى
seperti والسماء بنيناها بأييد.[26]
Ziyadah Wawu
Terdapat
empat kata yang disepakati mendapat wawu tambahan dan dua kata yang masih
diperselisihkan. Empat kata tersebut adalah;
أولى
seperti ياأولى الألباب
لعلكم تتقون ,
أولوا
seperti وأولوا الأرحام
, أولات
seperti وأولات الأحمال
, أولاء
seperti أولئك على هدى
Adapun kalimat yang masih diperselisihkam wawu tambahannya
ada dua, yaitu; سأوريكم seperti
سأوريكم دارالفاسقين
, لأصلبنكم seperti ولأصلبنكم فى جذوع النخل.[27]
I.
Hamzah
Hamzah menurut bahasa artinya penekanan dan pendorongan,
karena ketika mengucapkan hamzah membutuhkan penekanan dan pendorongan suara
karena beratnya mengeluarkan makhraj hamzah yaitu dari pangkal tenggorokan.
Perlu diketahui bahwa orang Arab tidak menulis hamzah dengan bentuk rasm,
tetapi mereka hanya meminjam bentuk huruf sebagai tanda hamzah tersebut, karena
mereka keberatan mengucapkan hamzah maka meringankannya dengan tidak menulis
dengan rasm.[28]
Hamzah
terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu;[29]
1. Hamzah
diawal suatu kata, hamzah tersebut merupakan hamzah yang pasti menyandang
harakat. Hamzah ini ditulis dengan bentuk alif baik hamzah tersebut berharakat
fathah, dhomah, kasrah seperti أنعمت , أولئك , إياك
, ataupun didahului oleh huruf zaidah seperti سأصرف , سألقي , فإن .
Perlu diketahui juga bahwa hamzah washal hukumnya mengikuti hamzah yang diawal
suatu kata yaitu rasmnya ditulis dengan alif seperti الحمدلله , اهدناالصراط , اعبدواربكم .
2.
Hamzah ditengah suatu
kata, terdapat dua macam, yaitu; Pertama, hamzah yang bersukun dan kedua
hamzah yang berharakat, hamzah berharakat yang ditengah kata ini terbagi juga
menjadi dua, yaitu; didahului oleh huruf bersukun dan didahului oleh huruf
berharakat.
3.
Hamzah diakhir suatu kata, sebagaimana hamzah ditengah
kata, hamzah ini juga terdiri dari hamzah yang bersukun dan berharakat, hamzah
berharakat di akhir kata ada kalanya didahului oleh huruf yang bersukun ataupun
huruf yang berharakat.
Dikecualikan
dari hukum hamzah diawal kata dan dihukumi hamzah ditengah yaitu yang terjadi
dalam 14 kalimat, 11 diantaranya ditulis dengan ya’ yaitu; أئمة , لئن , لئلا , ائفكا , ائنّ , أئنكم , يومئذ , حينئذ
, ائذا , أئنا , أئنْ dan 3 ditulis
dengan wawu, yaitu; هؤلاء
, يبنؤم , أؤنبئكم . Hamzah-hamzah
diatas 4 diantaranya yang asli berdiri sendiri artinya jika dipisah antara
keduanya masih masing mempunyai arti yang cukup yaitu;
يومئذ , حينئذ , هؤلاء
, يبنؤم , dan 10 yang lainnya tidak berdiri
sendiri.[30]
Hamzah yang
jatuh setelah huruf berharakat sukun selain alif dan huruf tersebut yang berada ditengah kata,
maka hamzah tersebut tidak memiliki rasm, seperti شئ , ملء , kecuali 6 kalimat,
karena kalimat-kalimat tersebut diantaranya ditulis dengan alif dan sebagian
yang lain ditulis dengan ya’,sesuai dengan harakat yang sejenisnya. Kalimat-kalimat
tersebut yaitu; لتنوأ , السوأى , تبوأ , النشأة ,
يسئلون ,
موئلا .[31]
Telah dijelaskan bahwa hamzah yang jatuh
setelah huruf berharakat sukun tidak ada rasmnya, hukum ini dikecualikan ketika
hamzah ditengah kata dan jatuh setelah alif maka hukumnya ditulis sesuai
harakatnya, artinya bila hamzah tersebut berharakat fathah maka ditulis dengan
alif seperti; جاءكم , نداء, bila kasrah dengan ya’ seperti; الملائكة , اولئك , dan apabila dhomah maka ditulis dengan
wawu, contoh; دعاؤكم
, نساؤكم . Perlu diketahui bahwa contoh hamzah yang
berharakat fathah tidak ditulis dengan alif secara hakikatnya karena
dikhawatirkan akan berkumpul dua rasm yang sama, dan hal itu tidak
diperkenankan.[32]
Hamzah ditengah dan diakhir kata yang
berharakat sukun jatuh setelah huruf berharakat serta Hamzah diakhir kata yang
berharakat dan jatuh setelah huruf berharakat maka hukumnya adalah ditulis
sesuai dengan harakat huruf sebelumya, artinya bila huruf sebelum hamzah fathah
maka hamzah ditulis dengan alif seperti; أنشأتم , بدأ, bila kasrah ditulis dengan ya’ seperti; جئتم , يشأ dan
bila dhomah ditulis dengan wawu seperti; اللؤلؤ.[33]
Tetapi kaidah ini dikecualikan terhadap 4 kalimat, karena hukum huruf yang memantasi
hamzah tersebut dihapus, 2 diantaranya telah disepakati yaitu; الرءيا , وادرءتم , dan dua yang lainya masih khilaf yaitu; امتلأت , اطمأننتم .[34]
II.
Ibdal (ganti)
Ibdal
rasm ada dua yaitu;
1. Alif
yang diganti tulisan rasmnya dengan ya’
Terbagi
menjadi 4 bagian;
a. Alif
yang diganti dengan ya’ Seperti lafadz هديهم , هويه , عمي , يحسرتي , ,
rasm alif yang diganti dengan ya’ ini adalah berlaku bagi alif yang jatuh
sebagai lam fi’il, tidak berlaku bagi alif yang sebagi ‘ain fiil seperti باع , جاء .
b. Alif
yang diserupakan dengan alif yang diganti ya’ yaitu alif ta’nist, seperti
lafadz يتيمي , إحدي ,
أنثي , الأيمي , hukum ini dikecualikan terhadap 7
kalimat yaitu; الأقصا
, أقصا , تولاه , عصاني , بسيمىهم , طغا الماء , مرضات .[35]
c. Alif
yang majhulah artinya tidak diketahui aslinya yaitu ya’ atau wawu. Terdapat 7
kalimat yaitu; علي , حتى , الي , أني , متي , لدي , بلي .[36]
d. Alif
yang aslinya dari wawu terdapat 7 kalimat yaitu;سجي , زكي , القوي ,
تليها , الضحي , دحيها , ضحيها ,,
tetapi oleh syaikh al-Maraghini ditambah satu lagi yaitu lafadz العلى , karena lafadz ini aslinya isim tsulasti
yang diambil dari kata العلو
.[37]
2. Alif
yang diganti tulisan rasmnya dengan wawu.
Terjadi
pada 8 lafadz yaitu; ومنوة
, النجوة , بالغدوة , كمشكوة , الربوا , الحيوة , الصلوة , الزكوة
. terdapat satu lagi tetapi masih diperselisihkan yaitu lafadz ربي , dalam surat ar-Rum. Apabila
lafadz-lafadz الحيوة , الصلوة , الزكوةdi
idhofahkan dengan dhomir maka ditulis dengan alif, contoh; حياتكم , بصلاتك , namun untuk lafadz الزكوة yang dimudhofkan tidak ditemukan dalam al-qur’an.
III.
Fashal dan Washal
Beberapa lafadz yang menerima fashal dan washal.
1.
أن لا
Missal
dalam ayat, أن
لا يقولوا علي الله إلا الحق , أن لا أقول علي الله إلا الحق , أن لا ملجأ من الله ,
ألا تعبدوا إلاالله إنني لكم
2. من ما
Seperti
ayat , فمِن ما ملكت
أيمنكم من المو منت , هل كم مٌن ما ملكلت أينكم , فمِن ما ملكت
أيمنكم من المو منت , ومما رزقنهم
ينفقون ,
3. عن ما
Seperti
dalam ayat , عن مٌن يشاء, عن مٌن تولى , فلما عتوا عن
مٌا نهوا عنه , عما سلف , عما تعملون
4. إن لم
Contoh,
ذلك ان لٌم يكن ربك , أيحسب أن لم يره أحد
, فإن لم تفعلوا , فإلم يكونا رجلين , فإلم يستجيبوا
5. أن ما
dan إن ما
Seperti dalam ayat, واعلموا أنما غنمتم
, إنما عندالله هو خيرلكم , وأن ما تدعون من دونه البطل , إنما الله إله
واحد
6.
كل ما
Seperti dalam ayat, وأتيكم من كل ما
سألتموه , كلّ ما ردوا إلى الفتنة ,كلما ألقي فيها
فوج
7. مال
Misal dalam ayat, فمال هؤلاء
, فمال الذين كفروا , مال هذ الكتب
8. أين ما
Sesuai
alam ayat , كل ما فأينما تولوا فثم الله , أينما يوجهه لا يات بخير , أين ما كنتم
تعبدون من دون الله
9. في ما
Seperti dalam ayat, في ما فعلن , فيما فعلن في أنفسهن بالمعرف , ولكن ليبلوكم في
ماءاتيكم ,
10. بئسما
Seperti tertera dalam ayat , بئسما اشتروا
به أنفسهم , فلبئس ما شروابه
11. لكي لا
Contoh dalam ayat, لكي لا يكون على
المؤمنين خرج , لكيلا يعلم من بعد علم شيئا , dsb.
IV.
Kalimat
yang mempunyai dua macam bacaan.
V.
Kalimat
yang dibaca dengan bacaan yang syadz.
VI.
Beberapa
qiraah yang berbeda dan masyhur
VII.
Huruf
potongan (fawatih al-suwar)
Rasm ustmani menjadikan kaidah ini setelah diketahui bacaan
lafadz qur’an tersebut mutawatir, karena pada awalnya mushaf dahulu
disunyikan dari titik dan syakl, tanpa membuang alif di beberapa kalimat dan tanpa
hamzah.
Contoh
الصراط tetap ditulis dengan shad (ص),
meskipun qiraatnya Makki dari riwayat Qunbul dengan sin (س), dan
qiraatnya ( bacaan) Khalaf dengan isymam, dan imam yag lain
murni dengan ص dan yang semisal dengan contoh tadi adalah pada lafadz بصطة dan بمصيطر semuanya tetap
ditulis dengan shad ( ص ).[38]
Qira’at (ملك يوم الدين - ووعدنا) pada kedua lafadz ini sebagian imam membaca
dengan menetapkan alif dan yang lainnya membuang, dan Rasm usmani menulisnya
dengan tanpa alif.[39]
[1] .
Sirajudin AR. Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam. Jakarta. Darul Ulim press. Cet. I hal. 3
[2] .
Sirajudin AR. Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam. Jakarta. Darul Ulim press. Cet. I hal. 4
[5] . Ibid. Hal, 69,
lihat Az-Zarkasyi, al-Burhan, hal.269-270
[7] . Musyaddad adalah: jama’ Muanas
Salim yang setelah Alifnya berupa huruf bertasydid
[8] . Mahmuz adalah: Jama’ Muanas Salim
yang setelah alifnya bukan huruf Hamzah
[10] . Ibrahim Al, hal.74, lih. Ahmad Muhammad
Abu Zaitihar, JJilid I, hal.17
[11] . Az-Zarkasyi, al-Burhan, , Cairo,
Darul Hadis, hal.266, lih. Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Azhar, Jilid I, cet.II,
hal.23
[12] . Az-Zarkasyi, al-Burhan, Cairo,Darul
Hadis, hal.270
[13] . Az-Zarkasyi, al-Burhan, Cairo,Darul
Hadis, hal.270
[14] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis,
hal. 95-97. lih. Az-Zarkasyi, al-Burhan,
Cairo,Darul Hadis, hal. 267. Lih, Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid
I, cet.II, hal. 26
[18] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis,
hal.204-208. lih. Lih, Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid II, cet.II,
hal. 3-4
[21] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis,
hal.225. lih. Lih, Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid I,
cet.II, hal.12
[23] . Az-Zarkasyi, hal.270
[25] . Az-Zarkasyi, hal.276-277
[38] . Muhammad Tahir bin Abdul Qadir Al
kirdi Al Makki, تاريخ القرأن وغرائب رسمه وحكمه,
cet : kedua, hal: 94
Tidak ada komentar:
Posting Komentar