1
KONTEKSTUALISASI AYAT-AYAT GENDER
DALAM TAFSIR AL-BAYANI LI AL-QUR’AN AL-KARIM
Oleh:
Muhammad Makmun Rasyid
Khairul Anwar
Fuad Hasan
Arif Rosadi
SEKOLAH TINGGI KULLIYATUL QUR’AN AL-HIKAM
Jln. H. Amat, No. 21, Rt/Rw. 006/01, Kel. Kukusan, Kec. Beji, Depok, Jawa Barat
Fax. (021) 98350528
2
أ ا او ء
ه نا آ
ن
! " # ذ
) %اور ى( ! ا (
Ingatlah, Aku berpesan:
Agar kalian berbuat baik terhadap perempuan
Karena mereka sering menjadi sasaran pelecehan di antara kalian
Padahal sedikitpun kalian tidak berhak
Memperlakukan mereka, kecuali untuk kebaikan itu.
3
Kata Pengantar
Abstrak
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Urgensi penulisan
F. Sistematika Pembahasan
BAB II : Studi Gender Dalam Perspektif Islam
A. Kajian Akademik Seputar Gender
B. Identifikasi Ayat-Ayat Gender
C. Redaksi al-Qur’an Dalam Mengungkapkan Kata-Kata Gender
1. Al-Rijal dan al-Nisa
2. Al-Dzakar dan al-Untha
D. Gender Dalam Analisa Para Pemikir Muslim
BAB III : Biografi Bint al-Shati’
A. Latar Belakang Tafsir al-Bayan
B. Pendekatan Metodologi Yang Digunakan Dalam Tafsir al-Bayan Berikut
Corak Penafsiran
C. Gender Dalam Perspektif Tafsir al-Bayan
1. Konsep al-Dzakar dan al-Untha
2. Studi Seputar Peran Perempuan Dalam Aspek Karir
BAB IV: Penutup
A. Kesimpulan
B. Daftar Pustaka
4
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah Swt Tuhan yang telah memberikan segala karunia dan
nikmat kepada hamba-Nya sehingga hamba-Nya harus tunduk dan menyembah-Nya
dengan penuh ketaatan. Seuntai kalimat syukur pemakalah panjatkan kehadirat Allah
Swt, yang atas berkat rahmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang sangat sederhana ini.
Shalawat dan salam, keberkahan semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi kita
Muhammad Saw kepada keluarganya para sahabatnya hingga sampai kepada kita sebagai
umatnya.
Selanjutnya, makalah yang berjudul ”Kontekstualisasi Ayat-Ayat Gender Dalam
Tafsir al-Bayani Li al-Qur’an al-Karim'' ini merupakan aktualisasi dari penulis dalam
memenuhi tugas pada mata kuliah Tafsir Kontemporer dan merupakan bahan atau materi
untuk presentasi di ruang kelas. Penulis menyadari akan kekhilafan dan kekurangan
dalam pembahasan atau dalam penuturan bahasanya. Oleh karenanya, penulis berharap
sumbangan kritik yang konstruktif-normatif dari para pembaca demi perbaikan di masa
yang akan datang.
Atas partisipasinya semoga Allah Swt senantiasa memberikan imbalan yang
setimpal. Sekian dan terima kasih.
5
ABSTRAK
Dalam studi keilmuan Islam klasik - tafsir al-Qur’an masih bersifat single tradition
(al-Qur’an hanya berdiri sendiri dan problematika berdiri dengan sendiri), belum
dihubungkan langsung dengan realitas sosial-budaya serta problem-problem
kemanusiaan. Teks kitab suci dihadirkan menjadi pusat dan sekaligus pemegang otoritas.
Dengan demikian, yang berkuasa menyelesaikan problem-problem kehidupan masyarakat
adalah teks sedangkan problem sosial, politik, ekonomi dan kemanusiaan, selalu
dikembalikan pada teks kitab suci. Kerangka berpikirnya bersifat deduktif yang
berpangkal pada teks. Akhirnya, tafsir cenderung bersifat teosentris dan bahkan
ideologis. Tafsir pun tercabut dari persoalan-persoalan kemanusiaan riil yang dihadapi
umat manusia. Tuhan menjadi lebih penting untuk dibela, sementara manusia tetap
dibiarkan sengsara, hal yang sama dinyatakan Gus Dur sangatlah benar “Tuhan Tidak
Perlu Di Bela.
Kerja metodologis tafsir sekarang memerlukan bantuan ilmu-ilmu sosial. Dengan
memanfaatkan ilmu-ilmu sosial, penafsir akan mampu mengurai problem-problem sosial
kemanusiaan, bukan dengan model penyelesaian dogmatisme-esoterisme, tetapi secara
kultural dan sosiologis. Ikhtiar inilah yang dikenal dengan tafsir emansipatoris
1
, yakni
secara konseptual al-Qur’an ditempatkan dalam ruang sosial dan segala problematika
kehidupan yang terjadi, sehingga sifatnya tidak lagi abstrak, tetapi spesifik dan praktis,
karena dikaitkan langsung dengan problem sosial.
Dengan metodologi tafsir yang demikian, masalah kemiskinan, kebodohan,
ketimpangan gender, politik yang menindas rakyat kecil, korupsi, rasisme, dan masalahmasalah sosial lain, merupakan masalah yang pentinguntuk dipecahkan dalam konteks
tafsir kitab suci.
1
. Namun pemakalah lebih cenderung untuk menggunakan kata antroposentris dibandingkan dengan
emansipatoris sebagaimana yang sering diutarakan oleh Masdar F. Mas’udi.
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membicarakan permasalahan gender memang menguras tenaga sekaligus
mengasyikkan. Menguras tenaga karena isu mengenai gender tiada henti-hentinya
dibahas, baik dalam ranah pendidikan ataupun masyarakat yang memperjuangkan
kesamaan hak perempuan dengan laki-laki. Mengasyikkan juga karena istilah-istilah
dalam diskursus gender semakin bertambah. Dengan hal demikian maka diskursus gender
sangat buming atau kontekstual – dalam artian tidaksaja menjadi wacana dan fenomena
bagi kelompok yang memperjuangkan kesamaaan hak perempuan ataupun juga golongan
tertentu.
Seiring dengan bumingnya kajian atau diskursus gender dalam dasawarsa terakhir
ini, wacana keagamaan kontemporer secara langsung maupun tidak langsung harus
bersinggungan dengan permasalahan gender, kalau kita tilik pada hakikatnya kajian
seputar gender bukan hal yang baru muncul.
Islam adalah agama dan agama tidaklah Islam semata. Spirit keadilan dan
keseimbangan dalam Islam seharusnya sudah terwujudkan di saat al-Qur’an diturunkan
Allah melalui malaikat Jibril as,
2
namun realita kekinian menampakkan adanya
subordinasi atau diskriminasi terhadap individu tertentu. Islam datang dengan spirit
perjuangan yang luar biasa, keluarbiasaan ini bisa di gambarkan dari figuritas-personal
dan Islam secara komprehensif. Jika figuritas-personal telah dipisahkan dari sebuah
2
. Ibn ‘Asyur membagi ada delapan pondasi atau tujuan dasar diturunkannya al-Qur’an, yaitu;
pertama: memperbaiki dan mengajarkan tauhid yang benar; kedua: merekonstruksi akhlak ( او
); ketiga: menetapkan hukum-hukum secara khusus dan umum; keempat: menunjukkan jalan
kebenaran kepada ummat Nabi Muhammad Saw ( ا ) dan hal ini merupakan tujuan dasar alQur’an demi kebaikan ummat dan menjaga peraturan yang telah diberikan; kelima: menceritakan dan
memberitahukan kepada ummat mengenai kisah-kisah terdahulu; keenam: menpersiapkan generasi ummat
untuk menyebarkan ajaran yang telah disyariatkan oleh Allah; ketujuh: al-Targhib dan al-Taarhib;
kedelapan: membuktikan kebenaran Nabi Muhammad Saw dengan kemukjizatan al-Qur’an
(komprehensif). Lihat Muhammad at-Thahir Ibn ‘Asyur, Tafsir al-Tahrir Wa al-Tanwir, penerbit: Dar
Suhnun li al-Nasryiwa al-Tauzi’, jilid 1, juz. 1-2,hal. 40-41.
7
agama maka agama tersebut akan sirna ditelan oleh zaman, maka tidak heran jika orangorang barat terus menelurkan berbagai metode atau organisasi guna menjauhkan figur
sebagai tauladan yang melahirkan peraturan dari agama itu sendiri, bisa jadi gender
menjadi salah satunya.
Pemahaman parsial mengenai kemitraan laki-laki dan perempuan (gender
patnership) menjadikan zaman yang sudah maju untuk ditarik kembali kepada zaman
yang berbudaya patriarki.
3
Sebagaimana yang dinyatakan oleh M. Quraish Syihab di
dalam kata pengantar buku Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an karangan
M. Nasaruddin Umar:
Menguraikan persoalan kemitraan laki-laki dan perempuan dengan merujuk sumber ajaran, dapat
menimbulkan beda pendapat, apalagi memahami teks-teks keagamaan, bahkan teks apapun,
dipengaruhi oleh banyak faktor. Bukan saja tingkat pengetahuan tetapi juga latar belakang
pendidikan, budaya serta kondisi sosial masyarakat. Ini belum lagi yang diakibatkan oleh
kesalahfahaman memahami latar belakang teks dan sifat bahasanya.
Di sisi lain berbicara tentang judul di atas, mengharuskan masyarakat manusia memandang
perempuan. Sejarah mengimformasikan bahwa sebelum turunnya al-Qur’an terdapat sekian banyak
peradaban seperti Yunani, Romawi, India dan Cina dan dunia juga mengenal agama-agama seperti
Nasrani, Budha, Zaroaster di Persia dan sebagainya.
4
Pembahasan yang berkaitan dengan wanita selalu menarik, baik ditilik dari segi
manapun, karena wanita itu sendiri diberi sifat oleh Allah Swt sebagai perhiasan
kehidupan. Perhiasan itu baik atau buruk akan mampu menarik mangsa untuk
menikmatinya. Perempuan menjadi posisi rawan dikalasekelilingnya menjadikan dirinya
sebagai alat pengembaraan hawa nafsu, dari hal tersebut mengindikasikan bahwa
perempuan akan menjadi perhiasan yang baik dikala yang menguasainya baik pula,
keberadaannya perempuanpun diwarnai oleh lingkungan(sosial-budaya).
Peradaban jahiliyah kian sirna tatkala Islam hadir ditengah-tengahnya, Islam
menghapus pelecehan terhadap perempuan dan menggantikan dengan menaikkan
derajatnya. Perempuan sedikit demi sedikit tertarik kedalam sistem yang ditawarkan
Islam, mereka ingin menikmati kebahagian sistem yang melindungi kaum perempuan,
3
. Politik perbedaan jenis kelamin yang mengunggulkan laki-laki daripada perempuan, setelah
terjadinya pengunggulan disalah satu pihak maka ditarik kedalam politik yang mengakibatkan kemitraan
perempuan merupakan bahagian dari laki-laki serta mengistimewakan laki-laki daripada pepempuan.
4
. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an, 2001, penerbit:
Paramadina, cet. II, Hal. Xxviii.
8
tatkala perempuan masuk kedalam sistem atau ruang lingkup peraturan maka
seharusnyalah perempuan tidak bisa disubordinasikantanpa terkecuali apapun.
Sahabat Umar bin Khathab ra tokoh dari kalangan elite Quraisy yang mengubur
gadis kecilnya dalam keadaan hidup-hidup. Penguburan demikian dikarenakan rasa malu
5
yang mendalam di saat istri melahirkan anak perempuan, perempuan tidak ada hak untuk
menyamainya apalagi merebut “kekuasaan”.
6
Dari pernyataan M. Quraisy Syihab diatas dapat kita tarik kesimpulan betapa
hinanya perempuan di mata manusia, dimana pada puncak kejayaan Yunani perempuan
dijadikan sebagai alat penyalur kebutuhan biologis semata dan menjualnya dengan
sekehendak mungkin tanpa mempertimbangkan harga diri perempuan, peradaban Yunani
tersebut masih tersisa sampai saat ini dengan beberapa patung-patung – untuk tidak
menyebutkan banyak – dengan pelukisan tanpa busana.Romawi memandang perempuan
bahwa keberadaan perempuan harus dibawah kekuasaan ayahnya, berbicara kekuasaan
berarti apapun yang diperintahkan oleh ayahnya ia harus tunduk meliputi pembunuhan
tatkala tidak mematuhi perintahnya. Cina sebelum abad 17 perempuan harus mengakhiri
hidupnya tatkala suaminya meninggal dunia, perempuan dibakar hidup-hidup bersamaan
dengan dibakar tubuh suaminya.
Ketika kaum patriarki menjadikan perempuan sebagai “budak” maka sebaliknya
kaum matriarki ingin menunjukkan sistem masyarakat dimana kaum perempuan yang
menjadi kepala keluarga atau kepala suku serta pemimpin negara.
Ada teks agamis yang selalu dijadikan dalih agar perempuan tidak bisa – untuk
tidak mengatakan haram – menjadi seorang pemimpin. Adapun teks hadist populer
sebagai berikut:
5
. Menurut Reuben Levy bahwa penguburan yang terjadi pra-Islam dikarenakan tiga hal, pertama:
produktifitas perempuan tidak sebanding dengan produktifitas laki-laki, sedangkan tingkat kemiskinan
semakin meningkat, oleh karena itu perempuan harus dibunuh; kedua: sebagai sesembahan kepada Tuhan –
hal ini tidak lebih ingin sama dengan peristiwa Nabi Ibrahim as dalam mempasrahkan anaknya untuk
disembelih dan akhirnya digantikan dengan domba dikarenakan ketaatan kepada Allah Swt; ketiga: anak
perempuan beraliansi negatif.
6
. Hal tersebut telah digambarkan dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 58-59 yang berbunyi: اذاو
آ هو اد و !" #
ه$%أ – ء ( م * ا ( ىر -. –
/ 0.أ
با - ا 2 $. مأ ن ه – ن 0/4. ء 5أ . M. Ihya Ulumuddin, Syara’ Pagar Keselamatan
Wanita,2007, Penerbit: NH Press, hal 3.
9
# ا ( ن 0#
67$% 67$% ل 9 ة / ; أ (
( 4 ا (
ف
: 0 / >ا ;6 ? $*
ب 4@A 4 أ نأ ت$آ $ !0C ا م .أ
و
>ا @ >ا ل ر ( - 0
ا / $9 سر 2 !هأ نأ
و
>ا @ >ا ل ر E 0 ل 9
!F 9A2 !0C ا
ل 9 ى آ G6
) ه أ ا و م 9 I ?. ( ةأ ا
( .
7
Artinya: ”Ustman bin al-Haitsam telah menceritakan kepada kami, ’Auf telah
menceritakan kepada kami, dari Hasan dari Abi Bakrah, ia berkata, sungguh Allah Swt
telah memberi manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat yang telah aku dengar dari
Rasulullah pada waktu perang Jamal, sesudah hampir aku bertemu dengan pasukan yang
mengendarai unta (yang dipimpin Aisyah), akupun ikut bersama mereka. Ia berkata:
ketika ada berita yang sampai kepada Nabi Saw bahwaorang-orang Persia memberikan
kepemimpinannya kepada Binti Kisra, Nabi bersabda: ”Tidak akan sukses suatu kaum
yang menyerahkan urusannya kepada perempuan.”
Hadits tersebut secara tekstual, memberikan isyaratbahwa perempuan tidak berhak
menjadi kepala negara, pemimpin masyarakat, termasuk hakim atau berbagai jabatan
yang setingkat. Berdasarkan hadits tersebut, kebanyakan para ulama mengsyaratkan
harus laki-laki. Mereka berpendapat perempuan tidaksah menjadi pemimpin. Akan tetapi
ketika meninjau dari asbab al-Wurud -nya, ternyata hadits tersebut diucapkan Nabi
sewaktu beliau mendengar laporan mengenai kepemimpinan perempuan di negeri Persia.
Menurut tradisi yang berlaku dinegeri tersebut yang diangkat sebagai kepala negara
adalah laki-laki. Sedangkan ketika itu pengangkatanpemimpin menyalahi tradisi dengan
mengangkat kepala negara seorang perempuan yang bernama Buwaran binti Syairawaihi
bin Kisra bin Barwaiz yang diangkat menjadi ratu Persia. Pada waktu itu, derajat
perempuan dimata masyarakat masih dipandang minim dari segala hal, perempuan tidak
dipercaya untuk mengurusi persoalan publik lebih-lebih persoalan kenegaraan.
Pandangan semacam ini pada saat itu logis, sebab perempuan saat itu masih tertutup,
sehingga wawasan dan pengetahuannya juga relatif masih kurang dibanding laki-laki.
Seakan-akan hanya laki-laki saja yang berhak memimpin.
7
. Imam Bukhari, Kitab Shohih Bukhari, Pustaka: Darul al-Afaq al-‘Arabiah al-Qohirah, Bab 18, Juz
III, Hal. 1576.
10
Hadits di atas merupakan landasan dari beberapa ulama’ yang melarang wanita
untuk menjadi khalifah atau pemimpin suatu negara. Hal ini pulalah yang telah
mengakibatkan beberapa pemikir-pemikir yang berasaldari Barat untuk menyerang Islam
lewat isu gender. Menurut pandangan penulis, perempuan yang dimaksud oleh Rasulullah
Saw merupakan sifat seorang perempuan pada umumnya ketika Nabi Saw masih hidup.
Perempuan yang disebut dalam hadits ini merupakan gambaran kelemahan dan
ketergantungan seorang perempuan terhadap laki-laki. Hal inilah yang mengakibatkan
Rasulullah Saw mengatakan bahwa tidak akan bahagia suatu kaum yang di pimpin oleh
seorang perempuan yang tergantung terhadap laki-laki. Nah, pada makalah ini saya
peranan seorang perempuan yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum
lelaki dalam persoalan amaliyah dan sosial kemasyarakatan harus menjadi pertimbangan,
karena doktrin biologis berbeda dengan doktrin sosio-budaya di setiap tempat.
Isu gender dalam persepektif Islam merupakan isu yang menarik dibicarakan di
kalangan akademisi, karena banyak hal yang dapat kita gali dan kita pelajari untuk lebih
mengetahui nilai-nilai serta kandungan di balik isu yang berkembang tersebut lewat
kacamata al-Qur’an al-Karim dan Hadits Nabi Muhammad Saw.
Ketika isu gender di angkat, yang timbul dalam benak kita adalah diskriminasi
terhadap perempuan dan penghilangan hak-hak terhadap mereka. Gender yang telah
diperjuangkan oleh beberapa kalangan, baik dari kalangan akademisi atau dari kalangan
yang menganggap bahwa Islam adalah agama yang memicu kehadiran isu gender
tersebut di dunia ini. Tentunya para orientalis yang berbasis misionarisme ini ingin
mendiskreditkan umat Islam dengan mengangkat isu ini dalam berbagai tulisan dan buku
atau artikel-artikel yang menyudutkan dan memberikan opini secara sepihak tentang
Islam dan gender.
Islam tidak membedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada anatomi
manusia, hak dan kewajiban itu selalu sama di mata Islam bagi kedua anatomi yang
berbeda tersebut. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi siapapun dan untuk
siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka. Islam adalah agama yang telah
membebaskan belenggu tirani perbudakan, persamaan hak dan tidak pernah
mengedapankan dan menonjolkan salah satu komunitas anatomi saja. Islam hadir sebagai
agama yang menyebarkan kasih sayang bagi siapa saja.
11
Rasulullah Saw telah memberikan nasehat kepada paramuslim agar menghormati
dan menghargai perempuan seperti sabdanya: “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik
terhadap keluarganya, dan aku adalah orang terbaik di antara kamu terhadap keluargaku.
Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang
menghina kaum wanita adalah orang yang tak tahu budi” (HR. Abu Asakir). Hampir
semua pembahasan mengenai gender terpusat kepada perempuan, hal tersebut tidak
menutup kemungkinan bahwa telah terjadi kembali pendiskreditisasi kepada perempuan
secara tidak langsung, ketimpangan diantara kedua belah pihak, padahal al-Qur’an telah
nyata membicarakan bahwa hanyalah takwa yang membedakan diantara keduanya.
8
Asghar Ali Engineer sebagaimana yang dikutip oleh Kholid Hidayatulloh di dalam
bukunya dengan judul “Kontektualisasi Ayat-Ayat Gender Dalam Tafsir al-Mannar”
menyatakan meskipun adanya upaya dari seorang ulama mufasir untuk lebih
mengunggulkan laki-laki daripada perempuan dengan pengertian normatif-teologis.
Lebih lanjut ia memberikan contoh pada kata “qowwamun ”– ketika seseorang lebih
mengedepankan sisi teologis semata tanpa memperhatikan sosiologis-teologis maka akan
terjadi ketimpangan makna.
9
G. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, dapat di identifikasi
sebagai berikut:
1. Apa hakikat pengertian Gender?
2. Apa saja teori gender yang kontradiksi dengan al-Qur’an?
3. Apa saja surah dan ayat-ayat yang membahas tentang Gender?
4. Bagaimana Bint al-Syathi’ merumuskantafsir al-BayanLi al-Qur’an al-Karim?
5. Bagaimana pemikiran Bint al-Syathi mengenai Gender?
6. Bagaimana konsep Islam mengenai Gender?
7. Bagaimana al-Qur’an menyikapi masalah perempuan?
8. Bagaimana perbedaan antara physical genital dan culture genital ?
8
. Qs. Al-Hujurat/49: 13
9
. Kholid Hidayatulloh, Kontektualisasi ayat-ayat Jender Dalam Tafsir al-Ma nnar, 2012, Penerbit:
el-Kahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam), hal. 5.
12
H. Pembatasan Masalah
1. Identifikasi ayat-ayat Gender
2. Metodologi Tafsir al-Bayan Bint al-Syathi’
3. Pemikiran atau penafsiran Bint al-Syathi seputar Gender
I. Perumusan Masalah
1. Apa Saja ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentangGender?
2. Bagaimana metodelogi Tafsir al-Bayan Bint al-Syathi’?
3. Bagaimana Pemikiran atau penafsiran Bint al-Syathi seputar Gender?
J. Urgensi Penulisan
Urgensifitas atau signifikansi penulisan makalah ini dengan judul “Kontektualisasi
Ayat-Ayat Gender Di Dalam Tafsir al-Mannar” adalah merupakan sebuah keharusan,
mengapa karena dengan mengambil sebuah tema yang sedang buming di bicarakan baik
di kalangan akademisi, golongan tertentu dan lainnya. Sebuah tema yang tidak ujung usai
ini, membuat pemakalah tertarik untuk melihat beberapa literature guna mencari problem
solving dari permasalahan yang ada. Permasalahan yang telah terjadi pra-Islam hingga
kini membuktikan bahwa pemahaman akan kesadaran kelebihan dan kekurangan di
dalam diri laki-laki dan perempuan belum teraplikasi secara komprehensif. Lebih lanjut
lagi pemahaman yang dipaksakan dengan menggiring teks otoritas kepada sebuah
permasalahan kontekstual mengakibatkan ketimpangan pemahaman, tatkala pemahaman
tidak sempurna maka kongklusi dari sebuah permasalahan akan pincang dengan
sendirinya.
Demikian pentingnya menilik kembali sejarah tentang peran laki-laki dan
perempuan mulai dari pra-Islam hingga abad kontemporer merupakan sebuah keharusan,
dikarenakan teks otoritas harus disambungkan dengan empiris sosial-budaya di setiap
tempat. Karena jika berbicara mengenai gender maka tidak mengharuskan relasi gender
dipaksakan sama disetiap tempat dan tidak seharusnya pula teks berbicara dengan
sendirinya.
Menyikapi permasalahan gender di atas mengharuskan pemakalah untuk
menyambungkan esensi esoterik gender (internal) dengan esensi teks otoritatif al-Qur’an,
13
karena kebanyakan teori-teori mengenai gender dimulai dari teori psikoanalisa,
10
teori
fungsionalis structural,
11
teori konflik,
12
berbagai teori feminis
13
dan tidak kalah
pentingnya teori sosio-biologis
14
dan masih banyak lagi teori lainnya yang belum
bersentuhan dengan relasi gender yang ada di dalam al-Qur’an.
K. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan makalah ini mencoba untuk mengkaji permasalahan tentang
gender dengan metode deduktif,
15
metode deduktif ini jarang dipakai dalam berbagai
penulisan sebuah karya namun pemakalah mengambil metode ini dengan
menggambarkan secara umum dan dikerucutkan sampai di bawah.
Pada BAB I pemakalah sajikan dengan bentuk pendahuluan yang meliputi
latarbelakang masalah, identifikasimasalah, pembatasanmasalah, perumusan masalah,
urgensi penulisan dan terakhir sistematika pembahasan.
10
. Teori Psikoanalisis adalah teori yang beranggapanbahwa peran dan relasi gender ditentukan oleh
dan mengikuti perkembangan psikoseksual. Dalam hal ini maka lahir apa yang sebut oleh Freud dengan
kecemburuan alat kelamin. Dengan begitu maka faktor biologis sangat dominan (determinant factor) di
dalam menentukan pola prilaku seseorang. Kekurangandari teori ini menurut M. Nasaruddin Umar adalah
adanay penafiyan dari segi ekologi dan lingkungan social-budaya.
11
. Teori Fungsional structural adalah teori yang beranggapan bahwa keutuhan masyarakat –
keterkaitan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan merupakan unsure yang berpengaruh di dalam
masyarakat. Talcott Parsons merupakan penggagas teori ini mengatakan bahwa peran laki-laki dan
perempuan bukan di dasari oleh disrupsidan kompetensi tetapi lebih kepada melestarikan keharmonian dan
stabilitas di dalam masyarakat.
12
. Teori Konflik adalah teori yang beranggapan bahwa relasi gender sepenuhnya ditumpukan
kepada lingkungan budaya, jika dalam suatu masyarakat yang berbudaya lebih mengedepankan laki-laki
daripada perempuan dalam segala hal, seperti sector public maka factor lingkungan seperti demikianlah
yang sebenarnya menindas perempuan. Teori ini menafikan adanya ketimpangan factor biologis
sebagaimana pemikiran Karl Marx yang mendapat dukungan oleh Friedrich Engels. Kedua tokoh filsafat
tersebut seakan satu kesatuan di dalam sebuah pemikiran, seperti pemikiran keduanya terhadap teori
nihilisme.
13
. Teori Feminisme adalah teori yang berusaha memberikan jalan alternatif kepada kaum
perempuan untuk bias masuk kedalam sector public dan tidak hanya dalam sector domestic, namun secara
realita penawaran yang diberikan dari teori ini berbeda-beda yang menyebabkan banyaknya lahir teori-teori
feminisme lainnya.
14
. Teori Sosio-Biologis adalah teori yang mencoba mengkombinasikan antara teori nature dan
nurture yang menghasilkan adanya asumsi bahwa factor biologi dan faktor social-budaya menyebabkan
laki-laki lebih unggul dibandingkan perempuan. Lihat Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender:
Perspektif al-Qur’an, penerbit: Paramadina, 2001, cet. II, hal. 4-7.
15
. Metode deduktif adalah penalaran dari yang umum ke yang khusus atau penerapan generalisasi
pada peristiwa yang khusus untuk mencapai kesimpulan. Dalam ilmu logika peralatan deduksi adalah
silogisme. Salah satu tujuan penggunaan ini agar pemahaman dan kongklusi dari masalah akan terlihat
jelas. Lihat Alex A. & Achmad H.P., Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, 2010, Penerbit: Kencana
Prenada Media Group,hal. 196.
14
Pada BAB II pemakalah sajikan studi gender dalamperspektif islam meliputi
perdebatan akademik seputar gender, identifikasi ayat-ayat gender, redaksi al-Qur’an
dalam mengungkapkan kata-kata gender (al-Rijal dan al -Nisa) dan (al-Dzakar dan alUntha), dan terakhir gender dalam analisa para pemikir muslim.
Pada BAB III pemakalah sajikan biografi bint al-Syathi’ meliputi latar belakang
tafsir al-bayan, pendekatan metodologi yang digunakan dalam tafsir al-bayan berikut
corak penafsiran dan gender dalam perspektif tafsir al-Bayan; asal usul penciptaan
perempuan, kodrati perempuan, studi seputar peran perempuan dalam aspek
kepemimpinan dan karir.
Pada BAB IV pemakalah sajikan analisisayat-ayat gender dalamtafsir al-bayan
meliputi analisis metodologi tafsir al-bayan berikut corak penafsirannya dan analisis
gender perspektif tafsir al-bayan. Pada BAB V pemakalah sajikan penutup, simpulansaran dan daftarpustaka.
15
BAB II
STUDI GENDER DALAMPERSPEKTIF ISLAM
A. Kajian Akademik Seputar Gender
Masalah gender, feminisme dan gerakan lainnya yang berhubungan dengan dan
demi pengangkatan martabat wanita masih menuai kontroversi dari sebahagian kalangan
– untuk tidak mengatakan secara komunal – hal tersebut bisa terjadi karena munculnya
gerakan dengan aktualisasi gerakan masih jauh dari harapan masyarakat secara komunal.
Oleh karena itu perlunya pemakalah memberikan definisi dari berbagai pemikir,
menggambarkan asal-usul gender, dan prinsip-prinsip yang dipegang oleh kalangan
gender tersebut.
a. Definisi Gender, Sex dan Feminisme
Menurut kamus Oxford gender adalah “fact of being male or female” yang artinya
fakta menjadi laki-laki atau perempuan
16
. Kamus Webster Dictionary memberikan
definisi yang sama mengenai gender yakni jenis kelamin laki-laki atau perempuan.
17
Maksudnya adalah adanya keharusan laki-laki atau perempuan tampil di seantero
dunia beserta seperangkat instrumentalitas diri dengan tanpa melihat faktor biologis
namun harus mempertimbangkan takdir biologis itu sendiri. Keterikatan antara genital
physicaldengan takdir Tuhan – menjadi laki-laki atau perempuan sebagaimana mestinya,
tidak dibenarkan melawan kodrat peran wanita itu sendiri, seperti perempuan mejadi
imam di dalam sholat dan lain sebagainya.
Menurut Kamus Inggris-Indonesia bahwa sex adalah yang berhubungan dengan
perkelaminan atau jenis kelamin.
18
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
sex adalah jenis kelamin atau hal yang berhubungan dengan alat kelamin.
19
Gender adalah suatu bangunan konstruksi sosial yang mengatur hubungan antara
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang terbentuk melalui proses sosialisasi.
20
16
. Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2000, Penerbit: Oxford University Press, hal. 177.
17
. GROSSET & DUNLAP,Webster Dictionary,1972, Penerbit: United State Of America, hal. 256.
18
. John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, 2005, Penerbit: PT. Gramedia
cet: XXVI, Hal. 517.
19
. Pustaka Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007,
Penerbit: Balai Pustaka, edisi ke-3, Hal. 1014.
16
Kementerian Urusan Peranan Wanita (UPW) mendefinisikan jender dengan
interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan
perempuan.
21
Kementerian Urusan Peranan Wanita (UPW)
22
juga mendefinisikan bahwa Jender
adalah hubungan dalam bentuk pembagian kerja serta alokasi peranan, kedudukan, dan
tanggung jawab serta kewajiban, dan pola hubungan yang berubah dari waktu ke waktu
dan berbeda budaya.
23
Gender dan seksualitas adalah bagian dari identitas alami manusia yang telah
diberikan perhatian yang cukup dalam budaya dan politik penelitian sosial. Kajian
Agama memberikan kontribusi dalam memperjelas posisi agama yang berhubungan
dengan perintah gender, membenarkan konsep dan menafsirkan teks-teks yang
membahas seksualitas manusia. Manusia (pria dan wanita) masing-masing dikaruniai
dengan beberapa fitur yang sebagian besar identik, sementara yang lain membedakan
karakteristik. Beberapa fitur gender tampaknya mempengaruhi seksualitas baik pria dan
wanita dengan derajat yang bervariasi, sedangkan faktor-faktor sosio-budaya
mempengaruhi perilaku seksual, kegiatan dan orientasi, serta relasi gender, pakaian, hak
dan rasa tanggung jawab.
24
Gender adalah perbedaan sifat, peran, mentalitas antara laki-laki dan perempuan
yang di konstruksi secara sosial maupun kultural.
25
20
.Ismah Salman, Keluarga Sakinah Dalam ‘Aisyiyah: Diskursus Jender Di Organisasi Perempuan
Muhammadiyah,2005, Penerbit: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, hal. 59.
21
. Kantor Kementerian Negara Urusan Peranan Wanita, Buku III: Pengantar Teknik Analisa Jender,
1992.
22
. Definisi jender dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan dalam pemberdaharaan Kamus Besar
Bahasa Indonesia atau Kamus Lengkap Bahasa Indonesia namun istilah jender lebih populer di Kantor
Kementerian Negara Urusan Peran Wanita dengan sebutan “Jender”. Sedangkan jika tulisan “jender”
digantikan dengan tulisan “gender” maka definisinya dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah
gamelan Jawa yang terbuat dari bilah-bilah logam yang di bagian bawahnya dipasang buluh bambu sebagai
penggema atau bahasa lain dari alat musik Jawa. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
mendefinisikan jenis kelamin. Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Penerbit: Difa Publisher, 2008, cet. Ke-3,hal. 322. Lihat juga Pustaka Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007, Penerbit: Balai Pustaka, edisi ke-3, hal.353.
23
. Arif Budiman, Pembagian Kerja Seksual, 1985, Penerbit: PT. Gramedia, hal. 56.
24
. Dewi Puspitasari, Gender Dan Seksualitas: Sebuah Perspektif Islam ( J udul Asli: Gender And
Sexuality: An Islam Perspektif Oleh Ahmad Shehu Abd ulssalam). t.t, hal. 1.
25
. Mansour Faqih, Analisis Gender dan Tranformasi Sosial, 2003, Penerbit: Pustaka Pelajar, cet.
Ke-7, hal. 8.
17
Jender merupakan konsep yang menggambarkan relasi antara laki-laki dan
perempuan yang dianggap memiliki perbedaan menurut konstruksi sosial-budaya yang
meliputi perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab.
26
Pemahaman yang akan di dapat
dari pernyataan Kholid Hidayatulloh adalah bahwa gender bukan bersumber dari Tuhan
namun ia akan muncul sewaktu-waktu tergantung dari sosial-budaya yang ada.
Dari berbagai definisi di atas maka gender dapat diartikan jenis kelamin seseorang
yang timbul atau tidak timbul dengan dipengaruhi oleh budaya setempat atau lingkungan
dimana seseorang tinggal. Kesimpulan dari berbagai definisi yang ada menurut M.
Nasaruddin Umar adalah jender merupakan konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dengan melihat sosial-budaya dan
kesimpulan ini menafikan adanya faktor biologis.
Menurut Lindsey sebagaimana yang dikutip M. Nasaruddin Umar di dalam
bukunya yang berjudul Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an menyatakan
bahwa sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dari segi anatomi biologi. Sex lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek
biologis seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh,
anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya.
27
Yang perlu digaris bawahi, jika yang di maksud adalah sex maka artinya sesuatu
yang sudah terjadi dan menjadi predistinasi manusiadan bukan sesuatu yang datang dari
hasil transformasi sosial-budaya masyarakat setempat. Hal inilah yang membedakan
antara sex dan jender.
Studi jender lebih menekankan kepada aspek maskulinitas atau feminitas
seseorang. Berbeda dengan studi sex yang lebih menekankan kepada perkembangan
aspek biologis.
Sedangkan feminisme lebih merupakan sebuah organisasi yang datang dengan
harapan perempuan ingin mengangkat martabat perempuan yang telah termarjinalkan
oleh kaum misogonis.
26
. Kholid Hidayatulloh, Kontektualisasi ayat-ayat Jender Dalam Tafsir al-Ma nnar, 2012, Penerbit:
el-Kahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam), hal.33.
27
. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an, 2001, penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 35.
18
Lebih lanjut feminisme adalah sebuah paham yang menghendaki kesetaraan peran
antara laki-laki dan perempuan. Secara etimologis kata “feminisme” berasal dari bahasa
Latin yaitu femina yang berarti “perempuan” atau “wanita” serta “memiliki sifat
keperempuanan”.
28
Munculnya golongan feminisme merupakan sebuah protes terhadap perlakuan
diskriminatif kaum laki-laki terhadap perempuan. Perbedaan biologis sering dijadikan
landasan dalam memilah wilayah pekerjaan laki-laki dan perempuan. Feminisme melihat
bahwa adanya distorsi sejarah melalui konstruksi social dan budaya yang menampilkan
perempuan sebagai mahluk yanglemah lembut, gemulai,cantik, emosional, keibuan dan
lebih senang duduk di rumah yang mengakibatkan bahwa derajat tertinggi perempuan
adalah menjadi urusan rumah tangga. Sebaliknya laki-laki dianggap memiliki kekuatan
lebih seperti rasional, jantan, perkasa dan lainnya, karenanya laki-laki berhak menjadi
penguasa atau pemimpin.
Pemahaman yang kurang sejuk diatas membuat kaum feminisme terpanggil untuk
mencoba merobek jala cengkraman laki-laki, mengangkat martabat perempuan, mereka
yakin bahwa peran laki-laki dan perempuan sama dan yang membedakan dimata Tuhan
hanyalah ketakwaan.
Feminisme
29
lahir pada abad ke-14 dimana bermula dengan memfokuskan kepada
perbaikan nasib perempuan sebagai manusia semata. Dengan berkembangnya waktu pada
abad ke-19 ia lebih menekankan kepada perbuatan misoginis dengan bersamaan pula
muncul studi ilmiah tentang feminism yang dikaitkan dengan gender dan upaya
penyerataan gender (equal right feminism. Di Amerika Serikat tatkala itu baru
memfokuskan diri pada upaya agar perempuan mempunyai hak memilih (the right to
28
. Nina M. Armando dkk, Ensiklopedi Islam,2005, Penerbit: PT. Ichtiar Baru Van Houve, hal. 158.
29
. Adapun teori-teori yang termasyhur dan menjadi landasan kaum feminisme sebagai berikut:
pertama: Gender Theory – teori ini mencoba untuk merekonstruksi pemahaman yang mengatakan bahwa
factor biologislah yang menjadikan peran perempuan tidak sebagaimana mestinya, namun yang
membedakan adalah realita social, budaya, politik dan lain sebagainya. Kedua: Mainstream Feminist
Theory – teori ini berupaya memasukkan istilah-istilah feminis kedalam ilmu pengetahuan tradisional
(masih bersifat umum) dengan memodifikasinya denganvisi dan misi gerakan feminism tersebut. Ketiga:
Soft Feminist theory – teori ini setidaknya mengakui kesetaraan gender tetapi masih dalam ruang lingkup
pengasuhan. Keempat: Liberal Feminist Theory – teori ini mencoba menghapus adanya pendistorsian peran
perempuan baik dalam sector public maupun sector domestic serta akhirnya kesamaan peran perempuan
dengan laki-laki. Kelima: Socialist Feminist Theory – teori ini melihat bahwapermasalah pada dominasi
seksual (laki-laki dan perempuan) terletak pada dinamika kelas, oleh karena itu urusan rumah tangga harus
menjadi industri sosial dan urusan asuh-mengasuh menjadi urusan publik. Keenam: Radikal Feminist
Theory – teori ini melihat bahwa sumber masalah adadan terletak pada laki-laki semata.
19
vote) dan pada tahun 1920-an perempuan Amerika mendapatkan perizinan untuk
memilih. Namun mulai abad ke-14 sampai ke-19 barulah sekedar gerakan yang masih
jauh dari harapan perempuan. Pada tahun 1960-an di anggap banyak kalangan ilmuwan
bahwa lahirnya feminisme dan saatnya menguatkan feminism liberal di Amerika.
Amerika Serikat telah memunculkan gerakan yang meletakkan feminisme sebagai bagian
dari hak sivil (civil right) dan kebebasan seksual (sexual liberation) . Beberapa selang
kemudian angka tenaga kerja perempuan meningkat duakali lipat dibandingkan dengan
sebelumnya. Lalu beberapa kaum Feminisme bangkit untuk memperjuangkan hak
pengasuhan terhadap anak, kesehatan, pendidikan. Berjalan seiring waktu gerakan ini
merembes ke Eropa, Australia dan dengan ditandai terbitnya buku The Feminist Mystique
karangan Betty Friedan.
30
b. Latar belakang munculnya wacana gender dalam Islam
Aspek pembahasan mengenai latar belakang wacana gender merupakan hal yang
signifikan, mengingat signifikansi wacana gender yang berakhir pada keselarasan dengan
ide atau tujuan al-Qur’an diturunkan – hal ini jugamengakibatkan perlunya pemakalah
memaparkan sepintas perjalanan sejarah mulai dari jazirah Arab sampai Islam hadir
dengan menghapus pengsubordinasian terhadap perempuan.
Sejarah Jazirah Arab
Jazirah Arab atau yang juga kita kenal dengan semenanjung Arab adalah sebuah
semenanjung terbesar dalam peta dunia yang merupakan semenanjung barat daya Asia.
Dengan luas wilayah 1.745.900 km², dihuni oleh sekitar empat belas juta jiwa
31
.
Monoteisme menjadi agama pada saat itu dimana kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa atau di dalam al-Qur’an dikenal dengan sebutan agama yang hanif
(condong kepada kebenaran). Namun seiring berputarnya waktu sedikit demi sedikit
kepercayaan mereka pudar dan menggantinya dengan menyembah berhala, kepercayaan
fundamentalnya tetap ada – mereka mengakui ke-EsaanTuhan namun mereka disamping
itu mereka lebih tertarik kepada tuhan yang bersifat nyata, sebagaimana al-30
. Lihat Nina M. Armando dkk, Ensiklopedi Islam,2005, Penerbit: PT. Ichtiar Baru Van Houve –
Jakarta, hal. 159.
31
. Philip K. Hitti, History Of The Arabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Slamet
Riyadi, 2010, Penerbit: PT. Serambi Ilmu Semesta, hal. 16.
20
Qur’anmerekam kejadian demikian pada surah al-Zukruf ayat 87 yang artinya: Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: siapakah yang menciptakan mereka, niscaya
mereka menjawab:Allah, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyemba
Allah)?”.
Sesembahan terus berlanjut dan menyebar serta beberapa berhala diletakkan di
dalam Ka’bah oleh seorang pedagang yang kaya raya saat itu bernama Amr bin Luhay
dari suku Khuza’ah, tatkala beliau berkunjung ke kota Syam, disanalah ia tertarik kepada
sesembahan dan tradisi melekat dalam jiwanya. Karena kehormatan dan
kemuliaannyamaka penduduk Makkah khususnya mengikuti tradisi yang dibawanyanya
dan dipraktekkan. Tradisi demikian sampai ke pelosok-pelosok jazirah Arab dan
memunculkan beragam berhala.
32
Adapaun berhala-berhala yang sangat diagungkandan
dikenal dengan sebutan “Tiga Anak Perempuan Allah” yaitu al-Uzza, al-Lat dan alManat. Ketiga nama berhala-berhala tersebut telah di jelaskan dalam al-Qur’an pada
surah al-Najm ayat 19-21.
33
Sejarah Mesopotamia
Sejarah dunia Arab mengharuskan pula kita berbicarasejarah klasik Mesopotamia,
yang secara tata letak daerah Mesopotamia bersebelahan dengan jazirah Arab.
Mesopotamia menjadi tolak ukur sejarah peradaban dan kebudayaan umat manusia.
Transformasi tradisi dan hukum yang pernah ada di Mesopotamia menjadikan pengaruh
Mesopotamia dapat diperhitungkan.
Awal dari sejarah peradaban masyarakat Mesopotamia berkisar pada tahun 3500-2400 SM. Masyarakat tatkala itu mempunyai prilaku berburu untuk laki-laki dan meramu
untuk perempuan. Ciri khas dari masyarakat ketika itu masih bersifat egaliter, penindasan
berdasarkan kelas dan jenis kelamin masih relatif sedikit. Kemudian suku-suku
diperkirakan sudah ada tetapi masih dihimpun oelh satu ikatan suci yang bersifat
universal, sehingga membentuk suatu masyarakat yang dikenal dengan sebutan temple
city .
Nabi Ibrahim as diperkiran lahir di kawasan Mesopotamia dan Nabi Ibrahim di
kenal dengan sebutan “Bapak Patriarki”. Ia lahir pada tahun 4000 dan 1000 tahun SM.
32
. Saifyur Rahman Mubarakfuri, Ar Rahikul Makhtum, 2005, hal. 7
33
. Philip K. Hitti, History Of The Arabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Slamet
Riyadi, 2010, Penerbit: PT. Serambi Ilmu Semesta, hal. 123-124.
21
Perubahan gaya hidup masyarakat ketika itu bisa dilihat dengan bertambahnya penduduk
dan binatang-binatang buas mulai terjinakkan, ikatan kekeluargaan (kinship/al-Qarabah)
mulai terkonsolidasi dan pada saat bersamaan telah muncul kekaisaran (empire).
34
Sejarah Hammurabi
Pada tahun 1795 muncul seorang tokoh yang sangat populer bernama Hammurabi,
ia wafat pada tahun 1750 SM.Hammurabi adalah penguasa yang menciptakan kebesaran
Babilonia kuno, metropolis pertama di dunia. Banyak peninggalan pemerintahan
Hammurabi (1795-1750 BC) yang telah dilestarikan, dan saat ini kita dapat mempelajari
raja yang luar biasa ini sebagai pembuat hukum tertulis yang terkenal dengan sebutan
Kode Hammurabi (The Code Of Hammurabi) . Meski untuk zaman sekarang Kode
Hammurabi terasa bengis dan hanya menuruti rasa dendam saja tapi tujuan hukum ini
sebenarnya untuk melindungi segenap wargaBabilonia dari perbuatan kriminal. Yang
membuat kita terperangah hukum Hammurabi begitu rinci sehingga seolah-olah ingin
menjangkau semua segi kehidupan masyarakat. Tampaknya Hammurabi tak ingin
tanggung-tanggung. Dia ingin semuanya bisa diatur dalam sebuah sistem hukum yang
komplit sehingga tidak satupun segi kehidupan masyarakat yang lolos dari
pengaturan.Kode itu dipahat pada monumen batu hitam, setinggi 8 kaki. Jelas ini
dirancang supaya dapat dijangkau pandangan publik. Batu yang terkenal ini ditemukan
pada tahun 1901, bukan di Babylonia, tapi di sebuah kota pegunungan Persia, yang
diduga dibawa oleh para penakluk. Kalimat-kalimat hukum yang terpahat di monumen
itu dimulai dan diakhiri dengan pujian pada Tuhan. Bahkan sebuah kode hukum
digunakan sebagai bahan untuk berdoa walaupun doa itu terutama berisi celaan terhadap
siapapun yang melanggar dan menghancurkan hukum. Kode itu kemudian mengatur
garis-garis yang tegas dan definitif terhadap organisasi masyarakat. Hakim yang
membuat kesalahan dalam suatu kasus hukum bisa dicopot dari jabatannya untuk
selamanya, dan didenda dalam jumlah yang besar. Saksi yang memberikan keterangan
palsu dihukum mati.Memang semua kejahatan yang dianggap berat dapat dijatuhi
hukuman mati. Seperti contoh apabila seorang membangun rumah dengan buruk dan
34
. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an, 2001, penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 94.
22
roboh dan membunuh pemiliknya pembangun rumah itu akan dibunuh. Apabila putra
pemilik terbunuh, maka putra pembangun rumah juga harus dibunuh.
35
Salah satu pemikir yang mengkompromikan antara ide-ide dasar dalam Kode
Hammurabi dengan Shuhuf Ibrahim adalah I.R. dan L.L. al-Faruqi. Nilai-nilai dari
hukum yang digagas oleh Hammurabi merembes sampai kawasan Timur Tengah, yang di
dalamnya termasuk kitab klasik bahkan Kitab Talmud, kitab-kitab tafsir dan lain
sebagainya.
36
Sejarah Asyiria
Pada tahun 1000 SM pula muncul suatu kerajaan baru yang lebih kuat dan dominan
dengan nama Kerajaan Asyria. Usia kerajaannya diperkirakan mulai tahun 911 dan 612
SM. Luas kerajaannya menjangkau wilayah Irak, Iran bagian Barat sampai Mesir. Kode
Asyria merupakan tiruan dari Kode Hammurabi. Salah satu kodenya adalah bahwa status
atau peran perempuan masih terkalahkan dengan laki-laki yang lebih dominan. Louis M.
Epstein sebagaimana yang dikutip Nasaruddin Umar bahwa peraturan yang digunakan
Kerajaan Asyria sampai pada hal-hal yang bersifat individual seperti berbusana, wanita
keluar harus menggunakan kerudung.
37
Sejarah Achemid
Sejarah Kerajaan Achemid muncul pada abad ke-6 SM, usia kerajaan ini
diperkirakan pada tahun 550 sampai 331 SM. Wilayah kekuasaannya mulai Iran bagian
selatan memanjang ke Timur Tengah dan tempat huniandi sepangjang pinggiran sungai
Nil dan Dardanella. Namun kerajaan ini tidak bertahan lama dikarenakan pada zamannya
muncul seorang yang karismatik bernama Alexander Agung murid dari Aristoteles.
Beberapa saat setelah munculnya Alexander Agung ini maka munculnya kekuatan
terbesar di dunia yaitu Kerajaan Romawi-Bizantium dan Kerajaan Sasania-Persia.
35
. Jurnal Lillian Goldman Law Library – Yale Law School oleh Charles F. Horne,The Code of
Hammurabi: Introduction, 1915, di ambil pada Jam 01.30 (am) WIB tanggal 14-03-2013.
36
. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an, 2001, penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 96.
37
. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an, 2001, penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 99.
23
Perempuan pada zaman ini masih termarginalkan dan dipojokkan. Perempuan
merupakan “jenis kelamin kedua” yang mengharuskan tunduk dibawah otoritas lakilaki.
38
Sejarah Islam
Keadaan destabilisasi pada zaman sebelumnya yang menyimpan nilai-nilai ajaran
Mesopotamia dan dikuatkan dengan kerajaan selanjutnya, dengan perlahan terhapus
tatkala al-Qur’an diturunkan, diturunkannya al-Qur’an pada saat dimana keadaan dunia
internasional diwarnai dengan persaingan. al-Qur’an menghapus prilaku yang
delinkuensi, peraturan yang melanggar harus dihapuskan, sebagaimana pemakalah telah
paparkan diawal mengenai tujuan al-Qur’an diturunkan.
Kerajaan Romawi dibagian Eropa Barat dalam keadaan lemah. Gregorius yang
Agung yang menjadi Paus di Roma tetap berada dibawah kontrol dan kekuasaan Romawi
Timur yang berpusat di Konstantinopel. Kerajaan inipernah menguasai Asia kecil, Syria,
Mesir, Eropa Tenggara sampai ke Danube, dan beberapa pulau di Laut Tengah, wilayah
di Italia dan pantai Afrika Utara. Sementara saingan berat kerajaan Romawi adalah
Kerajaan Persia di bagian Timur yang menguasai daerah-daerah di Irak yang kaya
membujur ke Afghanistan dan Sungai Oxus.
Persaingan antara Kerajaan Romawi dengan Kerajaan Persia sering diibaratkan
dengan persaingan antara Blok Soviet dan kekuatan Atlantis dalam era Perang Dingin.
Dengan persaingan ketat antara kedua kerajaan tiba-tiba muncul seorang yang gagah
berani sebagai utusan Tuhan guna memberantas akhlak yang tercela, tiba-tiba sisa-sisa
Kerajaan Persia melakukan negoisasi untuk memperoleh dukungan dan legitimasi
terhadap wilayah-wilayah yang ia kuasai dan mereka bersedia masuk ke dalam Islam.
39
Keyakinan terhadap diri Nabi Muhammad Saw, hal itu dikarenakan produk yang
ditawarkan Nabi Muhammad berupa pembebasan dan peniadaan penindasan menjadikan
Nabi Muhammad Saw diperhitungkan dalam memimpin sebuah proyek. Itulah
kecerdasan Nabi yang Tuhan ikut andil dalam sepak terjangnya – mampu menawarkan
sebuah produk yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.Ide ketimpangan gender dengan
38
. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an, 2001, penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 100.
39
. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an, 2001, penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 101-105.
24
ide al-Qur’an selaras yaitu yang membedakan di mata Allah hanyalah Takwa kepadaNya.
B. Identifikasi Ayat-Ayat Gender Di Dalam al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah relasi gender
masih terpisah-pisah. Ayat-ayat gender dipilih secara non-biologis bukan biologis, karena
gender yang menjadi penekanan pemakalah kali ini adalah perbedaan antara sex dan
gender walaupun secara etimologi mempunyai arti yang sama sebagaimana yang telah
pemakalah jelaskan diatas.
Fungsi, peran, dan relasi gender dan yang tidak berkaitan dengan faktor biologis,
sesuatu yang bisa diciptakan dan mendapatkan adanya ketimpangan maka kita akan
temukan ayat-ayat seperti istilah al-Rajul/al-Rijal dan al-Mar’ah/al-Nisa , al-Dhakar dan
al-Untha, termasuk gelar untuk laki-laki dan perempuan, seperti suami (al-Zawj) dan
isteri (al-Zawjah) , ayah (al-Ab) dan ibu (al-Umm) , saudara laki-laki (al-Akh) dan saudara
perempuan (al-Ukht), kakek (al-Jadd) dan nenek (al-Jaddah) , muslim laki-laki (alMuslim/al-Muslimun) dan saudara perempuan (al-Muslimah/al-Muslimat), laki-laki
beriman (al-Mukmin/al-Mukminun) dan perempuan beriman (al-Mukminah/alMukminat) . Demikian pula ditambahkan dengan kata ganti baik laki-laki atau perempuan
seperti dhamir mudhakkar dan kata ganti untuk perempuan dinamakan dhamir
mu’annath.
40
Para pemikir yang menyodorkan wacana gender atau menawarkan ide gender
seperti Muhammad Abduh (1266 H/1849 M-W. 1905 M) dan Muh. Rasyid Rida (w. 1354
H/1935 M),
41
Qosim Amin,
42
keduanya merupakan titik awal kebangkitan pemikir gender
di dunia Islam. Setelah keduanya dilanjutkan oleh para pemikir dari berbagai negara
mulai Mesir yang dikenal dengan nama Nawal al-Sa’dawi lewat karya monumentalnya.
Setelah itu muncullah Nasr Hamid Abu Zayd, Fatimah Mernissi, Muhammad Syahrur,
40
. Kholid Hidayatulloh, Kontektualisasi Ayat-Ayat Jender Tafsir al-Mannar, 2012, Penerbit: elKahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam), hal. 34.
41
. Muhammad Abduh, Tafsir al-Mannar, 2007, Beirut: Dar al-Fikr.
42
. Tahrir al-Mar’ah dan al-Mar’ah al-Jadidah
25
Riffat Hasan telah menjadi rujukan oleh banyak aktifis feminis asal Indonesia dari segi
metodelogi dalam penafsiran ayat-ayat yang berwawasan jender.
43
C. Redaksi Al-Qur’an Dalam Mengungkapkan Kata-Kata Gender
Adapun yang dimaksud dengan redaksi al-Qur’an dalammengungkapkan kata-kata
gender adalah bagaimana al-Qur’an membicarakan gender lewat simbol-simbol atau
ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai gender dan sex. Kedua hal tersebut menurut
pemakalah sudah cukup untuk membedakan antara pengertian sex dan gender melalui alQur’an. Istilah-istilah gender dan sex yang sering digunakan dalam al-Qur’an antara lain
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Al-Rijal dan al-Nisa
a. Al-Rijal
Kata al-Rijal bentuk jamak dari kata al-Rajul , berasal dari akar kata ل ج ر yang
mempunyai derivasi seperti rajala (mengikat), rajila (jalan kaki), tarajjala (turun atau
mendarat), al-Rijl (telapak kaki), al-Rijlah (tumbuh-tumbuhan), dan kata al-Rajul
mempunyai arti laki-laki.
44
Menurut Samih Athif al-Zain di dalam Mu’jam Tafsir Mufradat Alfadhil al-Qur’an
al-Karim menyatakan bahwa al-Rajul khusus untuk laki-laki dari manusia atau laki-laki
secara keseluruhan, sebagaimana ayat L ر 6 C / 6 و dan beliau
melanjutkan bahwa perempuan yang menyerupai laki-laki atau perempuan yang memiliki
sifat laki-laki diungkapkan dengan M 2 ! N - G آ اذا ةء 0 ا G F
ا %أ.
45
Ibnu Mandzur dalam Lisanul al-Arab mengatakan bahwa al-Rajul lawan dari kata
al-Mar’ah dari jenis manusia.Beliau mengutip ayat dalam al-Qur’an surah al-Baqarah
ayat 282 yang berbunyi
/ ر ( (.$ O او$ -Oاو (Dan persaksikanlah dengan dua
43
. Kholid Hidayatulloh, Kontektualisasi Ayat-Ayat Jender Tafsir al-Mannar, 2012, Penerbit: elKahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam), hal. 35-36.
44
. Lihat kamus al-Munjid Fi al-Lughati Wa al-A’laam , 2007, penerbit: Maktabah al-Syarqiyah –
Beirut, hal. 251.
45
. Samih Athif al-Zain, Mu’jam Tafsir Mufradat Alfadhil al-Qur’an al-Karim, 2007, Penerbit: Dar
al-Kitab al-Misri & Dar al-Kitab al-Lubnani, hal. 408.
26
orang saksi dari laki-laki di antaramu). Kataal-Rajul menuntut sebuah sifat kedewasaan
seseorang dan seseorang dewasa dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya.
46
Dengan
demikian kata al-Rajul termasuk juga kategori al-Dzakar tetapi tidak semua al-Dzakar
masuk dalam kategori al-Rajul.
Kata ل ج ر di dalam al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Fadzil al-Qur’an al-Karim
dengan berbagai bentuk maksud dan tujuan yang berbeda-beda ditemukan sebanyak 73
kali,
47
sedangkan di dalam Mu’jam Alfadzil al-Qur’an al-Karim ditemukan sebanyak 71
kali,
48
meliputi: Qs. al-Baqarah/2: 282; Qs. al-Nisa/4: 12; Qs. al-A’raf/7: 63; Qs. al-
A’raf/7: 69; Qs. Yunus/10: 2; Qs. Hud/11: 78; Qs. al-Mu’minun/23: 25; Qs. alMu’minun/23: 38; Qs. al-Qashashas/28: 20; Qs. al-Ahzab/33: 4; Qs. Saba/34: 7; Qs.
Saba/34: 43; Qs. Yasin/36: 20; Qs. al-Zumar/39: 29; Qs. Ghafir/40: 28; Qs. alZukhruf/43: 31; Qs. al-An’am/7: 9; Qs. al-A’raf/7: 155; Qs. al-Isra/17: 47; Qs. alKahfi/18: 37; Qs. al-Furqon/25: 8; Qs. al-Zumar/39: 29; Qs. al-Zumar/39: 29; Qs.
Ghafir/40: 28; Qs. al-Maidah/5: 23; Qs. al-Baqarah/2: 282; Qs. al-Nahl/16: 76; Qs. alKahfi/18: 32; Qs. al-Qashashas/28: 15; Qs. al-Baqarah/2: 228; Qs. al-Nisa/4: 7; Qs. alNisa/4: 32; Qs. al-Nisa/4: 34; Qs. al-Nisa/4: 75; Qs. al-Nisa/4: 98; Qs. al-A’raf/7: 46; Qs.
al-A’raf/7: 81; Qs. al-Taubah/9: 108; Qs. al-Nur/24: 31; Qs. al-Nur/24: 37; Qs. alNaml/27: 55; Qs. al-Angkabut/29: 29; Qs. al-Ahzab/33: 23; Qs. al-Fath/48: 25; Qs. alJin/72: 6; Qs. al-Jin/72: 6; Qs. al-Baqarah/2: 239;Qs. al-Nisa/4: 1; Qs. al-Nisa/4: 186;
Qs. al-A’raf/7: 48; Qs. Yusuf/12: 109; Qs. al-Nal/16: 43; Qs. al-Anbiya/21: 7; Qs. alHajj/21: 27; Qs. Shad/38: 62; Qs. al-Baqarah/2: 282; Qs. al-Ahzab/33: 40; Qs. Shad/38:
42; Qs. al-Nur/24: 45; Qs. al-A’raf/7: 195; Qs. al-Maidah/5: 6; Qs. al-An’am/6: 65; Qs.
al-A’raf/7: 124; Qs. Taha/20: 71; Qs. al-Syu’ara/26: 49; Qs. al-Maidah/5: 33; Qs. alMaidah/5: 66; Qs. al-Nur/24: 24; Qs. al-Angkabut/29: 55; Qs. Yasin/36: 65; Qs. alNur/24: 31; Qs. al-Mumtahanah/60: 12; Qs. al-Isra’/17: 64. Namun menurut M.
Nasaruddin Umar ayat yang menunjukkan dan mempunyaiketerkaitan dengan laki-laki
sebanyak 55 kali.
49
Al-Rajul dalam arti gender laki-laki
Kata al-Rajul di dalam al-Qur’an dengan konotasi jender sebagai berikut:Qs. alBaqarah/2: 282; Qs. al-Baqarah/2: 228; Qs. al-Nisa/4: 32; Qs. al-Nisa/4: 34; Qs. alNisa/4: 75; Qs. Qs. al-A’raf/7: 46; al-Taubah/9: 108; Qs. al-Ahzab/33: 4; dan Qs. al-46
. Ibnu Mandzur, Lisanul al-Arab,2003, Penerbit: Dar al-Hadist, jilid IV, hal. 83.
47
. Muh. Fuad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfadzi al-Qur’an al-Karim ,1996, Penerbit:
Dar al-Hadist, Hal. 371-373.
48
. Ramzy Sayyid al-Sya’ban dkk, Mu’jam Alfadzil al-Qur’an al-Karim, 1990, Penerbit: Majmu’ alLughatul al-Arabiyah –Mesir.
49
. M. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an, 2001, Penerbit:
Paramadina, hal. 147.
27
Shad/38: 62. Namun ayat Qs. al-Nisa/4: 34 ini selalu dijadikan argumentasi dalam
masalah gender, berbagai pemikir mencoba menafsirkan guna mencari solusi.
ن ا 9 ل ا M
P >ا !P2 0 ء 6 ا
ا أ ( ا *? أ 0 و
-69 G4 Q 2 R S ?% G (هو Cهاو (ه 2 (هز ن 2 UF - او >ا V?% 0
ا N 0
>ا نا L N (
ا SNF L2
/6 Wأ ن 2 (ه Xاو Y P0 ا 2 .
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.Sebab itu maka perempuan yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka.
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuz nya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Secara normatif al-Qur’an memihak kesetaraan status antara laki-laki dan
perempuan, tetapi secara kontekstual dinyatakan adanya kelebihan dalam hal tertentu
antara laki-laki dan perempuan. Para mufasir klasikhanya memahami ini secara normatif,
misalnya para fukaha memberikan status yang lebih tinggi unggul bagi laki-laki, yakni
suami sebagai qawwamun . Asgar Ali Engineer mengkritik metode para mufasir yang
hanya memahami ayat dengan nilai teologis dan mengkesampingkan nilai sosial-budaya
dimana mereka bertempat tinggal.
50
Husein Muhammmad di dalam bukunya menyatakan bahwa qawwam dalam ayat
tersebut berarti pemimpin, penanggung jawab, pengatur dan pendidik. Kategori-kategori
ini sebenarnya tidaklah menjadi persoalan yang serius dikala keadilan ditegakkan dan
hilangnya diskriminatif. Akan tetapi, secara umum para ahli tafsir superioritas laki-laki
atas perempuan bersifat mutlak. Beliau juga mengutip pandangan Fakhruddin al-Razi di
50
. Asghar Ali Engineer, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, 1994,terj. Farid Wajdhi dan Cici Farkha
Assegaf,Penerbit: Bentang Budaya – Yogyakarta. hal.57.
28
dalam al-Tafsir al-Kabir bahwa laki-laki lebih di unggulkan pada dua aspek, yakni ilmu
pengetahuan dan kemampuan.
51
Kalau kita lihat sejarah bahwa zaman telah berubah dan perempuan dimana-mana
banyak menaruhkan prestasi, namun akankah perempuan terus hidup dalam bayangbayang fatamorgana diskriminatif? Hal nilah yang seharusnya menjadi pertimbangan
kaum laki-laki dan pada dasarnya keduanya tidak bisa disamakan karena dari awalnya
sudah berbeda, solusinya adalah laki-laki-laki berprofesi sebagaimana takdirnya dan
perempuanpun demikian, keduanya ibarat sepasang sandal salah satunya tidak bisa
dipisahkan dan yang sangat esensial adalah laki-laki adalah sebagai pena sedangkan
perempuan menjadi kertasnya.
Menurut kalangan tekstualis, termasuk di dalamnya mufassir klasik, ayat ini adalah
bukti nyata bahwa Al-Qur’an betul-betul menyatakan bahwa laki-laki lebih utama
daripada perempuan. Penyebutan Al-Qur’an “laki-laki adalah pemimpin perempuan”
adalah satu bentuk perintah Allah kepada laki-laki untuk mengatur segala hal yang
berkenaan dengan perempuan. Karena itu juga, menjadi otomatis bahwa perempuan sama
sekali tidak diperkenankan untuk menjadi pemimpin. Perempuan ada dan berada hanya
untuk menjadi makmum atau pihak yang dipimpin. Kesimpulannya, selamanya laki-laki
adalah superior dan perempuan inferior.
52
Al-Rajul dalam arti seseorang, baik laki-laki maupun perempuan
Kata al-Rajul di dalam al-Qur’an dengan konotasi orang (baik laki-laki atau
perempuan) sebagai berikut: Qs. al-A’raf/7: 46;Qs. al-Taubah/9: 108;Qs. al-Ahzab/33: 23
dan Qs. al-Shad/38: 62.
-6. (
6 و N4 P9 (
602 >ا او$ه
ا 9$@ ل ر ( 6 [0 ا (
F ا $ و L.$N
Artinya: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menempati apa
yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di
51
.Husein Muhammad,Fiqh Perempuan – Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender.2012,
Penerbit: PT. LKIS, hal. 24.
52
. Mamang M. Haerudin, Menghindari Tafsir Bias Gender: Rekontekstualisasi Dalam Menangkap
Misi Ramah Perempuan Dalam al-Qur’an dalam Jurnal Equalita Pusat Studi Gender (PSG) IAIN Syekh
Nurjati Cirebon, Edisi Juli 2012, hal.
29
antara mereka ada pula yang menunggu-nunggudan mereka sedikitpun tidak mengubah
janjinya.
Al-Rajul dam arti Nabi atau Rasul
Kata al-Rajul di dalam al-Qur’an dengan konotasi Nabi atau Rasul, yakni: Qs. alAnbiya/21: 7; Qs. Saba/34: 7; Qs. al-A’raf/7: 63; Qs. al-A’raf/7: 69; Qs. Yunus/10: 2; Qs.
al-Mu’minun/23: 25; Qs. al-Mu’minun/23: 38; Qs. Saba/34: 43; Qs. al-Zukhruf/43: 31;
Qs. al-An’am/6: 9; Qs. al-Isra/17: 47; Qs. al-Furqon/25: 8; Qs. Yunus/12: 109; Qs. alNahl/16: 43.
ن 0 F 5
-6آ نا آ\ ا !هأ ا A 2
ا % 5 ر 5ا N9 6 رأ و
Artinya: Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan
beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.
Ayat diatas mengisyaratkan adanya pengtakhsisan kepada kata 5 رuntuk
membedakan antara laki-laki dari bangsa manusia dengan laki-laki bangsa jin, malaikat
dan lainnya dan penugasan mengenai wahyu tidak pernah disampaikan kecuali kepadamu
laki-laki wahai Muhammad, kesemuan utusan-Nya dari satu jenis yaitu laki-laki.
53
Al-Rajul dalam arti penguasa
Kata al-Rajul di dalam al-Qur’an dengan konotasi penguasa atau pemimpin,
yakni:Qs. al-Maidah/5: 28;Qs. al-A’raf/7: 48; Qs. al-A’raf/7: 155; Qs. al-Nahl/16: 76; Qs.
al-Kahfi/18: 32; Qs. al-Kahfi/18: 37; Qs. al-Qashash/28: 20; Qs. al-Ahzab/33: 40; Qs. alAhzab/33: 23; Yasin/36: 20; Qs. al-Mu’min/40: 28; Qs. al-Ghafir/40: 28; Qs. al-Jin/72: 6.
( 0 ا NFا م 9 . ل 9 . ! ر 6.$0 ا Q9أ ( ء و
Artinya: Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas,
ia berkata: Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu.
Al-Rajul dalam arti budak
Kata al-Rajul di dalam al-Qur’an dengan konotasi budak, yakni: Qs. al-Zumar/39:
29; Qs. al-Nisa/4: 1; dan Qs. al-Naml/27: 55.
. ! ر 6.$0 ا Q9أ ( ء و ( 0 ا NFا م 9 . ل 9
53
. Muh. Nawawi al-Jawi, al-Tafsir al-Munir Li Ma’alimi al-Tanzil, 2007, Penerbit: Dar al-Fikr, juz
II, hal. 39.
30
Artinya: Allah membuat perumpamaan yaitu seorang laki-laki (budak) yang
dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak
yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); adakah kedua budak itu sama
halnya? Segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
b. Al-Nisa
Kata al-Nisa adalah bentuk jamak dari kata al-Mar’ah yang berarti perempuan
yang sudah dewasa. Di dalam Mu’jam al-Mufahras Li Alfadzil al-Qur’an ditemukan
sebanyak 59 kali, yakni: Qs. al-Baqarah/2: 222; Qs.al-Baqarah/2: 231; Qs. al-Baqarah/2:
232; Qs. al-Baqarah/2: 235; Qs. al-Baqarah/2: 236; Qs. Ali Imran/3: 13; Qs. Ali Imran/3:
42; Qs. al-Nisa/4:1; Qs. al-Nisa/4: 3; Qs. al-Nisa/4: 4; Qs. al-Nisa/4: 7; Qs. al-Nisa/4: 11;
Qs. al-Nisa/4: 19; Qs. al-Nisa/4: 22; Qs. al-Nisa/4: 24; Qs. al-Nisa/4: 32; Qs. al-Nisa/4:
34; Qs. al-Nisa/4: 43; Qs. al-Nisa/4: 75; Qs. al-Nisa/4: 98; Qs. al-Nisa/4: 127; Qs. alNisa/4: 127; Qs. al-Nisa/4: 129; Qs. al-Nisa/4: 176; Qs. al-Maidah/5: 6; Qs. al-A’raf/7:
81; Qs. al-Nur/24: 31; Qs. al-Nur/24: 60; Qs. al-Naml/27: 55; Qs. al-Ahzab/33: 30; Qs.
al-Ahzab/33: 32; Qs. al-Ahzab/33: 32; Qs. al-Ahzab/33: 52; Qs. al-Ahzab/33: 59; Qs. alFath/48: 25; Qs. al-Hujurat/49: 11; Qs. al-Hujurat/49: 11; Qs. al-Thalaq/65: 1; Qs. alBaqarah/2: 49; Qs. Ali Imran/3: 61; Qs. al-A’raf/7: 141; Qs. Ibrahim/14: 6; Qs. Ali
Imran/3: 61; Qs. al-A’raf/7: 127; Qs. al-Qashashas/28: 4; Qs. Ghafir/40: 25; Qs. alBaqarah/2: 223; Qs. al-Baqarah/2: 187; Qs. al-Nisa/4: 15; Qs. al-Nisa/4: 23; Qs. alNisa/4: 23; Qs. al-Thalaq/65: 4; Qs. al-Baqarah/2: 226; Qs. al-Mujadalah/58: 2; Qs. alMujadalah/58: 3; Qs. al-Nur/24: 31; Qs. al-Ahzab/33: 55.
54
Menurut Nasaruddin Umar
kata al-Nisa berbeda dengan kata al-Untha , al-Untha bersifat global yang di dalamnya
termasuk bayi sampai sudah usia lanjut, sedangkan kata perempuan atau al-Nisa
bermakna jender perempuan yang sepadan dengan kata al-Rijal .
55
Al-Nisa dalam arti jender perempuan
9]او نا$ ا ا ك F 0 R Q ء 6 و ن 9]او نا$ ا ا ك F 0 R Q ل ن
Xو ? N Q #آ وأ 6 !9 0
54
. Muh. Fuad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfadzi al-Qur’an al-Karim ,1996, Penerbit:
Dar al-Hadist, Hal. 793-794.
55
. M. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an, 2001, Penerbit:
Paramadina, hal.159.
31
Artinya: Bagi laki-laki ada hak dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagianyang telah ditetapkan.
Surah al-Nisa ayat 7 diatas mengindikasikan dan berkonotasi sosial, yang mana
dimasa lalu ketika ibu-bapak meninggal wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa
tidak mendapatkan bagian harta warisan, ayat ini turun sebagai tanggapan terhadap tradisi
jahiliyah yang merendahkan perempuan dengan dalih tidak mengikuti peperangan.
Sangatlah jelas ayat ini berhubungan dengan gender yang membicarakan sosial-budaya.
56
Lebih lanjut M. Quraisy Syihab di dalam tafsirnya menyatakan bahwa kata al-Rijal
diterjemahkan dengan laki-laki dan al-Nisa diterjemahkan dengan perempuan, ada yang
berpendapat bahwa perempuan di dalam ayat ini adalah perempuan dewasa dan ada pula
yang mengartikan dengan mencakup dewasa dan anak-anak, sedangkan M. Quraisy
Syihab sependapat dengan pendapat kedua. Selanjutnya penekanan beliau pada kata
faradha dan wajib, faradha berbicara kewajiban yang harus dipenuhi dikarenakan
bersumber dari sesuatu yang tinggi kedudukannya yaitu Allah sedangkan kata wajib
berbicara kewajiban yang tidak hanya fokus pada Tuhan semata namun pada lingkup
kosmos.
57
Al-Nisa dalam arti isteri-isteri
_ 9L
/ أ ا 0
او >ا ا *Fاو
/ ? ] ا $9و
-`O أ
/7 % ا FA2
/ ث %
آؤ
( 6 [0 ا و
Isteri-isterimu adalah (seperti) atanh tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tempat bercocok tanamanmu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang
yang beriman.
Kata al-Nisa dalam surah al-Baqarah ayat 223 di atas diartikan isteri-isteri,
sebagaimana halnya kata al-Mar’ah sebagai bentuk mufrad dari kata al-Nisa , hampir
56
. Muh. Rasyid Ridho, Tafsir al-Qur’an al-Karim , 2007, Penerbit: Dar al-Fikr, hal.1244
57
. M. Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah – Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Q ur’an, 2010, Penerbit:
Lentera Hati, cet III, jilid II, hal. 423-424.
32
seluruhnya berarti isteri, misalnya ط ةأ اdan ةأ ا ح . Kata al-Nisa yang berarti
isteri-isteri ditemukan disejumlah ayat, seperti dalam Qs. al-Baqarah/2: 187, 223, 226,
231 dan 236; Qs. al-Nisa/4: 15 dan 23; Qs. al-Ahzab/33: 30, 32 dan 52; Qs. Ali Imran/3:
61; Qs. al-Thalaq/65: 4; Qs. al-Mujadilah/58: 2 dan3.
Penggunaan kata al-Nisa lebih terbatas daripada kata al-Rijal , cakupan al-Rijal
sebagaimana yang telah dijelaskan diatas mengandungbeberapa pembicaraan sedangkan
kata al-Nisa hanya terpatok kepada dua pembicaraan yaitu jenderperempuan dan isteriisteri.
M. Quraisy Syihab menggunakan logika yang sangat bagus lagi sederhana tatkala
menafsirkan ayat diatas dengan kata kunci “tempat bercocok tanam”, bukan saja
mengisyaratkan bahwa anak yang lahir adalah buah dari benih yang ditanam ayah, isteri
hanya berfungsi sebagai ladang yang menerima benih.Jangan salahkan ladang bila yang
tumbuh apel padahal anda menginginka mangga karena benih yang anda tanam adalah
benih apel bukan benih mangga.
58
Dari pernyataan diatas pemakalah lebih condong ayat diatas masuk kedalam
kategori makna gender, karena sesuatu yang kita harapkan dan tak kunjung datang
disebabkan bukan hanya faktor internal diri namun eksternal yang melibatkan sosialbudaya dimana perempuan bertempat tinggal. Suami menginginkan mangga sedangkan
hasilnya adalah apel, ini mengindikasikan bahwa ada benih yang lebih dahulu masuk
kedalam sebelum sang petani menabur benih di ladangatau tempat dia bercocok tanam.
2. Al-Dzakar dan al-Untha
Dalam kamus Lisan al-‘Arab kata al-Dzakar berasal dzakara yang mempunyai arti
menjaga sesuatu, namun al-Dzakar yang jamaknya al-Dzukurdan madzakirmemiliki arti
mengisi, menuangkan dan lain sebagainya. Dalam kamus al-Munjid disebutkan berasal
dari kata آذ berarti menyebutkan, mengingat. Dari akar kata tersebut menjadi beberapa
kata seperti ذا آة yang berarti mempelajari, آذ yang berarti mengingat, menyebutkan
dan \ ا آ yang berarti laki-laki atau jantan. Kata al-Dzakar lebih berkonotasi kepada
persoalan biologis daripada persoalan sosial-budaya. Kata al-Dzakar juga digunakan
58
. M. Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah – Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Q ur’an, 2010, Penerbit:
Lentera Hati, cet III, jilid I, hal. 584-585.
33
bukan hanya untuk bangsa manusia namun mahluk tuhan lainnya menggunakan kata
tersebut.
Di dalam al-Qur’an kata al-Dzakar mengacu kepada sesuatu yang berkonotasi
kepada konteks kalimat dan tidak mengacu kepada konteks sosial-budaya atau sesuatu
yang dipengaruhi oleh faktor luar.
59
Kata al-Dzakar bertebaran di dalam al-Qur’an
dengan jumlah sebanyak 18 kali, dan kata-kata al-Dzakar banyak digunakan untuk
maksud biologis atau sex, seperti:
# ] آ آ\ ا e G Xو 0
أ >او # أ - Xو ا بر G 9 - Xو 0 2
ا ن f ا ( -.رذو ه\
أ او
. - 0 او
Artinya: Maka isteri Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku,
susungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan;dan Allah lebih mengetahui apa
yang dilahirkan itu, dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya
aku telah menamai dia Maryam dan aku melindungkannya serta anak-anak keturunannya
kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaithan yangterkutuk.
Namun di dalam al-Qur’an terdapat pula kata yang sebelum menjelaskan mengenai
jenis kelamin tertentu disebutkan aspek gendernya, seperti ayat 176 surah al-Nisa:
2 ء و 5 ر ة ا ا آ ناو ( # ا V% !# آ\
Artinya: Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara-saudara laki-laki dan
perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang
perempuan.
Telah jelas secara teks maupun konteks apa sebenarnya yang dikehendaki oleh ayat
tersebut, yaitu pembahagian waris sebagaimana ditentukan oleh faktor sosial atau fungsi
jender. Dengan demikian kata آ\ ا dan # ]ا tetap mengacu kepada faktor biologis,
oleh karena itu kesimpulannya adalah bawhwa tidak seterusnya perbedaan jenis kelamin
melahirkan perbedaan gender.
59
. M. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an, 2001, Penerbit:
Paramadina, hal. 164.
34
Adapun kata # ]ا berasal dari kata g أ berarti “lemas”, lembek dan halus.
60
Penggunaan kata # ]ا dalam al-Qur’an terulang sebanyak 30 kali dalam berbagai
bentuk dan maksud serta tujuannya, kesemuannya yangada tidak menunjukkan arti lain
selain jenis kelamin.
61
D. Gender Dalam Analisa Para Pemikir Muslim
Wacana kesetaraan gender di dalam Islam secara normatif-konseptual telah
dibangun dan disebabkan dari beberapa variabel yang kemudian memunculkan
arugemntasi fundamental bagi bangunan wacana kesetaraan gender tersebut.
Sahal Mahfudz dalam pengantar buku Fiqh Perempuan – Refleksi Kiai Atas
Wacana Agama Dan Gender mengatakan bahwa gender bukan kodrat Tuhan. Ia
membedakan antara jenis kelamin dengan gender, gender akan terus berubah dari waktu
ke waktu bukan dari kelas ke kelas sementara jenis kelamin tidak akan pernah berubah.
62
Konsepsi egalitarian
63
tentang gender sudah dibangun secara kokoh dan konsisten
sebagaimana visi dan misi Islam yang teraktualisasi dalam al-Qur’an. Egalitarianisme
merupakan pandangan yang sebenarnya telah tercantumdalam al-Qur’an namun secara
realita konsep egalitarian seakan terdistorsi sedikit demi sedikit.
Dari berbagai pemikir yang telah memberikan variabel-variabel mengenai prinsipprinsip gender, pemakalah hanya memberikan dua di antara pemikir lainnya yang
berkenaan dengan prinsip-prinsip gender, sebagai berikut:
M. Nasaruddin Umar
64
1. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba
Salah satu tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk menyembah kepada
Tuhan, sebagaimana ayat 56 surah al-Dzariyat:
60
. Lihat kamus al-Munawwir, hal. 46. Bandingkan dengan kamus al-‘Asri, hal. 241, yang
mengartikannya dengan melemaskan dan melemahkan.
61
. M. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an, 2001, Penerbit:
Paramadina, hal. 170.
62
. Husein Muhammad, Fiqh Perempuan – Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender, 2012,
Penerbit: PT. LKIS, hal. xi-xii,
63
. Egalitarian adalah seseorang yang percaya bahwa semua manusia memiliki derajat yang sama
kecuali takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
64
. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an, 2001, penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 248-264.
35
نو$N 5ا e او (C ا G* و
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah kepada-Ku.
Hamba secara definitif tidak mengenal adanya perbedaan secara dominan. Laki-laki
dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama dalam berkarya dan menjadi hamba
yang ideal. Hamba yang ideal dalam al-Qur’an disebut dengan orang-orang yang
bertakwa. Orang yang bertakwalah yang membedakan laki-laki dan perempuan dimata
Allah Swt. Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri bahwadi dalam al-Qur’an ada beberapa
ayat menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi derajatnya sedikit dibandingkan perempuan.
2. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah
Allah Swt setelah menciptakan manusia sebagai hambanya, maka akan berlanjut
dan memegang amanat sebagai representasi diri-Nya di muka bumi yang dikenal dengan
khalifah. Khalifah di muka bumi tergambarkan di dalam al-Qur’an surah al-An’am ayat
165 dan al-Baqarah ayat 30. Kedua ayat diatas tidak sedikitpun menyinggung jenis
kelamin (baik laki-laki atau perempuan).
2 ! CFأ ا 9 ? ضر ا 2 !
ا /`ى 0 ر ل 9 ذاو 2 $ ?. (
ن 0 F 5
أ ا ل 9 س$* و ك$04 IN (4 و ء $ ا ? .و
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka bertanya: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan menjawab: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kalian ketahui”.
3. Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial
Janji primordial manusia sebelum ia keluar dari rahim ibunya menafikan adanya
subordinasi, perjanjian manusia dengan Tuhan merupakan sesuatu yang absolut dan tidak
ada yang mengatakan “tidak” ketika perjanjian tertulis dengan malaikat. Hal ini bisa
terlihat di dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 172, yakni:
ا 9
/ G أ
? أ
ه$ Oأو
-.رذ
هر " ( مداء 6 ( ر \ ا ذاو
( ?i ا\ه (
6آ ا * ا م . ا *F نأ $ O
36
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang “sesungguhnya kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
Dalam perjanjian primordial ini awal dari keadilan yang definitif dan setalah itu
manusia mengenal dengan lingkungan dan terjadilah perpudaran keadilan definitif.
Minimal ada dua akibat mengenai pudarnya keadilan yaitu kemaksiatan dan unsur-unsur
dunia telah merasuki relung jiwa kita.
4. Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis
Drama kosmis yang terjadi antara Adam dan Hawa digambarkan oleh al-Qur’an
dengan menggunakan dhomir 0هyang menunjukkan keduanya sama aktifnya dan tidak
ada berat sebelah. Hal ini bisa dilihat dari beberapa ayat dalam al-Qur’an surah alBaqarah ayat 35, al-A’raf ayat 20, al-A’raf 22, al-A’raf ayat 23 dan al-Baqarah ayat 187.
. 6 9و ة C ا _\ه *F 5و 0-`O g % ا$iر 6 Lآو 6C ا وزو G أ (/ ا مدA
( 0 ا ( /-2
Artinya: Dan Kami berfirman: “Hai Adam diamilah oleh kamu dan isterimu surga
ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja kamu sukai,
dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang meyebutkan kamu termasuk orang-orang
yang zalim.
5. Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi
Manusia terlahirkan di muka bumi tidak dalam keadaan bodoh dan tidak ingin
menjadi bodoh pula, kadar dan kemampuan yang diberikan semuanya sama yang berbeda
hanyalah memanfaatkan yang telah diberikan tersebut. Al-Qur’an menyatakan di dalam
tiga ayat-Nya pada surah Ali Imran ayat 195, al-Nisa ayat 124, al-Nahl ayat 97 dan
Ghafir ayat 40, kesemuan ayat tersebut tidak ada yang membicarakan perbedaan dalam
hal prestasi namun setelah kemampuan tersebut diberikan maka cara memakainyalah
yang berbeda.
5و 6C ا ن $. `ى وA2 ( [ هو # أ وأ آذ ( ت 4 Q ا ( !0 . ( و
ا * ن 0 .
37
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan sedang ia orang beriman, maka mereka itu masuk kedalam surga dan mereka
tidak dianiaya walau sedikitpun.
Khairuddin Nasution
65
Khoiruddin Nasution membagi kemitrasejajaran yang dikonsepsikan melalui alQur’an menjadi delapan bagian, yakni:
1. Statemen Umum Tentang Kesetaraan Perempuan Dan Laki-Laki
Al-Qur’an menyatakan dengan tegas tentang kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 187 dan
228.
Bahwa istri adalah pasangan suami dan suami adalah pasangan istri, ini
tergambarkan pada ayat 187 yang berbunyi:
/j ا g2 ا م Q ا
/ !%أ
6 س N
- أو
/ س N (ه
-6آ
/ أ >ا
/ >ا R-آ ا S- او (هو (` 2
/6
?
و
/
ب -2
/ ? أ ن -UF ا آو
ا م Q ا ا 0Fأ
7 C? ا ( د ا k U ا ( M ا k U ا
/ ( N-. -% ا Oاو
>ا ( N. \آ ه *F L2 >ا دو$% F $C 0 ا 2 ن ?/
- أو (هو NF 5و ! ا
ن *-.
س 6 -.اء
Artinya: Di halalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka
dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang
kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya
mereka bertakwa.
65
. Khoiruddin nasution,Fazlur Rahman Tentang Wanita , 2002, Jogjakarta, Penerbit: Tazzafa Dan
Academia, hal. 22-34. Lihat juga skripsi Patut Ahmad Su’adi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
dengan judul Pemikiran Fazlur Rahman Dan Riffat Hassan Tentang K esetaraan Gender Dalam Islam,
2008, hal. 35-39.
38
Sedangkan wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
tergambarkan pada ayat 228 yang berbunyi:
( %رأ 2 >ا (0-/. نأ ( !4. 5و ءو 9 # 7( ? A (Q -. G* f0 او
م او > ( [. (آ نا 4 @ا اودارأ نا ذ 2 (هد %أ ( - و ا ( و
0% l.l
>او رد (
! و فو 0 (
ى\ ا!#
Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa nanti itu, jika mereka (parasuami) itu menghendaki ishlah. Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
2. Kesetaraan Asal Usul
Proklamasi al-Qur’an tentang kesetaraan asal usul manusia dapat dilihat dalam alQur’an surah al-Nisa ayat 1 dan al-Hujurat ayat 13.
Disebutkan bahwa manusia diciptakan dari jenis yang sama tergambarkan pada
suart al-Nisa ayat 1 sebagai berikut:
ا *Fا س 6 ا .A. ة$%و e? (
/* ى\ ا
/ ر 5 ر 0 6 g و وز 6 و
N 9ر
/
ن >ا نا م %ر او ن j F ى\ ا >ا ا *Fاو ء و ا #آ
Artinya: Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan-Mu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan
dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu
saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Sedangkan sumber ciptaan manusia adalah laki-laki dan perempuan tergambarkan
pada surat al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
.A. # أو آذ (
/6* ا س 6 ا >ا $6
/ آأ نا ا 2ر - !j N9و O
/6 و
N
>ا نا
/*Fأ
39
Artinya: Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.
3. Kesetaraan Amal Dan Balasan
Kesetaraan Amal Dan Balasan atau ganjarannya dapat dilihat pada surah Ali Imran
ayat 195, al-Nisa ayat 32, al-Taubah ayat 72, al-Ahzab ayat 36 dan al-Mu’min ayat 40.
Al-Qur’an menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan ketika berbuat amal maka
Allah tidak akan mengsia-siakannya, hal ini tergambarkan pada surah Ali Imran ayat 195.
Allah telah menjanjika kepada laki-laki dan perempuan akan masuk surga, hal ni
tergambarkan pada surah al-Taubah ayat 72. Orang mukmin laki-laki dan perempuan
akan dapat ganjaran, jika ia durhaka maka dirinya dikatakan sesat dan jika setelah berbuat
maksiat taubat kepada Allah maka ia akan diampuni, hal ini tergambarkan pada surah alAhzab ayat 36. Orang yang berbuat baik (laki-laki dan perempuan) akan dimasukkan
kedalam surga dan yang berbuat jahat akan dibalas dengan balasan yang setimpal
tergambarkan pada surahal-Mu’min ayat 40.
Dari berbagai ayat di atas kami tampilkan satu ayat yang mempunyai makna
esoterik, yakni Orang yang mempunyai karya atau manifestasi akhirat berupa amal,
suami baginya dan karya isteri baginya juga, hal ini tergambarkan pada surah al-Nisa ayat
32:
M
/P >ا !P2 ا 60-F 5و R Q ء 6 و ا N -آا 0 R Q ل
(N -آا 0 0
m O !/ ن آ >ا نا P2 ( >ا ا ` و
Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuanpun ada bahagian dari
apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
4. Kesetaraan Untuk Saling Mengasihi dan Mencintai
40
Kesetaraan untuk saling mengasihi dan mencintai bisa kita lihat dari beberapa
surah.
Bahwa kepada orang tua laki-laki dan perempuan harus saling menyayangi
tergambarkan pada surah al-Isra ayat 24:
ا S@ ; ر 0آ 0 0%را بر !9و 0% ا ( ل\ ا ح 6 0 M? او
Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Bahwa penciptaan pasangan antara laki-laki dan perempuan adalah untuk
ketentraman, kasih sayang dan saling cinta, hal initergambarkan pada surah al-Rum ayat
21:
/6 ! و ا ا 6/ - وزأ
/ ? أ (
/ نأ -.اء ( و 2 نا 0%رو ةد
نو /?-. م * G. ذ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan ialah Dia menciptakan untukmu jenis
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yangberpikir.
Bahwa suami dan isteri adalah pakaian bagi masing-masing, hal ini tergambarkan
pada surah al-Ahqaf ayat 15:
- Xوو ه آ أ - 0% 6 %ا .$ ( ا 6 @وو ا O ن # 7 Q2و 0%و ه آ
;
G0 أ - ا -0 /Oأ نأ ;6
زوأ بر ل 9 6 ( رأ E و _$Oأ E اذا -%
( او ا GNF ا -.رذ 2 I @أو X F 4 @ !0
أ نأو ي$ و
و
( 0 0 ا
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah dan melahirkan dengan susah
payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga
apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
41
Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak
cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri”.
5. Keadilan Dan Persamaan
Keadilan Dan Persamaan bisa kita dilihat dari surah al-Nahl ayat 97 yang
membicarakan tentang balasan amal sama baik laki-laki dan perempuan:
@ !0
(
ه أ
6. C6 و N W ة % 6 46 2 ( [ هو # أ وأ آذ ( 4
ن 0 . ا آ ( %A
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beribalasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
6. Kesejajaran Dalam Jaminan Sosial
Kesejajaran Dalam Jaminan Sosial bisa dilihat dalam surah al-Baqarah ayat 177
yang menggambarkan bahwa pada prinsipnya dalam hal jaminan sosial tidak dibedakan
bedasarkan jenis kelamin:
]ا م او > ( اء ( N ا (/ و ب S0 او ق 0 ا !N9
/ه و ا F نأ N ا e
( او ( / 0 او 0- او * ا ىوذ N%
ل 0 ا Fاءو ( N6 او R-/ او /`ى 0 او
او ! N ا او$
اذا
ه$ ن 2 0 او ة آl ا Fاءو ة Q ا م 9أو ب 9 ا 2و ( j
ن *-0 ا
ه `ى وأو ا 9$@ (.\ ا `ى وأ سAN ا ( %و ءا P او ء AN ا 2 (. NQ او
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menempati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orangorang yang bertakwa.
42
7. Saling Tolong Menolong
Saling Tolong Menolong bisa dilihat pada surah al-Taubah ayat 71 yang
menggambarkan bahwa al-Qur’an menunjukkan tolong menolong dalam Islam dengan
tidak membedakan jenis kelamin, bahwa mukmin laki-laki dan perempuan adalah saling
tolong menolong:
/60 ا (
ن 6.و فو 0 نو A. M ء وأ
P G6 [0 او ن 6 [0 او
>ا نا >ا
0% `ى وأ رو >ا ن f.و ة آl ا ن F[.و ة Q ا ن 0 *.و
/% l.l
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
8. Kesempatan Dalam Mendapatkan Pendidikan
66
Kesempatan Dalam Mendapatkan Pendidikan bisa dilihat pada surah al-Mujadalah
ayat 11 yang menggambarkan pujian al-Qur’an kepada laki-laki dan perempuan yang
mempunyai prestasi dalam ilmu pengetahuan:
! 9 اذاو 0/ >ا I ?. ا 4 2 2 e C0 ا 2 ا 4 ?F
/ ! 9 اذا ا 6 اء (.\ ا .A.
ن 0 F 0 >او G رد
ا ا Fوأ ى\ او
/6 ا 6 اء (.\ ا >ا Y2 . اوl 2 اوl ا
N
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapanglapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah maka dirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
66
. Lihat M. Quraisy Syihab, Membumikan al-Qur’an, 1980, Penerbit: Mizan, hal. 55.
43
BAB III
BIOGRAFI BINT SHATI’
A. Latar Belakang Tafsir Al-Bayan
Al-Tafsir al-Bayani Li al-Qur’an al-Karim merupakan tafsir kontemporer karya
monumental Dr. ‘Aisyah Abd al-Rahman Bint al-Syati’yang dikenal dengan panggilan
Bint al-Syati’, telah mengisi khazanah corak dan metode penafsiran al-Qur’an yang patut
dipertimbangkan untuk dikaji dalam penerapan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang
telah diletakkan olehnya.Seperti yang diakui penulinya sendiri bahwa lahirnya tafsir ini
didorong oleh sebuah semangat pembaharuan metodologi tafsir yang ketika itu masih
mengikuti tradisi klasik dengan tanpa mengkritisiterlebih dahulu atas penafsir-penafsir
yang telah disajikan para mufassir.
Biografi Aisyah Bint al-Shati
Aisha Abdul al-Rahman, yang dikenal dengan Bint al-Shati, dilahirkan pada 6
Nopember 1913di Dumyat sebuah keluarga religius dan konservatif. Ayahnya
mengirimnya ke kuttab
67
sebuah sekolah al-Qur'anuntuk mempelajari Qur'an,dengan
bantuan ibunya Bint al-Shati mampu melanjutkan pendidikannya,dia menerima gelar
B.A. dalam Bahasa Arab dan Sastra dari Universitas Kairo Mesir. Dia mendapat gelar
Ph.D di bidang yang sama di bawah pengawasan Hussein Tahayang terkenal pada tahun
1950.Bint al-Shati menduduki jabatan akademik di Mesir,dia adalah Ketua Departemen
Studi Arab dan Islam di Universitas Ain Shams, inspektur akademik untuk Departemen
Pendidikan Mesir, dan profesor tamu di universitas-universitas Arab antara lain
Universitas Khartoum di Sudan dan Qarawiyyin University di Maroko, Dia juga
mengajar di Suriah, Arab Saudi, Irak, dan Uni Emirat Arab.Aisha Abdul al-Rahman
mulai menulis artikel untuk majalah wanita Mesir, Ketika ia memulai penerbitan di jurnal
dan beredar luas dan surat kabar harian pada tahun 1933, dia mengadopsi nama penanya
Binti al-Shati ("putri tepi sungai/pantai") untuk menyembunyikan identitasnya dari
ayahnya, seorang sarjana terkenal religius pada waktu itu yang bernama Syaikh
67
. Dalam sejarah Islam kuttabdibagi menjadi dua bagian; pertama: kuttab berfungsi sebagai tempat
pendidikan yang memfokuskan pada tulis baca. Kedua: kuttab tempat pendidikan yang mengajarkan alQur'an dan dasar keagamaan. Lihat Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam,
2005, Penerbit: PT. Ciputat Press Group, hal. 7-8.
44
Mohammad Ali Abdul al-Rahman. Ayahnya, menebak nama penanya - yang mengacu
pada tempat kelahirannya di Dumyat, di mana air sungai Nil dan Mediterania bertemu -
dan mengakui gayanya, mendorongnya kemudian untuk terus menulis. Selain menulis
dalam jurnal akademik dan ilmiah, ia menulis untuk surat kabar bergengsi al-Ahram
sampai kematiannya.Seorang penulis yang produktif, Bint al-Shati memiliki lebih dari
empat puluh buku dan seratus artikel. Meskipun ia menerbitkan beberapa fiksi dan puisi,
dia terkenal karena studinya yang berkenaan dengan tema-tema sosial, sastra, dan Islam.
Pertamanya dua buku, yang muncul pada tahun 1936 dan 1938, berurusan dengan
kesulitan yang dihadapi petani Mesir. Buku-buku lainnya berurusan dengan sastra Arab
(1961), kontemporer Arab perempuan penyair (1963), Abu al-Ala al-Ma'arri (1968 dan
1972), dan pembacaan baru Risalat al-Ghufran (1972).
Bint al-Shati adalah pembela keras dari hak-hak perempuan. Beberapa judul
artikelnya membuktikan lingkup luas pengetahuan dan bunga, yakni: "The (woman)
Loser", "The Lost Woman", "The (woman)stranger", "The Rebellious", "The Dreamer",
"The Innocent", "The Sad," "How Do Our (male) Literary Figures View Women?", "The
Image of Women in our Literature", "We Are No More Evil than Men", dan "Will a
Women ecome a Shaykh in al-Azhar?",pada tahun 1942 novelnya Master of the Estate
menggambarkan gadis petani yang menjadi korban darimasyarakat patriarki dan feodal.
Bint al-Shati sangat unggul, bagaimanapun dalam bidang studi al-Qur'an dimana ia
terbitkan lebih dari lima belas buku termasuk di dalamnya buku yang berjudul "The
Immutability of The Qur'an (1971),With the Chosen ( 1972), The Qur'an and Issues of
Human Condition (1972),dan Islamic Character (1973) . Dia juga menerbitkan biografi
perempuan-perempuan muslim meliputi: The Mother of the Prophet (1966), The Wives of
the Prophet (1959) , dan The Daugthers of the Prophet (1963) .
68
Syaikh Amin al-Khuli
Eksistensi dari corak pemikiran Amin al-Khulli menjadikan preferensi Aisyah Bint
al-Shati di dalam menjelaskan atau menggunakan metode Amin al-Khulli di dalam
tafsirnya. Dia lahir pada awal bulan Mei 1895, pada usia tujuh tahun Amin tinggal
bersama pamannya dan di gembleng dangan pendidikan agama yang sangat ketat seperti
68
.Lihat Gale Encyclopedia of the Mideast & N. Africa Bint al-Shati: Egyptian scholar and writer,
di ambil jam 09.20 am WIB tanggal 17-03-2013 http://www.answers.com/topic/bint-al-shati.
45
menghafal al-Qur’an, menghafal tajwidal -Tuhfahdan al -Jazariah , fiqh , dan nahwu.
Pembaharuan tafsir dimulai dari apa yang dilakukan oleh Syaikh Amin al-Khulli, dia
adalah salah seorang generasi awal pembaru Islam pada tahun 30-an dan 40-an abad
lampau bersama Thaha Husein, Manshur Fahmi dan Ahmad Amin. Pada umur 15 tahun
ia berhasil menamatkan jenjang Ibtidaiyah dan Aliyah dengan hasil yang sangat
memuaskan. Dia menamatkan sekolahnya di tahun 1920,dan mengajar di tempat yang
sama pada tanggal 10 Mei 1920. Pada 7 November tahun 1923 Dekrit Kerajaan
menetapkan beberapa orang imam bagi Kedutaan Mesir di London, Paris, Washington
dan Roma, Syaikh Amin al-Khulli dikala itu mendapatkan kesempatan untuk menjadi
imam Kedutaan Mesir di Roma dengan kapal yang berlayar dari Alexandaria dan sampai
di Itali dengan membutuhkan waktu tiga hari.Di Italia dia tinggal selama dua tahun
sampai dirinya benar-benar menguasai bahasa Italia dan membaca atau mengamati
keagamaan, kebudayaan, karya-karya para orientalis Eropa. Karirnya berlanjut menjadi
delegasi Mesir di Berlin sejak awal Januari 1926. Dua bahasa Itali dan Jerman
menjadikan dirinya mampu menguasai – untuk tidak mengataka komprehensif – berbagai
karya-karya yang berbahasa Eropa.
Beberapa selang kemudian karir imam dan negosiator dihilangkan dari Kedutaan
Mesir berlaku mulai tahun 1927, dan Amin al-Khulli kembali ke Mesir. Pada saat itu
mulailah dia berkarya di Madrasah Peradilan Agama sejak 19 Maret 1927, belum tuntas
dia berkarir dan menuangkan berbagai ide-idenya Madrasah Peradilan Agama menutup
karirnya dan dia pindah ke bagian bahasa Arab fakultas Adab di Universitas Mesir,
terhitung sejak 3 November pada tahun 1927. Berkiprah dengan menjadi tenaga pengajar
dan sampai menjadi dosen pada jurusa sastra Arab sejak 17 Februari 1942. Pada tanggal
19 Oktober 1946 dia dipindahkan jabatannya menjadi penanggung jawab sastra Arab
dalam fase Islam. Karirnya naik terus sehingga ia menjadi dekan pada fakultas Adab pada
13 Mei 1946. Tahun 12 juni tahun 1953 ia pindah menjadi penasihat Darul Kutub dan
menjadi Direktur Umum Kebudayaan Mesir, dia mengakhiri karir kepemerintahan pada
awal Mei 1955.
Bermodalkan pengetahun yang luas akibat sayembara dirinya ke berbagai seantero
dunia membuat ia terpikirkan dan fokus untuk lebih menekankan pada pendekatan tafsir
al-Qur'an dengan penekanan aspek psikologis. Ia pernah berkata: "Gagasan yang paling
46
tepat dalam mentafsirkan al-Qur'an adalah menafsirkan al-Qur'an secara tema per-tema
bukan dengan susunan surat atau ayat sebagaimana yang ada di dalam al-Qur'an".
Sesungguhnya dari pembicaraannya diatas mengesankan bahwa dirinya sebenarnya
berobsesi membangun sebuah metodelogi yang disebut Metodelogi Penafsiran Sastra.
Sumbangan yang dihasilkan oleh tafsir tematik adalah upaya mengetahui wawasan global
al-Qur'an beserta konsep al-Qur'an. Sebenarnya ulama klasik telah menggunakan
metodelogi tematik namun belum terkonsepkan secara matang dan membuat Amin alKhulli bergegas membuat konsepnya.
Jika konsepnya diterapkan maka akan menghabiskan waktu, oleh karena itu ia
memfokuskan pada bagian sastrawi dan psikologi al-Qur'an dan selanjutnya adalah
murid-muridnya. Dr. Muhammad Syukri Iyad misalnya membahas tema "Hari Akhir
Dalam al-Qur'an" dan lain sebagainya. Persoalan yang penting juga dalam metodeloginya
adalah tertib sejarah.
69
Setelah mengecam berbagai aktifitas intelektual maupun sosial
politik dengan penuh semanggat dan tanggung jawab demi kemajuan agama, negara dan
bangsa dengan segala suka yang mana kesemuanya kental dengan nuansa seni-seni dan
sastra, sehingga pada akhirnya yakni bertepatan pada hari Rabu tanggal 6 Maret 1966
dalam usia yang ke 71 tahun sang Pendekar Sastra dan Penbaharu ini meninggal.
Karya-Karya Aisyah Bint al-Shati
Karya-karya Aisyah Bint al-Shati meliputi sebagai berikut:
1. Abu al-‘Ala al-Ma’ari, al-Khansa’ dan penyair-penyair lain seperti: al-Hayah alInsaniyyah ‘Inda Abi al-A‘la yang merupakan tesis yang ditulisnya untuk mendapat
gelar Master di Universitas Fuad I Kairo pada tahun1941
2. al-Gufr ān li Ab ūal-A‘la al-Ma’ āri yang merupakan disertasi yang ditulisnya untuk
mendapat gelar Doktor di Universitas Fuad I Kairo pada tahun 1950
3. Ard al-Mu’jizat
4. Rihlah fi Jazirah al-‘Arab (1956)
5. Umm al-Nabiy (1961)
6. Sukainah bint al-Husain (1965)
7. Batalat al-Karbala’ (1965)
69
. Jamal al-Banna,Tafsir al-Qur'an al-Karim Baina al-Qudama Wa al-Mu taakhirin, 2003, Penerbit:
Dar al-Fikr al-Islami, Hal.197-201. Dan lihat juga Gamal al-Banna, Evolusi Tafsir Dari Jaman Klasik
Hingga Jaman Modern, 2005, Penerbit: Qisthi Press Group, 196-202.
47
8. Ma‘a al-Mustafa (1969)
9. Al-Tafs īr al-Bay āni lil Qur’ ān al-Kar īmjilid I (1962)
10. Manhaj al-Tafasir al-Bayani (1963)
11. Banat al-Nabiy (1963)
12. Muskilatu al-Taradufu al-Lughowi (1964)
13. Kitab al-‘Arabiyah al-Akbar(1965)
14. Tafsir Surat al-‘Asr (1965)
15. Al-Qur’an Wa Hurriya al-Iradah (1965)
16. Kitābunāal-Akbar (1967)
17. Al-Mafh ūm al-Islāmiy li Tahrīr Al-Mar’ah (1967)
18. Qodhiyah al-I’jaz (1968)
19. TurasunāBaina Mādin wa Hādirin (1968)
20. Jadid Min al-Dirasah al-Qur’aniyah (1968)
21. A‘d ā’ al-Basyar (1968)
22. Al -Ab‘ad al-Tār īkhiyyah wa al-Fikriyyah li Ma’rakatina (1968)
23. I’jāz al-Bay āni al-Qur’ ān (1968)
24. Lugatuna wa al-Hay āh(1969)
25. Manhaj al-Dirasah al-Qur’aniyah (1969)
26. Al-Tafs īr al-Bay āni lil Qur’an al-Kar īm Jilid II(1969)
27. Maqāl fi al-Insān: Dir āsah Qur’ āniyyah (1969)
28. Al-Qur’ān wa al-Tafsīr al-‘Asri (1970)
29. Al-Qur’an Wa Huququ al-Insan (1971)
30. Min Asrari al-Arabiyah Fi al-Bayani al-Qur’aniyah (1972)
31. Al-Israiliyyat Wa al-Tafasir (1972)
32. Al-Syakhsiyyah al-Isl āmiyyah: Dirāsah Qur’ āniyyah (1973)
33. Baina al-‘Aqidah wa al-Ikhtiyar (1973).
34. Nisa’ al-Nabiy (1973)
35. Al-Qur’an Wa al-Fikr al-Islami al-Ma’ashir (1975)
36. ‘Al āal-Jisr: Ust ūrah al-Zaman
37. Tarajum Sayyidat Bait al-Nubuwah Radiyallah ‘Anhunna (1987).
Karirnya Aisyah Bint al-Shati
48
Bint al-Shati memegang berbagai jabatan akademik di Mesir. Dia pernah
mengepalai Departement Bahasa Arab dan Islamic Study untuk universitas ‘Ain Shams,
sebagai inspektur akademik di Departemen Pendidikan Mesir pada tahun 1942, guru
besar tamu di beberapa universitas Arab seperti Universitas Khartoum, Sudan dan
Universitas Qarawiyyin, Maroko. Dia juga mengajar di Aram, Saudi Arabia, Iraq, dan
United Emirat Arab.
Tentang karir penulisannya, Aisya Abd al-Rahman mulai menulis artikel-artikel
untuk majalah-majalah perempuan Mesir di akhir 1932. Ketika dia mulai menerbitkan
dalam jurnal-jurnal dan surat kabar harian yang beredar luas di tahun 1933, dia memakai
nama samaran Bint al-Shati ("putri pantai") untuk menyembunyikan identitasnya agar
tidak diketahui oleh ayahnya, Syaikh Mohammad Ali Abd al-Rahman, seorang ulama
dan akademisi yang religius dan terkenal pada waktu itu, tapi ayahnya, dapat menerka
nama samaran itu –yang mengisyaratkan tempat kelahirannya, Dumyat, tempat di mana
aliran sungai Nil dan Mediterania bertemu, di samping itu dia mengenali gaya tulisannya.
Namun ayahnya kemudian mendorong untuk tetap menulis, bahkan untuk jurnal-jurnal
ilmiah dan akademis. Dia juga menulis untuk surat kabar al-Ahram yang bergengsi
sampai kematiannya.
Wafatnya Aisyah Bint al-Shati
Pada awal bulan Desember tahun 1998 di usianya yangmencapai 85, Bintu Syati’
menghembuskan nafas terakhirnya. Tulisan terakhir yang sempat diterbitkan oleh koran
Ahram berjudul “Ali bin Abi Thalib Karramllahu Wajhah ” tanggal 26 Februari 1998.
Seluruh karyanya menjadi saksi akan kehebatan beliau. Metode tafsir yang beliau
kembangkan dalam bukunya “at Tafsir al Bayani Lil Qur’an al Karim” banyak menjadi
rujukan metode penafsiran kontemporer.
B. Pendekatan Metodologi Yang Digunakan Dalam Tafsir Al-Bayan Berikut
Corak Penafsiran
Metode Penafsiran Aisyah Bint al-Shati
Pada kata pengantar kitab al-Tafsir al-Bayani li al-Quran, Bint Syathi menjelaskan
bahwa apa yang ditulis dalam karyanya tersebut mengikuti standarisasi metode yang
sudah di tetapkan oleh Dosen sekaligus Suami tercintanya, Amin al-Kulli. Perlu
49
diketahui, gagasan Amin al-Kulli adalah menciptakan paradigma baru mengenai alQur’an, yaitu menjadikan metode sastra sebagai titik tolak kajian khusus lainnya. Metode
sastra yang dimaksud adalah pengkajian al-Qur’an dengan dua tahap:
1. Dirasah Min a Haula al-Nass (Kajian seputar al-Quran) Kajian tersebut meliputi
kajian khusus dan kajian umum. Kajian khusus adalah kajian ulum al-Quran.
Sedangkan kajian umum adalah kajian konteks/situasi, material dan immaterial
lingkungan Arab.
2. Dirasah ma fi al-Nass (kajian tentang al-Quran itu sendiri) Kajian ini bermaksud
untuk mencari makna etimologis, terminologis. Semantic yang stabil dalam
sirkulasi kosakata dan makna semantic dalam satu ayat yang ditafsirkan.
Berangkat dari metode yang ditawarkan oleh Amin al-Kulli tersebut, Bint Syathi
kemudian menetapkan metode penafsirannya sebagai berikut.
Bintu Syathi sangat terpengaruh gaya sang guru yangjuga pendamping hidupnya,
Amin al-Khulli. Karakteristik khusus yang membedakan cara pandang Bint al-Shati’
dengan mufasir lainnya adalah bahwa dia lebih menonjolkan segi sastra. Pendekatan yang
beliau pakai yaitu dengan menggunakan metode semantik, metode yang berbasis pada
analisa teks. Metode penafsiran yang digunakan Bint al-Shati’ dalam menafsirkan ayat alQur’an yaitu metode yang biasa disebut sebagai metode munasabah, yaitu metode yang
mengkaitkan kata atau ayat dengan kata ayat yang ada di dekatnya dan bahkan ayat yang
berjauhan. Langkah pertamanya yaitu dengan mengumpulkan kata dan penggunaannya
dalam beberapa ayat al-Qur’an untuk mengetahui penjelasan apa saja yang terkait dengan
sebuah kata yang ditafsirkan atau diberi penjelasan. Secara garis besar metodologi kajian
ini disimpulkan dalam empat pokok pikiran.
Pertama: mengumpulkan unsur- unsur tematik secara keseluruhan yang ada di
beberapa surat. Untuk dipelajari secara tematik. Dalam tafsir ini beliau tidak memakai
metode kajian tematik murni seperti itu. Namun dengan pengembangan induktif
(istiqra’i) . Mula- mula beliau gambarkan ruh sastra tematik secara umum. Kemudian
merincinya per-ayat. Akan tetapi perincian ini berbeda dengan perincian yang digunakan
dalam kajian tafsir tahlily (analitik) yang cenderung menggunakan maqtha’
(pemberhentian tematik dalam satu surat). Di sini beliau membuka dengan kupasan
bahasa dalam ayat itu kemudian dibandingkan dengan berbagai ayat yang memiliki
50
kesamaan gaya bahasa. Kadang menyebut jumlah kata, adakalanya memberikan
kesamaan dan perbedaan dalam penggnaannya, terakhirbeliau simpulkan korelasi antara
gaya bahasa tersebut.
Kedua: memahami beberapa hal di sekitar nash yang ada. Seperti mengkaji ayat
sesuai turunnya. Untuk mengetahui kondisi waktu dan lingkungan diturunkannya ayat-
ayat al-Qur’an pada waktu itu. Dikorelasikan dengan studi asbab al-Nuzul . Meskipun
beliau tetap menegaskan kaidah al-Ibrah Bi ’Umum al-Lafadz La Bi al-Khusus al-Saba b
(kesimpulan yang diambil menggunakan keumuman lafadz bukan dengan kekhususan
sebab- sebab turun ayat).
Ketiga: memahami dalalah al-Lafadz . Maksudnya, indikasi makna yang
terkandung dalam lafadz-lafadz al-Qur’an, apakah dipahami sebagaimana dhahirnya
ataukah mengandung arti majaz dengan berbagai macam klasifikasinya. Kemudian di
tadabburi dengan hubungan-hubungan kalimat khusus dalam satu surat. Setelah itu
mengkorelasikannya dengan hubungan kalimat secara umum dalam al-Qur’an.
Keempat: memahami rahasia ta’bir dalam al-Qur’an. Hal ini sebagai klimaks
kajian sastra, dengan mengungkap keindahan, pemilihan kata, beberapa pentakwilan yang
ada di beberapa buku tafsir yang mu’tamadtanpa mengkesampingkan kajian gramatikal
arab (i’rab ) dan kajian balaghahnya.
70
Sastra tematik yang dimaksud di sini adalah corak tafsir kontekstual yang menganut
madzhab dan aliran tematik umum (maudhu’i ‘am). Pengkajiannya dikhususkan pada
pembahasan sastra bahasa dalam satu surat. Beliau tidak mengambil seluruh surat dalam
al-Qur’an. Namun, beberapa surat pendek saja di juz amma pada buku pertama: AdhDluha, Asy-Syarh, Az- Zalzalah, Al-Adiyat, An-Nazi’ at, Al-Balad, dan At-Takatsur.Dan
tujuh surat pendek lainnya pada buku kedua: Al-‘Alaq, Al-Qalam, Al-‘Ashr, Al-Lail, AlFajr, Al-humazah, dan Al-Ma’un.
Corak Penafsiran
Tafsir al-Qur’an merupakan ilmu yang sangat pentingdalam litelatur Islam. Karena
dari sinilah sebuah teks yang tidak bernyawa akan berbicara dan memposisikan dirinya
sebagai kitab petunjuk. Pesan yang disampaikan dalam al-Qur’an akan menjadi sebuah
70
. Saiful Bahr, Bintu Syathi’ & aliran sastra tematik , http://saifulesaba.wordpress.com/kajian di
ambil jam 10.45 am WIB tanggal 20-03-2013.
51
hal yang sangat relatif ketika diintepretasikan oleh beberapa corak pemikiran yang
berbeda. Seiiring dengan berkembangnya zaman dan semakin luasnya ilmu yang dikuasai
umat Islam, maka hal ini menyebabkan pergeseran metodologi dalam intepretasi alQur’an. Para ulama zaman dahulu mengklasifikasikan metode tafsir secara global
menjadi 2 macam, yaitu;
1. Tafsir bil ma’tsur (analisa teks Al Qur’an dengan berpedoman pada teks lain, Al
Qur’an dan Hadits. Corak metode tafsir seperti ini banyak kita dapatkan dalam
tafsir Thabary.
2. Tafsir bi ra’yi (analisa teks dengan berpedoman pada akal). Corak metode ini
banyak kita dapati dalam tafsir Al Kasyyâf, Mafâtihul Ghaib, Al Mannâr .
Penggolongan metode tafsir menjadi 2 tersebut saat ini dipandang kurang relevan
dan terkesan kaku. Maka dari itu para pakar tafsir kontemporer mencoba mencari
alternatif lain yang lebih simpel dan sistematis. Dr. Abdul Jabar Ar Rifa’i, menyebutkan
ada 4 teori dalam studi tafsir kontemporer:
Tafsir ‘Ilmi (analisa ilmiah terhadap ayat-ayat yang terkandung dalam Al Qur’an
dengan menghubungkan dengan fenomena alam yang terjadi). Contoh; Tafsir Jawâhirul
Qur’an milik Imam Ghazali, al Burhân Fi Ulûmil Qur’an milik Zarkasyi.
Tafsir Madhu’i (analisa sebuah teks dengan menghimpun satu kesatuan tema
didalamnya). Contoh; Ad Dustûr Al Qur’ani Fi Syu’ûnil Hayâtmilik Muhammad ‘Izzat
Darwizah, Tafsir Ayat Riba milik Sayyid Qutb, Al Qur’an Wal Mujtama’ milik Mahmud
Syaltut.
Tafsir Ijtimâi (analisa teks dengan pendekatan sosiologi dan fakta sosial yang
terjadi). Contoh; Tahrîr Wa Tanwîr milik Thahir Ibnu ‘Asyur, Tafhîmul Qur’an milik
Abu A’la al Maududi.
Tafsir Adabi (analisa teks dengan mengungkap sisi sastra yang terkandung
didalamnya. Metode ini lebih cenderung kepada metode kritis dalam memahami Al
Qur’an) Contohnya; Tafsir Bayani Lil Qur’anil Karim milik Aisyah Abdurrahman atau
Bint al-Shati’. Tafsir Adabi (tafsir sastra) yang barang kali akhir-akhir ini banyak
digandrungi oleh banyak orang. Basis metode ini mulai diperkenalkan Amin Khuli,
seorang intelektual Mesir dan dosen adab di Universitas Cairo. Sosok inilah yang dikenal
kuat mempengaruhi corak penafsiran generasi selanjutnya, seperti Ahmad Khalfallah,
52
Nasr Hamid Abu Zayd, Aisyah Abdurrahman atau Bint Shati’. Dari ketiga penerus beliau
ini, Bint Shati’-lah yang pemikirannya secara luar dikonsumsi publik. Selain berbasis
metode analisa teks, Bint Shati’ dikenal sangat memperhatikan sisi normatif dan tidak
terlepas dari sisi ilmiah.
Keistimewaan Dan Kelemahan Tafsir al-Bayani
Dalam kaitannya mempelajari, memahami dan mengkaji al-Qur’an, kita mengenal
ada empat metode tafsir,
71
meliputi metode tahlili , ijmal, maudhu’i,dan muqaran.
Namun dari keempat metode diatas yang paling populer digunakan dalam menafsirkan
adalah metode tahlili
72
dan maudhu'i..
73
Namun saat ini telah banyak metode yang
ditawarkan oleh berbagai mufasir, kesemuan itu merupakan perangkat pendukung untuk
memahami makna-makna yang terkandung dalam teks-teks al-Qur’an. Selain itu, karena
alasan bahwa bahasa adalah bentuk pemikiran, sedangkan makna adalah kandungannya,
adapun realitas eksternal merupakan rujukan maknanya.
Ketika kita berbicara kelemahan yang terdapat dalam Tafsir al-Bayan khususnya
pada langkah ketiga, jika pemahaman lafaz al-Qur’an harus dikaji lewat pemahaman
Bahasa Arab yang merupakan bahasa “induknya”, padahal kenyataannya, tidak sedikit
istilah dalam syair dan prosa Arab masa itu tidak dipakai oleh al-Qur’an, maka itu berarti
membuka peluang dan menggiring masuknya unsur-unsur tafsiran asing ke dalam
pemahaman al-Qur’an; sesuatu yang sangat dihindari oleh Bint al-Syathi sendiri.
Bint al-Shati’ kurang konsisten dengan metode penafsiran yang ditawarkan, yakni
mengkaji tema tertentu, melainkan lebih pada analisis semantik. Kenyataannya, ketika
Bint al-Syathi menafsirkan ayat-ayat pendek, ia mengumpulkan lafazh-lafazh yang
71
. Al-Ashbahani mengatakan bahwa tafsir merupakan hasil karya manusia yang paling mulia.
Kemulian sebuah karya adakalanya di lihat dari objeknya, adakalanya dari tujuannya dan adakalanya
karena kebutuhan yang mendesak terhadapnya. Hal inilah yang merupakan salah satu ketertarikan Aisyah
Bint al-Shati membuat karya tafsir walaupun ia tidak menuntaskan hingga selesai dikarenakan Allah telah
memanggilnya.
72
. Metode Tahlili atau yang dinamai oleh Baqir al-Shadr sebagai metode tajz'iy. Tafsir tahlili adalah
menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an dengan meneliti semua aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya,
dimulai dari uraian makna kosakata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antarpemisah sampai
sisi-sisi keterkaitan antarpemisah itu dengan bantuan asbab al-Nuzul, riwayat-riwayat yang bersumber dari
Nabi Muhammad Saw, sahabat,dam tabi'in.
73
. Metode Maudhu'I adalah menghimpun seluruh ayat al-Qur'an yang memiliki tujuan dan tema
yang sama. Setelah itu – kalau mungkin – disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan memperhatikan
sebab-sebab turunnya. Langkah selanjutnya adalah menguraikannya dengan menjelajahi seluruh aspek
yang dapat digali, hasilnya diukur dengan timbangan teori-teori akurat sehingga si mufasir dapat
menyajikan tema secara utuh dan sempurna. Lihat Abdul Hayy al-Farmawi,terj. Rosihon Anwar, Metode
Tafsir Maudhu'I Dan Cara Penerapannya, 2002, Penerbit: CV Pustaka Setia, hal. 43-44.
53
serupa dengan lafaz yang ditafsirkan, kemudian menganalisis dari sisi bahasa (semantik).
Hal ini tampak pada penafsirannya pada surat al-Zalzalah, ia mengumpulkan semua
derivasi dari kata al-zilzal,tapi bukan untuk dicari maknanya secara lebih utuh dan
komprehensif, melainkan lebih pada analisis semantiknya, untuk mendukung gagasan
yang dilontarkan.
Di sinilah Bint al-Shati’ banyak menuai kritik karena tidak konsisten dengan
metode yang dikemukakannya. Dengan demikian, meskipun metode tematik yang
ditawarkan sangat bagus dan kompleks, ia tidak dianggap sebagai pencetus metode
tematik.
Contoh Penafsiran Aisyah Bint al-Shati
Mengenai sumpah-sumpah yang terdapat di dalam al-Qur'an yang diawali dengan
waw al-Qasam- Bint al-Syati' menolak pendapat bahwa semua itu - seperti kebanyakan
kitab tafsir - menandakan pemuliaan obyek sumpah. Bint al-Syati’ meyakini bahwa
sumpah Qur’ani adalah hanya salah satu alat retoris yang digunakan untuk menarik
perhatian terhadap suatu hal lewat fenomena nyata untuk memperkenalkan hal-hal lain
yang tak terjangkau oleh akal. Oleh karena itu pilihan objek sumpah dalam al-Qur’an
sesuai dengan situasi dan kondisi. Bint al-Syati’ memberikan gambaran dari berbagai
surah-surah yang dipilihnya sebagai objek seperti ketika Allah bersumpah demi waktu
pada surah al-‘Asr, duha , demi siang, demi waktu malam , dan lain sebagainya. Ia
menjelaskan bahwa waktu pagi dan siang adalah merepresentasikan makna petunjuk
(hidayah) dan kebenaran (al-Haq). Sedangkan malam merepresentasikan makna
kesalahan dan dusta.
Seseorang dapat terpukau terpesona ketika mendengaralunan ayat-ayat al-Qur’an.
Seperti yang digambarkan oleh cendikiawan Inggris, Marmaduke Pickthall dalam The
Meaning of Gloriuos Qur’an: “al-Qur’an mempunyai simfoni yang tidak ada taranya di
mana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita”
Inilah yang dinamakan fawasil yang mengandung sajak dalam al-Qur’an. Mayoritas
ulama sependapat bahwa dalam al-Qur’an mengandung sajak. Hanya saja mereka
berbeda pendapat apakah al-Qur'an terikat dengan formulasi dan bentuk sajak dengan
mengabaikan sisi makna atau sebaliknya, memegang makna dengan mengabaikan sajak.
Bint al-Shati’ memposisikan dirinya pada pendapat kedua. Bint al-Shati tatkala
54
menafsirkan surah al-Duha dengan mengabaikannya kata ganti (dhamir) ‘ka’ sebagai
objek dari fi’il qala ( 9), menolak argumen prosodik (argumen yang berkaitandengan
hal-hal irama-sajak) sehubungan dengan terabaikannya dhamir ‘ka’. Argumen ini
dipegangi oleh al-Naysaburi. Berdasarkan hasil studi Bint al-Shati’ tentang sajak dalam
al-Qur’an, dia percaya bahwa tidak ada lafal di dalam al-Qur'an yang ditemui di mana
pun hanya karena alasan prosodik. Ia menyarikan pandangannya: "Perihal alasan
terabaikannya dhamir ‘ka’ sehubungan dengan adanya kesan harmonisasi fasilah dengan
sajak, kita tidak menerima pandangan bahwa retorika Qur’ani didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan verbal. Yang semestinya adalah tunduk dan menyelaraskan
pada makna retoris.
Satu hal penting dari penafsiran Bint al-Shati’ pada ayat 8 surah al-Takatsur
berkenaan dengan arti dari kata na'im, adalah bahwa dia mempunyai pemahaman yang
berbeda dari makna kata na'im. Tidak ada tafsir yang mengomentari pembedaan antara
kata-kata na'im, ni'mah (memberkati) atau ni'am (jamak). Berdasarkan penelitiannya pada
kata-kata yang terbangun dari huruf ن - ع - م ia menyatakan bahwa al-Qur'an selalu
menghubungkan kata na’imdengan al-Akhirah atau na'im al-Akhirah, dan tidak pernah
menggunakannya dengan kata al-Dunnya. Kata ni'mah atau ni'am (jamak), sebaliknya,
digunakan untuk menandai adanya bimbingan. Dan pemberkatan dalam ayat terakhir
surah al-Takatsur ini berhubungan dengan na'im al-akhirah.
Dan yang tak kalah penting dari pemikirannya yang Menarik untuk dicatat bahwa
Bint al-Shati' dalam penyelidikannya atas kata aqsama dan halafa , yang secara umum
dianggap sebagai sinonim-sinonim oleh kebanyakan penafsiran, menemukan bahwa kata
halafa tidak menginfomasikan makna yang sama seperti kata aqsama dalam pemakaian
al-Qur'an. Semua derivasi kata halafa yang dia uji, berlaku dalam al-Qur'an dengan
makna sumpah yang akan rusak dan dibuat dengan penuh kesadaran, lebih jauh dari itu
kata halafa tidak pernah disandarkan pada Allah.
Bint al-Shati’ tidak sependapat dengan al-Razi yangmenganggap kata al-Takatsur
adalah sinonim dari al-Tafakhur. Dia menunjukkan bahwa al-Takatsur dan al-Tafakhur
yang ditempatkan dalam ayat yang sama dan digabung huruf ‘athaf wawdalam surah alHadid ayat 20 yang menurut metodenya, ternyata tidak mengindikasikan sinonimitas.
55
C. Gender dalam perspektif Tafsir al-Bayan; Studi Seputar Peran Perempuan
Dalam Aspek Karir.
Di dalam tafsir al-Bayan pemakalah hanya menemukan dua bentuk dari empat kata
yang berhubungan dengan gender dan sex, kata al-Dzakar dan al-Untha merupakan
aspek biologis yang di dalam makalah ini disebut dengan sex. Namun Bint Shati tidak
menjelaskan secara luas makna kedua kata tersebut, dia hanya mengutip pendapat
Fakhruddin al-Razi dari kitab tafsirnya dan kitab Bahrul Muhith serta pendapat Ibnu
Qoyyim.
Fakhruddin al-Razi menyatakan di dalam tafsrinya kata al-Dzakar dan al-Untha
keduanya adalah Adam dan Hawa, atau juga kedua bentuk laki-laki dan perempuan itu
dari keturunan Nabi Adam dan setiap hewan yang berbentuk jenis kelamin dengan segala
perbedaan dan bentuk yang ada.
Sedangkan Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa kata al-Dzakar dan al-Untha seperti
malam dan siang, selanjutnya ia sedikit berbicara dengan kata # ]او آ\ ا
ا,
kata tersebut mengindikasikan keharusan kepada kedua bentuk spesies baik laki-laki dan
perempuan untuk berusaha, berusaha untuk bekerja dan berkarir, dan tidak membedakan
aspek biologis, selagi tidak melanggar martabat dari aspek biologisnya.
56
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sekelumit pembicaraan atau pembahasan mengenai gender dalam perspektif Islam
khususnya al-Qur’an maka tibanya pada kesimpulan guna menghemat waktu kepada
khalayak dalam membaca makalah ini. Ketika kita yakin bahwa Islam hadir dengan
membawa misi untuk mengangkat harkat dan martabat manusia, maka ini menjadi
catatan agar semangat pembebasan dari segala bentukketidaksetaraan dan ketidakadilan,
harus dipromosikan dan digemakan kepada masyarakat luas, terutama pembebasan dan
keadilan terhadap perempuan dalam artian keadilan sebagaimana porsi yang telah
ditakdirkan Tuhan, jangan menggugat sebuah teks yang bersifat otoritas manakala teks
otoritas belum mampu kita tafsirkan secara mendalam. Ulil Abshar Abdalla - salah
seorang intelektual muda NU yang cenderung berpikiran “liberal” pernah melontarkan
banyak pertanyaan; kenapa teks tetap menarik? kenapa teks mudah menarik perhatian
umat Islam? dan kenapa dalam situasi krisis (identitas) teks selalu ditampilkan ke depan
untuk menjadi bumerang atau kepentingan individual?Ada dua asumsi dasar yang
mendasari dalam pemahaman yang tekstualistik. Pertama : adanya premis awal bahwa
teks adalah sesuatu yang dengan sendirinya berbicara dan transparan. Kedua: seolah-olah
yang disebut dengan al-Qur’an hanyalah ayat-ayat yang tertera dalam mushaf saja.
74
Tradisi masyakat Arab—sebagaimana sejarah mencatat—mesti dijadikan bahan
pertimbangan betapa kasus-kasus yang bias dan diskriminatif gender agar dalam konteks
sekarang hal tersebut harus dihindari. Termasuk segala bentuk penafsiran terhadap alQur’an, harus disterilkan dari segala hal yang berkenaan dengan pengalaman bias dan
diskriminatif gender. Wallahu ‘alam bi al-Shawab .
74
. Ulil Abshar Abdalla. Menghindari Bibliolatri : Menagkap Visi Etis Al-Qur’an dalam Abdul
Moqsith Ghazali, Metodologi Studi al-Qur’an. 2009,penerbit: Gramedia Pustaka Utama, hal. 118.
57
B. Daftar Pustaka
Arab
Mandzur, Imam Ibnu. 2003. Lisanul al-Arab. Penerbit: Dar al-Hadist.
Al-imam al-Hafhiz Abi ‘Abdillah Muhammad Bin Ismailal-Bukhari, Shohih al-Bukhari,
Pustaka: Darul al-Afaq al-‘Arabiah al-Qohirah.
Al-Munjid Fi al-Lughati Wa al-A’laam. 2007. Penerbit: Maktabah al-Syarqiyah – Beirut.
Al-Banna, Jamal. 2003. Tafsir al-Qur'an al-Karim Baina al-Qudama Wa al-Mutaakhirin.
Penerbit: Dar al-Fikr al-Islami.
Al-Zain, Samih Athif. 2007. Mu’jam Tafsir Mufradat Alfadhil al-Qur’an al-Karim.
Penerbit: Dar al-Kitab al-Misri & Dar al-Kitab al-Lubnani.
Ibn ‘Asyur, Muhammad at-Thahir. Tafsir al-Tahrirwa al-Tanwir.Penerbit: Dar Suhnun Li
al-Nasryiwa al-Tauzi’.
Ridho, Muh. Rasyid. 2007. Tafsir al-Qur’an al-Karim. Penerbit: Dar al-Fikr.
Mubarakfuri, Saifyur Rahman. 2005. al-Rahikul Makhtum.
Muhdhor, Ahmad Zuhdi. 1996. Kamus al-‘Asri. Penerbit: Multi Karya Grafika.
Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.
Penerbit: Pustaka Progressif.
English
GROSSET & DUNLAP. 1972. Webster Dictionary. Penerbit: United State Of America.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary. 2000. Penerbit:Oxford University Press.
Jurnal Lillian Goldman Law Library – Yale Law School oleh Charles F. Horne, The
Code of Hammurabi: Introduction. 1915.
Indonesia
Alex A. & Achmad H.P.2010. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Penerbit:
Kencana Prenada Media Group.
Ali Sa’ud, Abdullah bin Abdul Aziz. 1418 H. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Penerbit:
Mujamma’ al-Malik Fadh Li Thiba’at al-Mushaf asy-Syarif Madinah alMunawarah – Kerajaan Arab Saudi.
58
Anwar, Rosihon. 2002. Metode Tafsir Maudhu'I Dan Cara Penerapannya. Penerbit: CV
Pustaka Setia.
Budiman, Arif. 1985. Pembagian Kerja Seksual. Penerbit: PT. Gramedia.
Engineer, Asghar Ali. 1994. Hak-Hak Perempuan Dalam Islam. terj. Farid Wajdhi dan
Cici Farkha Assegaf. Penerbit: Bentang Budaya – Yogyakarta.
Faqih, Mansour.2003. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial. Penerbit: Pustaka Pelajar.
Fajri, Em Zul dan Ratu Aprilia Senja. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Penerbit:
Difa Publisher.
Ghazali, Abdul Moqsith. 2009. Metodologi Studi al-Qur’an.Penerbit: Gramedia Pustaka.
Hidayatulloh, Kholid. 2012. Kontektualisasi ayat-ayat Jender Dalam Tafsir al-Mannar.
Penerbit: el-Kahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam).
Kantor Kementerian Negara Urusan Peranan Wanita. 1992. Buku III: Pengantar Teknik
Analisa Jender.
Kitti, Philip K. 2010. History Of The Arabs. Penerbit: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Kahar, Novriantani. 2005. Evolusi Tafsir – Dari Jaman Klasik Hingga Jaman Modern.
Penerbit: Qisthi Press.
M. Armando, Nina dkk, 2005. Ensiklopedi Islam. Penerbit: PT. Ichtiar Baru Van Houve
– Jakarta.
Muhammad, Husein. 2012. Fiqh Perempuan – Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan
Gender. Penerbit: PT. LKIS.
Nizar, Samsul.2005. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Penerbit: PT.
Ciputat Press Group.
Umar, M. Nasaruddin. 2001. Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an.
Penerbit: Paramadina.
Ulumuddin, M. Iyha. 2007. Syara’ Pagar Keselamatan Wanita. Penerbit: NH Press.
Puspitasari, Dewi. Gender Dan Seksualitas: Sebuah Perspektif Islam ( Judul Asli: Gender
And Sexuality: An Islam Perspektif Oleh Ahmad ShehuAbdulssalam).
Pustaka Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Penerbit: Balai Pustaka.
59
Salman, Ismah. 2005. Keluarga Sakinah Dalam ‘Aisyiyah: Diskursus Jender Di
Organisasi Perempuan Muhammadiyah. Penerbit: Pusat Studi Agama dan
Peradaban (PSAP) Muhammadiyah.
Shadily, John M. Echols dan Hassan. 2005. Kamus Inggris-Indonesia. Penerbit: PT.
Gramedia Jakarta.
Syihab, M. Quraisy. 2010. Tafsir al-Misbah – Pesan,Kesan Dan Keserasian al-Qur’an.
Penerbit: Lentera Hati.
Internet
Http://Www.Answers.Com/Topic/Bint-Al-Shati- Gale Encyclopedia of the Mideast & N.
Africa Bint al-Shati: Egyptian Scholar And Writer.
Http://Saifulesaba.Wordpress.Com/KajianBintu Syathi’ & aliran sastra tematik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar