Senin, 09 Juni 2014

GENDER PERPEKTIF BINTHU SYATHI

1
KONTEKSTUALISASI AYAT-AYAT GENDER
DALAM TAFSIR AL-BAYANI LI AL-QUR’AN AL-KARIM
Oleh:
Muhammad Makmun Rasyid
Khairul Anwar
Fuad Hasan
Arif Rosadi
SEKOLAH TINGGI KULLIYATUL QUR’AN AL-HIKAM
Jln. H. Amat, No. 21, Rt/Rw. 006/01, Kel. Kukusan, Kec. Beji, Depok, Jawa Barat
Fax. (021) 98350528
2
أ   ا او   ء

  ه   نا   آ

  ن  
     ! "   # ذ
) %اور   ى( ! ا (
Ingatlah, Aku berpesan:
Agar kalian berbuat baik terhadap perempuan
Karena mereka sering menjadi sasaran pelecehan di antara kalian
Padahal sedikitpun kalian tidak berhak
Memperlakukan mereka, kecuali untuk kebaikan itu.
3
Kata Pengantar
Abstrak
BAB I :  Pendahuluan
A.  Latar Belakang Masalah
B.  Identifikasi Masalah
C.  Pembatasan Masalah
D.  Perumusan Masalah
E.  Urgensi penulisan
F.  Sistematika Pembahasan
BAB II :  Studi Gender Dalam Perspektif Islam
A.  Kajian Akademik Seputar Gender
B.  Identifikasi Ayat-Ayat Gender
C.  Redaksi al-Qur’an Dalam Mengungkapkan Kata-Kata Gender
1.  Al-Rijal dan al-Nisa
2.  Al-Dzakar dan al-Untha
D.  Gender Dalam Analisa Para Pemikir Muslim
BAB III :  Biografi Bint al-Shati’
A.  Latar Belakang Tafsir al-Bayan
B.  Pendekatan  Metodologi  Yang  Digunakan  Dalam  Tafsir  al-Bayan  Berikut
Corak Penafsiran
C.  Gender Dalam Perspektif Tafsir al-Bayan
1.  Konsep al-Dzakar dan al-Untha
2.  Studi Seputar Peran Perempuan Dalam Aspek Karir
BAB IV:  Penutup
A.  Kesimpulan
B.  Daftar Pustaka
4
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah Swt Tuhan yang telah memberikan segala karunia dan
nikmat  kepada  hamba-Nya  sehingga  hamba-Nya  harus  tunduk  dan  menyembah-Nya
dengan  penuh  ketaatan.  Seuntai  kalimat  syukur  pemakalah  panjatkan  kehadirat  Allah
Swt, yang atas berkat rahmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang sangat sederhana ini.
Shalawat  dan  salam,  keberkahan  semoga  tetap  terlimpahkan  kepada  Nabi  kita
Muhammad Saw kepada keluarganya para sahabatnya hingga sampai kepada kita sebagai
umatnya.
Selanjutnya,  makalah  yang  berjudul  ”Kontekstualisasi  Ayat-Ayat  Gender  Dalam
Tafsir  al-Bayani  Li  al-Qur’an  al-Karim''  ini  merupakan  aktualisasi  dari  penulis  dalam
memenuhi tugas pada mata kuliah Tafsir Kontemporer dan merupakan bahan atau materi
untuk  presentasi  di  ruang  kelas.  Penulis  menyadari  akan  kekhilafan  dan  kekurangan
dalam  pembahasan  atau  dalam  penuturan  bahasanya.  Oleh  karenanya,  penulis  berharap
sumbangan kritik yang konstruktif-normatif dari para pembaca demi perbaikan di masa
yang akan datang.
Atas  partisipasinya  semoga  Allah  Swt  senantiasa  memberikan  imbalan  yang
setimpal. Sekian dan terima kasih.
5
ABSTRAK
Dalam studi keilmuan Islam klasik - tafsir al-Qur’an masih bersifat  single tradition
(al-Qur’an  hanya  berdiri  sendiri  dan  problematika  berdiri  dengan  sendiri), belum
dihubungkan  langsung  dengan  realitas  sosial-budaya  serta  problem-problem
kemanusiaan. Teks kitab suci dihadirkan menjadi pusat dan sekaligus pemegang otoritas.
Dengan demikian, yang berkuasa menyelesaikan problem-problem kehidupan masyarakat
adalah  teks  sedangkan  problem  sosial,  politik,  ekonomi  dan  kemanusiaan,  selalu
dikembalikan  pada  teks  kitab  suci.  Kerangka  berpikirnya  bersifat  deduktif  yang
berpangkal  pada  teks.  Akhirnya,  tafsir  cenderung  bersifat  teosentris  dan  bahkan
ideologis.  Tafsir  pun  tercabut  dari  persoalan-persoalan  kemanusiaan  riil  yang  dihadapi
umat  manusia.  Tuhan  menjadi  lebih  penting  untuk  dibela,  sementara  manusia  tetap
dibiarkan  sengsara,  hal  yang  sama  dinyatakan  Gus  Dur  sangatlah  benar  “Tuhan  Tidak
Perlu Di Bela.
Kerja  metodologis  tafsir  sekarang  memerlukan  bantuan  ilmu-ilmu  sosial.  Dengan
memanfaatkan ilmu-ilmu sosial, penafsir akan mampu mengurai problem-problem sosial
kemanusiaan,  bukan  dengan  model  penyelesaian  dogmatisme-esoterisme,  tetapi  secara
kultural  dan  sosiologis.  Ikhtiar  inilah  yang  dikenal  dengan  tafsir  emansipatoris
1
,  yakni
secara  konseptual  al-Qur’an  ditempatkan  dalam  ruang sosial  dan  segala  problematika
kehidupan  yang terjadi, sehingga sifatnya tidak lagi abstrak, tetapi spesifik dan praktis,
karena dikaitkan langsung dengan problem sosial.
Dengan  metodologi  tafsir  yang  demikian,  masalah  kemiskinan,  kebodohan,
ketimpangan gender, politik yang menindas rakyat kecil, korupsi, rasisme, dan masalahmasalah sosial lain, merupakan masalah  yang pentinguntuk dipecahkan dalam konteks
tafsir kitab suci.
1
. Namun pemakalah lebih cenderung untuk menggunakan kata antroposentris dibandingkan dengan
emansipatoris sebagaimana yang sering diutarakan oleh Masdar F. Mas’udi.
6
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Membicarakan  permasalahan  gender  memang  menguras  tenaga  sekaligus
mengasyikkan.  Menguras  tenaga  karena  isu  mengenai  gender  tiada  henti-hentinya
dibahas,  baik  dalam  ranah  pendidikan  ataupun  masyarakat  yang  memperjuangkan
kesamaan  hak  perempuan  dengan  laki-laki.  Mengasyikkan  juga  karena  istilah-istilah
dalam diskursus gender semakin bertambah. Dengan hal demikian maka diskursus gender
sangat buming atau kontekstual – dalam artian tidaksaja menjadi wacana dan fenomena
bagi kelompok yang memperjuangkan kesamaaan hak perempuan ataupun juga golongan
tertentu.
Seiring dengan bumingnya kajian atau diskursus gender dalam dasawarsa terakhir
ini,  wacana  keagamaan  kontemporer  secara  langsung  maupun  tidak  langsung  harus
bersinggungan  dengan  permasalahan  gender,  kalau  kita  tilik  pada  hakikatnya  kajian
seputar gender bukan hal yang baru muncul.
Islam  adalah  agama  dan  agama  tidaklah  Islam  semata. Spirit  keadilan  dan
keseimbangan dalam  Islam seharusnya sudah terwujudkan di saat al-Qur’an diturunkan
Allah  melalui  malaikat  Jibril  as,
2
 namun  realita  kekinian  menampakkan  adanya
subordinasi  atau  diskriminasi  terhadap  individu  tertentu.  Islam  datang  dengan  spirit
perjuangan  yang  luar  biasa,  keluarbiasaan  ini  bisa  di  gambarkan  dari  figuritas-personal
dan  Islam  secara  komprehensif.  Jika  figuritas-personal  telah  dipisahkan  dari  sebuah
2
.  Ibn  ‘Asyur  membagi  ada  delapan  pondasi  atau  tujuan  dasar  diturunkannya  al-Qur’an,  yaitu;
pertama:  memperbaiki dan mengajarkan tauhid yang benar; kedua:  merekonstruksi akhlak ( او


  );  ketiga:  menetapkan hukum-hukum secara khusus dan umum; keempat:  menunjukkan jalan
kebenaran kepada ummat Nabi Muhammad Saw ( ا ) dan hal ini merupakan tujuan dasar alQur’an  demi  kebaikan  ummat  dan  menjaga  peraturan  yang  telah  diberikan;  kelima:  menceritakan  dan
memberitahukan kepada ummat mengenai kisah-kisah terdahulu;  keenam:  menpersiapkan generasi ummat
untuk  menyebarkan  ajaran  yang  telah  disyariatkan  oleh  Allah;  ketujuh:  al-Targhib  dan  al-Taarhib;
kedelapan:  membuktikan  kebenaran  Nabi  Muhammad  Saw  dengan  kemukjizatan  al-Qur’an
(komprehensif).  Lihat  Muhammad  at-Thahir  Ibn  ‘Asyur,  Tafsir  al-Tahrir  Wa  al-Tanwir,  penerbit:  Dar
Suhnun li al-Nasryiwa al-Tauzi’, jilid 1, juz. 1-2,hal. 40-41.
7
agama maka agama tersebut akan sirna ditelan oleh zaman, maka tidak heran jika orangorang  barat  terus  menelurkan  berbagai  metode  atau  organisasi  guna  menjauhkan  figur
sebagai  tauladan  yang  melahirkan  peraturan  dari  agama  itu  sendiri,  bisa  jadi  gender
menjadi salah satunya.
Pemahaman  parsial  mengenai  kemitraan  laki-laki  dan  perempuan  (gender
patnership)  menjadikan  zaman  yang  sudah  maju  untuk  ditarik  kembali  kepada  zaman
yang  berbudaya  patriarki.
3
 Sebagaimana  yang  dinyatakan  oleh  M.  Quraish  Syihab di
dalam kata pengantar buku Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an karangan
M. Nasaruddin Umar:
Menguraikan  persoalan  kemitraan  laki-laki  dan  perempuan  dengan  merujuk  sumber  ajaran,  dapat
menimbulkan  beda  pendapat,  apalagi  memahami  teks-teks  keagamaan,  bahkan  teks  apapun,
dipengaruhi  oleh  banyak  faktor.  Bukan  saja  tingkat  pengetahuan  tetapi  juga  latar  belakang
pendidikan,  budaya  serta  kondisi  sosial  masyarakat. Ini  belum  lagi  yang  diakibatkan  oleh
kesalahfahaman memahami latar belakang teks dan sifat bahasanya.
Di  sisi  lain  berbicara  tentang  judul  di  atas,  mengharuskan  masyarakat  manusia  memandang
perempuan. Sejarah mengimformasikan bahwa sebelum turunnya al-Qur’an terdapat sekian banyak
peradaban seperti Yunani, Romawi, India dan Cina dan dunia juga mengenal agama-agama seperti
Nasrani, Budha, Zaroaster di Persia dan sebagainya.
4
Pembahasan  yang  berkaitan  dengan  wanita  selalu  menarik,  baik  ditilik  dari  segi
manapun,  karena  wanita  itu  sendiri  diberi  sifat  oleh  Allah  Swt  sebagai  perhiasan
kehidupan.  Perhiasan  itu  baik  atau  buruk  akan  mampu menarik  mangsa  untuk
menikmatinya. Perempuan menjadi posisi rawan dikalasekelilingnya menjadikan dirinya
sebagai  alat  pengembaraan  hawa  nafsu,  dari  hal  tersebut  mengindikasikan  bahwa
perempuan  akan  menjadi  perhiasan  yang  baik  dikala  yang  menguasainya  baik  pula,
keberadaannya perempuanpun diwarnai oleh lingkungan(sosial-budaya).
Peradaban  jahiliyah  kian  sirna  tatkala  Islam  hadir  ditengah-tengahnya,  Islam
menghapus  pelecehan  terhadap  perempuan  dan  menggantikan  dengan  menaikkan
derajatnya.  Perempuan  sedikit  demi  sedikit  tertarik kedalam  sistem  yang  ditawarkan
Islam,  mereka  ingin  menikmati  kebahagian  sistem  yang  melindungi  kaum  perempuan,
3
.  Politik  perbedaan  jenis  kelamin  yang  mengunggulkan  laki-laki  daripada  perempuan,  setelah
terjadinya pengunggulan disalah satu pihak  maka ditarik kedalam politik  yang  mengakibatkan kemitraan
perempuan merupakan bahagian dari laki-laki serta mengistimewakan laki-laki daripada pepempuan.
4
.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an,  2001,  penerbit:
Paramadina, cet. II, Hal. Xxviii.
8
tatkala  perempuan  masuk  kedalam  sistem  atau  ruang  lingkup  peraturan  maka
seharusnyalah perempuan tidak bisa disubordinasikantanpa terkecuali apapun.
Sahabat  Umar  bin  Khathab  ra  tokoh  dari  kalangan  elite  Quraisy  yang  mengubur
gadis kecilnya dalam keadaan hidup-hidup. Penguburan demikian dikarenakan rasa malu
5
yang mendalam di saat istri melahirkan anak perempuan, perempuan tidak ada hak untuk
menyamainya apalagi merebut “kekuasaan”.
6
Dari  pernyataan  M.  Quraisy  Syihab  diatas  dapat  kita tarik  kesimpulan  betapa
hinanya perempuan di mata manusia, dimana pada puncak kejayaan Yunani perempuan
dijadikan  sebagai  alat  penyalur  kebutuhan  biologis  semata  dan  menjualnya  dengan
sekehendak mungkin tanpa mempertimbangkan harga diri perempuan, peradaban Yunani
tersebut  masih  tersisa  sampai  saat  ini  dengan  beberapa  patung-patung  –  untuk  tidak
menyebutkan banyak – dengan pelukisan tanpa busana.Romawi memandang perempuan
bahwa  keberadaan  perempuan  harus  dibawah  kekuasaan  ayahnya,  berbicara  kekuasaan
berarti  apapun  yang  diperintahkan  oleh  ayahnya  ia  harus  tunduk  meliputi  pembunuhan
tatkala tidak mematuhi perintahnya. Cina sebelum abad 17 perempuan harus mengakhiri
hidupnya tatkala suaminya meninggal dunia, perempuan dibakar hidup-hidup bersamaan
dengan dibakar tubuh suaminya.
Ketika  kaum  patriarki  menjadikan  perempuan  sebagai  “budak”  maka  sebaliknya
kaum  matriarki  ingin  menunjukkan  sistem  masyarakat  dimana  kaum  perempuan  yang
menjadi kepala keluarga atau kepala suku serta pemimpin negara.
Ada  teks  agamis  yang  selalu  dijadikan  dalih  agar  perempuan  tidak  bisa  –  untuk
tidak  mengatakan  haram  –  menjadi  seorang  pemimpin.  Adapun  teks  hadist  populer
sebagai berikut:
5
.  Menurut Reuben Levy bahwa penguburan yang terjadi pra-Islam dikarenakan tiga hal,  pertama:
produktifitas  perempuan  tidak  sebanding  dengan  produktifitas  laki-laki,  sedangkan  tingkat  kemiskinan
semakin meningkat, oleh karena itu perempuan harus dibunuh; kedua: sebagai sesembahan kepada Tuhan –
hal  ini  tidak  lebih  ingin  sama  dengan  peristiwa  Nabi  Ibrahim  as  dalam  mempasrahkan  anaknya  untuk
disembelih dan akhirnya digantikan dengan domba dikarenakan ketaatan kepada Allah Swt;  ketiga: anak
perempuan beraliansi negatif.
6
. Hal tersebut telah digambarkan dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 58-59 yang berbunyi: اذاو  

آ هو اد و !" #
ه$%أ –   ء ( م * ا ( ىر -. –  
  / 0.أ
 با - ا   2   $.  مأ  ن ه –   ن 0/4.    ء  5أ .  M.  Ihya  Ulumuddin,  Syara’  Pagar  Keselamatan
Wanita,2007, Penerbit: NH Press, hal 3.
9

# ا ( ن 0#
  67$% 67$% ل 9 ة / ; أ (
 ( 4 ا (
 ف
  : 0 / >ا ;6 ? $*
ب 4@A 4 أ نأ ت$آ $ !0C ا م .أ
و
 >ا @ >ا ل ر ( - 0
ا / $9 سر 2 !هأ نأ
و
 >ا @ >ا ل ر E 0 ل 9
!F 9A2 !0C ا
ل 9 ى آ G6

 ) ه أ ا و م 9 I ?. ( ةأ ا
 ( .
7
Artinya:  ”Ustman  bin  al-Haitsam  telah  menceritakan  kepada  kami,  ’Auf  telah
menceritakan kepada kami, dari Hasan dari Abi Bakrah, ia berkata, sungguh Allah Swt
telah  memberi  manfaat  kepadaku  dengan  sebuah  kalimat  yang  telah  aku  dengar  dari
Rasulullah pada waktu perang Jamal, sesudah hampir aku bertemu dengan pasukan yang
mengendarai  unta  (yang  dipimpin  Aisyah),  akupun  ikut  bersama  mereka.  Ia  berkata:
ketika ada berita yang sampai kepada Nabi Saw bahwaorang-orang Persia memberikan
kepemimpinannya  kepada  Binti  Kisra,  Nabi  bersabda:  ”Tidak  akan  sukses  suatu  kaum
yang menyerahkan urusannya kepada perempuan.”
Hadits tersebut secara tekstual, memberikan isyaratbahwa perempuan tidak berhak
menjadi  kepala  negara,  pemimpin  masyarakat,  termasuk  hakim  atau  berbagai  jabatan
yang  setingkat.  Berdasarkan  hadits  tersebut,  kebanyakan  para  ulama  mengsyaratkan
harus laki-laki. Mereka berpendapat perempuan tidaksah menjadi pemimpin. Akan tetapi
ketika  meninjau  dari  asbab  al-Wurud -nya,  ternyata  hadits  tersebut  diucapkan  Nabi
sewaktu beliau mendengar laporan mengenai kepemimpinan perempuan di negeri Persia.
Menurut  tradisi  yang  berlaku  dinegeri  tersebut  yang diangkat  sebagai  kepala  negara
adalah laki-laki. Sedangkan ketika itu pengangkatanpemimpin menyalahi tradisi dengan
mengangkat kepala negara seorang perempuan yang bernama Buwaran binti Syairawaihi
bin  Kisra  bin  Barwaiz  yang  diangkat  menjadi  ratu  Persia.  Pada  waktu  itu,  derajat
perempuan dimata masyarakat masih dipandang minim dari segala hal, perempuan tidak
dipercaya  untuk  mengurusi  persoalan  publik  lebih-lebih  persoalan  kenegaraan.
Pandangan  semacam  ini  pada  saat  itu  logis,  sebab  perempuan  saat  itu  masih  tertutup,
sehingga  wawasan  dan  pengetahuannya  juga  relatif  masih  kurang  dibanding  laki-laki.
Seakan-akan hanya laki-laki saja yang berhak memimpin.
7
. Imam Bukhari, Kitab Shohih Bukhari, Pustaka: Darul al-Afaq al-‘Arabiah al-Qohirah, Bab 18, Juz
III, Hal. 1576.
10
Hadits  di  atas  merupakan  landasan  dari  beberapa  ulama’  yang  melarang  wanita
untuk  menjadi  khalifah  atau  pemimpin  suatu  negara.  Hal  ini  pulalah  yang  telah
mengakibatkan beberapa pemikir-pemikir yang berasaldari Barat untuk menyerang Islam
lewat isu gender. Menurut pandangan penulis, perempuan yang dimaksud oleh Rasulullah
Saw merupakan sifat seorang perempuan pada umumnya  ketika Nabi Saw masih hidup.
Perempuan  yang  disebut  dalam  hadits  ini  merupakan  gambaran  kelemahan  dan
ketergantungan  seorang  perempuan  terhadap  laki-laki.  Hal  inilah  yang  mengakibatkan
Rasulullah Saw mengatakan bahwa tidak akan bahagia  suatu kaum yang di pimpin oleh
seorang  perempuan  yang  tergantung  terhadap  laki-laki.  Nah,  pada  makalah  ini  saya
peranan seorang perempuan yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum
lelaki dalam persoalan amaliyah dan sosial kemasyarakatan harus menjadi pertimbangan,
karena doktrin biologis berbeda dengan doktrin sosio-budaya di setiap tempat.
Isu  gender  dalam  persepektif  Islam  merupakan  isu  yang  menarik  dibicarakan  di
kalangan akademisi, karena banyak hal yang dapat kita gali dan kita pelajari untuk lebih
mengetahui  nilai-nilai  serta  kandungan  di  balik  isu yang  berkembang  tersebut  lewat
kacamata al-Qur’an al-Karim dan Hadits Nabi Muhammad Saw.
Ketika  isu  gender  di  angkat,  yang  timbul  dalam  benak  kita  adalah  diskriminasi
terhadap  perempuan  dan  penghilangan  hak-hak  terhadap  mereka.  Gender  yang  telah
diperjuangkan oleh beberapa kalangan, baik dari kalangan akademisi atau dari kalangan
yang  menganggap  bahwa  Islam  adalah  agama  yang  memicu  kehadiran  isu  gender
tersebut  di  dunia  ini.  Tentunya  para  orientalis  yang  berbasis  misionarisme  ini  ingin
mendiskreditkan umat Islam dengan mengangkat isu ini dalam berbagai tulisan dan buku
atau  artikel-artikel  yang  menyudutkan  dan  memberikan  opini  secara  sepihak  tentang
Islam dan gender.
Islam  tidak  membedakan  antara  hak  dan  kewajiban  yang  ada  pada  anatomi
manusia,  hak  dan  kewajiban  itu  selalu  sama  di  mata  Islam  bagi  kedua  anatomi  yang
berbeda  tersebut.  Islam  mengedepankan  konsep  keadilan  bagi  siapapun  dan  untuk
siapapun  tanpa  melihat  jenis  kelamin  mereka.  Islam  adalah  agama  yang  telah
membebaskan  belenggu  tirani  perbudakan,  persamaan  hak  dan  tidak  pernah
mengedapankan dan menonjolkan salah satu komunitas anatomi saja. Islam hadir sebagai
agama yang menyebarkan kasih sayang bagi siapa saja.
11
Rasulullah Saw telah memberikan nasehat kepada paramuslim agar menghormati
dan  menghargai  perempuan  seperti  sabdanya:  “Sebaik-baik  kamu  adalah  yang  terbaik
terhadap keluarganya, dan aku adalah orang terbaik  di antara kamu terhadap keluargaku.
Orang  yang  memuliakan  kaum  wanita  adalah  orang  yang mulia,  dan  orang  yang
menghina  kaum  wanita  adalah  orang  yang  tak  tahu  budi”  (HR.  Abu  Asakir).  Hampir
semua  pembahasan  mengenai  gender  terpusat  kepada  perempuan,  hal  tersebut  tidak
menutup kemungkinan bahwa telah terjadi kembali pendiskreditisasi kepada perempuan
secara tidak langsung, ketimpangan diantara kedua belah pihak, padahal al-Qur’an telah
nyata membicarakan bahwa hanyalah takwa yang membedakan diantara keduanya.
8
Asghar Ali Engineer sebagaimana yang dikutip oleh Kholid Hidayatulloh di dalam
bukunya  dengan  judul  “Kontektualisasi  Ayat-Ayat  Gender  Dalam  Tafsir  al-Mannar”
menyatakan  meskipun  adanya  upaya  dari  seorang  ulama mufasir  untuk  lebih
mengunggulkan  laki-laki  daripada  perempuan  dengan  pengertian  normatif-teologis.
Lebih  lanjut  ia  memberikan  contoh  pada  kata  “qowwamun ”–  ketika  seseorang  lebih
mengedepankan sisi teologis semata tanpa memperhatikan sosiologis-teologis maka akan
terjadi ketimpangan makna.
9
G.  Identifikasi Masalah
Dari  latar  belakang  masalah  yang  telah  dikemukakan  diatas,  dapat  di  identifikasi
sebagai berikut:
1.  Apa hakikat pengertian Gender?
2.  Apa saja teori gender yang kontradiksi dengan al-Qur’an?
3.  Apa saja surah dan ayat-ayat yang membahas tentang Gender?
4.  Bagaimana Bint al-Syathi’ merumuskantafsir al-BayanLi al-Qur’an al-Karim?
5.  Bagaimana pemikiran Bint al-Syathi mengenai Gender?
6.  Bagaimana konsep Islam mengenai Gender?
7.  Bagaimana al-Qur’an menyikapi masalah perempuan?
8.  Bagaimana perbedaan antara physical genital dan culture genital ?
8
. Qs. Al-Hujurat/49: 13
9
. Kholid Hidayatulloh,  Kontektualisasi ayat-ayat Jender Dalam Tafsir al-Ma nnar, 2012, Penerbit:
el-Kahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam), hal. 5.
12
H.  Pembatasan Masalah
1.  Identifikasi ayat-ayat Gender
2.  Metodologi Tafsir al-Bayan Bint al-Syathi’
3.  Pemikiran atau penafsiran Bint al-Syathi seputar Gender
I.  Perumusan Masalah
1.  Apa Saja ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentangGender?
2.  Bagaimana metodelogi Tafsir al-Bayan Bint al-Syathi’?
3.  Bagaimana Pemikiran atau penafsiran Bint al-Syathi seputar Gender?
J.  Urgensi Penulisan
Urgensifitas atau signifikansi penulisan makalah ini dengan judul “Kontektualisasi
Ayat-Ayat  Gender  Di  Dalam  Tafsir  al-Mannar”  adalah  merupakan  sebuah  keharusan,
mengapa karena dengan mengambil sebuah tema yang sedang buming di bicarakan baik
di kalangan akademisi, golongan tertentu dan lainnya. Sebuah tema yang tidak ujung usai
ini, membuat pemakalah tertarik untuk melihat beberapa literature guna mencari problem
solving  dari  permasalahan  yang  ada.  Permasalahan  yang  telah  terjadi  pra-Islam  hingga
kini  membuktikan  bahwa  pemahaman  akan  kesadaran  kelebihan  dan  kekurangan  di
dalam diri laki-laki dan perempuan belum teraplikasi secara komprehensif. Lebih lanjut
lagi  pemahaman  yang  dipaksakan  dengan  menggiring  teks  otoritas  kepada  sebuah
permasalahan kontekstual mengakibatkan ketimpangan  pemahaman, tatkala pemahaman
tidak  sempurna  maka  kongklusi  dari  sebuah  permasalahan  akan  pincang  dengan
sendirinya.
Demikian  pentingnya  menilik  kembali  sejarah  tentang peran  laki-laki  dan
perempuan mulai dari pra-Islam hingga abad kontemporer merupakan sebuah keharusan,
dikarenakan  teks  otoritas  harus  disambungkan  dengan empiris  sosial-budaya  di  setiap
tempat. Karena jika berbicara mengenai gender maka  tidak mengharuskan relasi gender
dipaksakan  sama  disetiap  tempat  dan  tidak  seharusnya  pula  teks  berbicara  dengan
sendirinya.
Menyikapi  permasalahan  gender  di  atas  mengharuskan  pemakalah  untuk
menyambungkan esensi esoterik gender (internal) dengan esensi teks otoritatif al-Qur’an,
13
karena  kebanyakan  teori-teori  mengenai  gender  dimulai  dari  teori  psikoanalisa,
10
 teori
fungsionalis  structural,
11
 teori  konflik,
12
 berbagai  teori  feminis
13
dan  tidak  kalah
pentingnya  teori  sosio-biologis
14
 dan  masih  banyak  lagi  teori  lainnya  yang  belum
bersentuhan dengan relasi gender yang ada di dalam al-Qur’an.
K.  Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan makalah ini mencoba untuk mengkaji permasalahan tentang
gender  dengan  metode  deduktif,
15
 metode  deduktif  ini  jarang  dipakai  dalam  berbagai
penulisan  sebuah  karya  namun  pemakalah  mengambil  metode  ini  dengan
menggambarkan secara umum dan dikerucutkan sampai di bawah.
Pada  BAB  I  pemakalah  sajikan  dengan  bentuk  pendahuluan  yang  meliputi
latarbelakang  masalah,  identifikasimasalah,  pembatasanmasalah,  perumusan  masalah,
urgensi penulisan dan terakhir sistematika pembahasan.
10
. Teori Psikoanalisis adalah teori yang beranggapanbahwa peran dan relasi gender ditentukan oleh
dan  mengikuti perkembangan psikoseksual. Dalam hal  ini maka lahir apa yang sebut oleh Freud dengan
kecemburuan  alat  kelamin.  Dengan  begitu  maka  faktor biologis  sangat  dominan  (determinant  factor)  di
dalam menentukan pola prilaku seseorang. Kekurangandari teori ini menurut M. Nasaruddin Umar adalah
adanay penafiyan dari segi ekologi dan lingkungan social-budaya.
11
.  Teori  Fungsional  structural  adalah  teori  yang  beranggapan  bahwa  keutuhan  masyarakat  –
keterkaitan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan merupakan unsure yang berpengaruh di dalam
masyarakat.  Talcott  Parsons  merupakan  penggagas  teori  ini  mengatakan  bahwa  peran  laki-laki  dan
perempuan bukan di dasari oleh disrupsidan kompetensi tetapi lebih kepada melestarikan keharmonian dan
stabilitas di dalam masyarakat.
12
.  Teori  Konflik  adalah  teori  yang  beranggapan  bahwa relasi  gender  sepenuhnya  ditumpukan
kepada  lingkungan  budaya,  jika  dalam  suatu  masyarakat  yang  berbudaya  lebih  mengedepankan  laki-laki
daripada  perempuan  dalam  segala  hal,  seperti  sector public  maka  factor  lingkungan  seperti  demikianlah
yang  sebenarnya  menindas  perempuan.  Teori  ini  menafikan  adanya  ketimpangan  factor  biologis
sebagaimana pemikiran Karl Marx yang mendapat dukungan oleh Friedrich Engels. Kedua tokoh filsafat
tersebut  seakan  satu  kesatuan  di  dalam  sebuah  pemikiran,  seperti  pemikiran  keduanya  terhadap  teori
nihilisme.
13
.  Teori  Feminisme  adalah  teori  yang  berusaha  memberikan  jalan  alternatif  kepada  kaum
perempuan untuk bias masuk kedalam sector public dan tidak hanya dalam sector domestic, namun secara
realita penawaran yang diberikan dari teori ini berbeda-beda yang menyebabkan banyaknya lahir teori-teori
feminisme lainnya.
14
.  Teori  Sosio-Biologis  adalah  teori  yang  mencoba  mengkombinasikan  antara  teori  nature  dan
nurture  yang  menghasilkan  adanya  asumsi  bahwa  factor  biologi  dan  faktor  social-budaya  menyebabkan
laki-laki  lebih  unggul  dibandingkan  perempuan.  Lihat  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender:
Perspektif al-Qur’an, penerbit: Paramadina, 2001, cet. II, hal. 4-7.
15
.  Metode deduktif adalah penalaran dari yang umum ke  yang khusus atau penerapan generalisasi
pada  peristiwa  yang  khusus  untuk  mencapai  kesimpulan.  Dalam  ilmu  logika  peralatan  deduksi  adalah
silogisme.  Salah  satu  tujuan  penggunaan  ini  agar  pemahaman  dan  kongklusi  dari  masalah  akan  terlihat
jelas. Lihat Alex A. & Achmad H.P.,  Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi,  2010, Penerbit: Kencana
Prenada Media Group,hal. 196.
14
Pada  BAB  II  pemakalah  sajikan  studi  gender  dalamperspektif  islam  meliputi
perdebatan  akademik  seputar  gender,  identifikasi  ayat-ayat  gender,  redaksi  al-Qur’an
dalam  mengungkapkan  kata-kata  gender  (al-Rijal  dan  al -Nisa)  dan  (al-Dzakar dan  alUntha), dan terakhir gender dalam analisa para pemikir muslim.
Pada  BAB  III  pemakalah  sajikan  biografi  bint  al-Syathi’  meliputi  latar  belakang
tafsir  al-bayan,  pendekatan  metodologi  yang  digunakan  dalam  tafsir  al-bayan  berikut
corak  penafsiran  dan  gender  dalam  perspektif  tafsir al-Bayan;  asal  usul  penciptaan
perempuan,  kodrati  perempuan,  studi  seputar  peran  perempuan  dalam  aspek
kepemimpinan dan karir.
Pada  BAB  IV  pemakalah  sajikan  analisisayat-ayat  gender  dalamtafsir  al-bayan
meliputi  analisis  metodologi  tafsir  al-bayan  berikut  corak  penafsirannya  dan  analisis
gender  perspektif  tafsir  al-bayan.  Pada  BAB  V  pemakalah  sajikan  penutup,  simpulansaran dan daftarpustaka.
15
BAB II
STUDI GENDER DALAMPERSPEKTIF ISLAM
A.  Kajian Akademik Seputar Gender
Masalah  gender,  feminisme  dan  gerakan  lainnya  yang  berhubungan  dengan  dan
demi pengangkatan martabat wanita masih menuai kontroversi dari sebahagian kalangan
– untuk tidak mengatakan secara komunal – hal tersebut bisa terjadi karena munculnya
gerakan dengan aktualisasi gerakan masih jauh dari harapan masyarakat secara komunal.
Oleh  karena  itu  perlunya  pemakalah  memberikan  definisi  dari  berbagai  pemikir,
menggambarkan  asal-usul  gender,  dan  prinsip-prinsip yang  dipegang  oleh  kalangan
gender tersebut.
a.  Definisi Gender, Sex dan Feminisme
Menurut kamus Oxford gender adalah “fact of being male or female” yang artinya
fakta  menjadi  laki-laki  atau  perempuan
16
.  Kamus  Webster  Dictionary  memberikan
definisi yang sama mengenai gender yakni jenis kelamin laki-laki atau perempuan.
17
Maksudnya  adalah adanya  keharusan laki-laki  atau perempuan tampil di  seantero
dunia  beserta  seperangkat  instrumentalitas  diri  dengan  tanpa  melihat  faktor  biologis
namun  harus  mempertimbangkan  takdir  biologis  itu  sendiri.  Keterikatan  antara  genital
physicaldengan takdir Tuhan – menjadi laki-laki atau perempuan sebagaimana mestinya,
tidak  dibenarkan  melawan  kodrat  peran  wanita  itu  sendiri,  seperti  perempuan  mejadi
imam di dalam sholat dan lain sebagainya.
Menurut  Kamus  Inggris-Indonesia  bahwa  sex  adalah  yang  berhubungan  dengan
perkelaminan atau jenis kelamin.
18
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
sex adalah jenis kelamin atau hal yang berhubungan dengan alat kelamin.
19
Gender  adalah  suatu  bangunan  konstruksi  sosial  yang mengatur  hubungan  antara
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang terbentuk melalui proses sosialisasi.
20
16
. Oxford Learner’s Pocket Dictionary, 2000, Penerbit: Oxford University Press, hal. 177.
17
. GROSSET & DUNLAP,Webster Dictionary,1972, Penerbit: United State Of America, hal. 256.
18
.  John  M.  Echols  dan  Hassan  Shadily,  Kamus  Inggris-Indonesia, 2005,  Penerbit:  PT. Gramedia
cet: XXVI, Hal. 517.
19
.  Pustaka  Bahasa  Departemen  Pendidikan  Nasional,  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  2007,
Penerbit: Balai Pustaka, edisi ke-3, Hal. 1014.
16
Kementerian  Urusan  Peranan  Wanita  (UPW)  mendefinisikan  jender  dengan
interpretasi  mental  dan  kultural  terhadap  perbedaan kelamin  yakni  laki-laki  dan
perempuan.
21
Kementerian Urusan Peranan Wanita (UPW)
22
juga mendefinisikan bahwa Jender
adalah hubungan dalam bentuk pembagian kerja  serta  alokasi peranan, kedudukan, dan
tanggung jawab serta kewajiban, dan pola hubungan yang berubah dari waktu ke waktu
dan berbeda budaya.
23
Gender  dan  seksualitas  adalah  bagian  dari  identitas alami  manusia  yang  telah
diberikan  perhatian  yang  cukup  dalam  budaya  dan  politik  penelitian  sosial.  Kajian
Agama  memberikan  kontribusi  dalam  memperjelas  posisi  agama  yang  berhubungan
dengan  perintah  gender,  membenarkan  konsep  dan  menafsirkan  teks-teks  yang
membahas  seksualitas  manusia.  Manusia  (pria  dan  wanita)  masing-masing  dikaruniai
dengan  beberapa  fitur  yang  sebagian  besar  identik,  sementara  yang  lain  membedakan
karakteristik. Beberapa fitur gender tampaknya mempengaruhi seksualitas baik pria dan
wanita  dengan  derajat  yang  bervariasi,  sedangkan  faktor-faktor  sosio-budaya
mempengaruhi perilaku seksual, kegiatan dan orientasi, serta relasi gender, pakaian, hak
dan rasa tanggung jawab.
24
Gender  adalah  perbedaan  sifat,  peran,  mentalitas  antara  laki-laki  dan  perempuan
yang di konstruksi secara sosial maupun kultural.
25
20
.Ismah Salman,  Keluarga Sakinah Dalam ‘Aisyiyah: Diskursus Jender  Di Organisasi Perempuan
Muhammadiyah,2005, Penerbit: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, hal. 59.
21
. Kantor Kementerian Negara Urusan Peranan Wanita, Buku III: Pengantar Teknik Analisa Jender,
1992.
22
.  Definisi  jender  dalam  bahasa  Indonesia  tidak  ditemukan  dalam  pemberdaharaan  Kamus  Besar
Bahasa  Indonesia  atau  Kamus  Lengkap  Bahasa  Indonesia  namun  istilah  jender  lebih  populer  di  Kantor
Kementerian  Negara  Urusan  Peran  Wanita  dengan  sebutan  “Jender”.  Sedangkan  jika  tulisan  “jender”
digantikan  dengan  tulisan  “gender”  maka  definisinya dalam  Kamus  Lengkap  Bahasa  Indonesia  adalah
gamelan Jawa yang terbuat dari bilah-bilah logam yang di bagian bawahnya dipasang buluh bambu sebagai
penggema  atau  bahasa  lain  dari  alat  musik  Jawa.  Dan dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia
mendefinisikan  jenis  kelamin.  Em  Zul  Fajri  dan  Ratu Aprilia  Senja,  Kamus  Lengkap  Bahasa  Indonesia,
Penerbit:  Difa  Publisher,  2008,  cet.  Ke-3,hal.  322. Lihat  juga  Pustaka  Bahasa  Departemen  Pendidikan
Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007, Penerbit: Balai Pustaka, edisi ke-3, hal.353.
23
. Arif Budiman, Pembagian Kerja Seksual, 1985, Penerbit: PT. Gramedia, hal. 56.
24
.  Dewi Puspitasari,  Gender Dan Seksualitas: Sebuah Perspektif Islam ( J udul Asli: Gender And
Sexuality: An Islam Perspektif Oleh Ahmad Shehu Abd ulssalam). t.t, hal. 1.
25
.  Mansour  Faqih,  Analisis  Gender  dan  Tranformasi  Sosial,  2003, Penerbit:  Pustaka  Pelajar,  cet.
Ke-7, hal. 8.
17
Jender  merupakan  konsep  yang  menggambarkan  relasi  antara  laki-laki  dan
perempuan  yang  dianggap  memiliki  perbedaan  menurut  konstruksi  sosial-budaya  yang
meliputi perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab.
26
Pemahaman yang akan di dapat
dari pernyataan Kholid Hidayatulloh adalah bahwa gender bukan bersumber dari Tuhan
namun ia akan muncul sewaktu-waktu tergantung dari sosial-budaya yang ada.
Dari berbagai definisi di atas maka gender dapat diartikan jenis kelamin seseorang
yang timbul atau tidak timbul dengan dipengaruhi oleh budaya setempat atau lingkungan
dimana  seseorang  tinggal.  Kesimpulan  dari  berbagai  definisi  yang  ada  menurut  M.
Nasaruddin  Umar  adalah  jender  merupakan  konsep  yang digunakan  untuk
mengidentifikasi  perbedaan  laki-laki  dan  perempuan  dengan  melihat  sosial-budaya  dan
kesimpulan ini menafikan adanya faktor biologis.
Menurut  Lindsey  sebagaimana  yang  dikutip  M.  Nasaruddin  Umar  di  dalam
bukunya  yang  berjudul  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an  menyatakan
bahwa  sex  secara  umum  digunakan  untuk  mengidentifikasi  perbedaan  laki-laki  dan
perempuan  dari  segi  anatomi  biologi.  Sex  lebih  banyak  berkonsentrasi  kepada  aspek
biologis  seseorang,  meliputi  perbedaan  komposisi  kimia  dan  hormon  dalam  tubuh,
anatomi fisik, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya.
27
Yang perlu digaris bawahi, jika  yang di maksud adalah sex maka artinya sesuatu
yang sudah terjadi dan menjadi predistinasi manusiadan bukan sesuatu yang datang dari
hasil  transformasi  sosial-budaya  masyarakat  setempat.  Hal  inilah  yang  membedakan
antara sex dan jender.
Studi  jender  lebih  menekankan  kepada  aspek  maskulinitas  atau  feminitas
seseorang.  Berbeda  dengan  studi  sex  yang  lebih  menekankan  kepada  perkembangan
aspek biologis.
Sedangkan  feminisme  lebih  merupakan  sebuah  organisasi  yang  datang  dengan
harapan  perempuan  ingin  mengangkat  martabat  perempuan  yang  telah  termarjinalkan
oleh kaum misogonis.
26
. Kholid Hidayatulloh,  Kontektualisasi ayat-ayat Jender Dalam Tafsir al-Ma nnar, 2012, Penerbit:
el-Kahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam), hal.33.
27
.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an,  2001,  penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 35.
18
Lebih lanjut feminisme adalah sebuah paham yang menghendaki kesetaraan peran
antara laki-laki dan perempuan. Secara etimologis kata “feminisme” berasal dari bahasa
Latin  yaitu  femina  yang  berarti  “perempuan”  atau  “wanita”  serta  “memiliki  sifat
keperempuanan”.
28
Munculnya  golongan  feminisme  merupakan  sebuah  protes  terhadap  perlakuan
diskriminatif  kaum  laki-laki  terhadap  perempuan.  Perbedaan  biologis  sering  dijadikan
landasan dalam memilah wilayah pekerjaan laki-laki  dan perempuan. Feminisme melihat
bahwa adanya distorsi sejarah melalui konstruksi social dan budaya  yang menampilkan
perempuan sebagai mahluk yanglemah lembut, gemulai,cantik, emosional, keibuan dan
lebih  senang  duduk  di  rumah  yang  mengakibatkan  bahwa  derajat  tertinggi  perempuan
adalah menjadi urusan rumah tangga. Sebaliknya laki-laki dianggap memiliki kekuatan
lebih  seperti  rasional,  jantan,  perkasa  dan  lainnya,  karenanya  laki-laki  berhak  menjadi
penguasa atau pemimpin.
Pemahaman yang kurang sejuk diatas membuat kaum feminisme terpanggil untuk
mencoba merobek jala  cengkraman laki-laki, mengangkat martabat perempuan, mereka
yakin bahwa peran laki-laki dan perempuan sama dan  yang membedakan dimata Tuhan
hanyalah ketakwaan.
Feminisme
29
lahir pada abad ke-14 dimana bermula dengan memfokuskan kepada
perbaikan nasib perempuan sebagai manusia semata. Dengan berkembangnya waktu pada
abad  ke-19  ia  lebih  menekankan  kepada  perbuatan  misoginis dengan  bersamaan  pula
muncul  studi  ilmiah  tentang  feminism  yang  dikaitkan dengan  gender  dan  upaya
penyerataan  gender  (equal  right  feminism.  Di  Amerika  Serikat  tatkala  itu  baru
memfokuskan  diri  pada  upaya  agar  perempuan  mempunyai  hak  memilih  (the  right  to
28
. Nina M. Armando dkk, Ensiklopedi Islam,2005, Penerbit: PT. Ichtiar Baru Van Houve, hal. 158.
29
.  Adapun  teori-teori  yang  termasyhur  dan  menjadi  landasan  kaum  feminisme  sebagai  berikut:
pertama:  Gender Theory – teori ini mencoba untuk merekonstruksi pemahaman yang mengatakan bahwa
factor  biologislah  yang  menjadikan  peran  perempuan  tidak  sebagaimana  mestinya,  namun  yang
membedakan  adalah  realita  social,  budaya,  politik  dan  lain  sebagainya.  Kedua:  Mainstream  Feminist
Theory  –  teori  ini  berupaya  memasukkan  istilah-istilah  feminis  kedalam  ilmu  pengetahuan  tradisional
(masih bersifat umum) dengan memodifikasinya denganvisi dan misi gerakan feminism tersebut.  Ketiga:
Soft Feminist theory – teori ini setidaknya mengakui kesetaraan gender tetapi masih dalam ruang lingkup
pengasuhan. Keempat: Liberal Feminist Theory – teori ini mencoba menghapus adanya pendistorsian peran
perempuan baik dalam sector public  maupun  sector domestic serta akhirnya kesamaan  peran perempuan
dengan laki-laki.  Kelima:  Socialist Feminist Theory – teori ini melihat bahwapermasalah pada dominasi
seksual (laki-laki dan perempuan) terletak pada dinamika kelas, oleh karena itu urusan rumah tangga harus
menjadi  industri  sosial  dan  urusan  asuh-mengasuh  menjadi  urusan  publik.  Keenam:  Radikal  Feminist
Theory – teori ini melihat bahwa sumber masalah adadan terletak pada laki-laki semata.
19
vote)  dan  pada  tahun  1920-an  perempuan  Amerika  mendapatkan  perizinan  untuk
memilih.  Namun  mulai  abad  ke-14  sampai  ke-19  barulah  sekedar  gerakan  yang  masih
jauh dari harapan perempuan. Pada tahun 1960-an di  anggap banyak kalangan ilmuwan
bahwa  lahirnya  feminisme  dan  saatnya  menguatkan  feminism  liberal  di  Amerika.
Amerika Serikat telah memunculkan gerakan yang meletakkan feminisme sebagai bagian
dari  hak  sivil  (civil  right) dan  kebebasan  seksual  (sexual  liberation) .  Beberapa  selang
kemudian angka tenaga kerja perempuan meningkat duakali lipat dibandingkan dengan
sebelumnya.  Lalu  beberapa  kaum  Feminisme  bangkit  untuk  memperjuangkan  hak
pengasuhan  terhadap  anak,  kesehatan,  pendidikan.  Berjalan  seiring  waktu  gerakan  ini
merembes ke Eropa, Australia dan dengan ditandai terbitnya buku The Feminist Mystique
karangan Betty Friedan.
30
b.  Latar belakang munculnya wacana gender dalam Islam
Aspek  pembahasan  mengenai  latar  belakang  wacana  gender  merupakan  hal  yang
signifikan, mengingat signifikansi wacana gender yang berakhir pada keselarasan dengan
ide atau tujuan al-Qur’an diturunkan – hal ini jugamengakibatkan perlunya pemakalah
memaparkan  sepintas  perjalanan  sejarah  mulai  dari  jazirah  Arab  sampai  Islam  hadir
dengan menghapus pengsubordinasian terhadap perempuan.
Sejarah Jazirah Arab
Jazirah  Arab  atau  yang  juga  kita  kenal  dengan  semenanjung  Arab  adalah  sebuah
semenanjung terbesar dalam peta dunia  yang merupakan semenanjung barat daya Asia.
Dengan luas wilayah 1.745.900 km², dihuni oleh sekitar empat belas juta jiwa
31
.
Monoteisme  menjadi  agama  pada  saat  itu  dimana  kepercayaan  terhadap  Tuhan
Yang  Maha  Esa  atau  di  dalam  al-Qur’an  dikenal  dengan  sebutan  agama  yang  hanif
(condong  kepada  kebenaran).  Namun  seiring  berputarnya  waktu  sedikit  demi  sedikit
kepercayaan mereka pudar dan menggantinya dengan menyembah berhala, kepercayaan
fundamentalnya tetap ada – mereka mengakui ke-EsaanTuhan namun mereka disamping
itu  mereka  lebih  tertarik  kepada  tuhan  yang  bersifat  nyata,  sebagaimana  al-30
.  Lihat Nina M. Armando dkk,  Ensiklopedi Islam,2005, Penerbit: PT. Ichtiar Baru Van Houve –
Jakarta, hal. 159.
31
. Philip K. Hitti,  History Of The Arabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Slamet
Riyadi, 2010, Penerbit: PT. Serambi Ilmu Semesta, hal. 16.
20
Qur’anmerekam  kejadian  demikian  pada  surah  al-Zukruf  ayat  87  yang  artinya:  Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: siapakah yang menciptakan mereka, niscaya
mereka menjawab:Allah, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyemba
Allah)?”.
Sesembahan  terus  berlanjut  dan  menyebar  serta  beberapa  berhala  diletakkan  di
dalam Ka’bah oleh seorang pedagang  yang kaya raya saat itu bernama Amr bin Luhay
dari suku Khuza’ah, tatkala beliau berkunjung ke kota Syam, disanalah ia tertarik kepada
sesembahan  dan  tradisi  melekat  dalam  jiwanya.  Karena  kehormatan  dan
kemuliaannyamaka penduduk Makkah khususnya mengikuti tradisi yang dibawanyanya
dan  dipraktekkan.  Tradisi  demikian  sampai  ke  pelosok-pelosok  jazirah  Arab  dan
memunculkan  beragam  berhala.
32
Adapaun  berhala-berhala  yang  sangat  diagungkandan
dikenal  dengan  sebutan  “Tiga  Anak  Perempuan  Allah”  yaitu  al-Uzza,  al-Lat  dan  alManat.  Ketiga  nama  berhala-berhala  tersebut  telah  di  jelaskan  dalam  al-Qur’an  pada
surah al-Najm ayat 19-21.
33
Sejarah Mesopotamia
Sejarah dunia Arab mengharuskan pula kita berbicarasejarah klasik Mesopotamia,
yang  secara  tata  letak  daerah  Mesopotamia  bersebelahan  dengan  jazirah  Arab.
Mesopotamia  menjadi  tolak  ukur  sejarah  peradaban  dan  kebudayaan  umat  manusia.
Transformasi tradisi dan hukum yang pernah ada di Mesopotamia menjadikan pengaruh
Mesopotamia dapat diperhitungkan.
Awal dari sejarah peradaban masyarakat Mesopotamia  berkisar pada tahun 3500-2400 SM. Masyarakat tatkala itu mempunyai prilaku berburu untuk laki-laki dan meramu
untuk perempuan. Ciri khas dari masyarakat ketika itu masih bersifat egaliter, penindasan
berdasarkan  kelas  dan  jenis  kelamin  masih  relatif  sedikit.  Kemudian  suku-suku
diperkirakan  sudah  ada  tetapi  masih  dihimpun  oelh  satu  ikatan  suci  yang  bersifat
universal,  sehingga  membentuk  suatu  masyarakat  yang dikenal  dengan  sebutan  temple
city .
Nabi  Ibrahim  as  diperkiran  lahir  di  kawasan  Mesopotamia  dan  Nabi  Ibrahim  di
kenal dengan sebutan “Bapak Patriarki”.  Ia lahir pada tahun 4000 dan 1000 tahun SM.
32
. Saifyur Rahman Mubarakfuri, Ar Rahikul Makhtum,  2005, hal. 7
33
. Philip K. Hitti,  History Of The Arabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Slamet
Riyadi, 2010, Penerbit: PT. Serambi Ilmu Semesta, hal. 123-124.
21
Perubahan gaya hidup masyarakat ketika itu bisa dilihat dengan bertambahnya penduduk
dan binatang-binatang buas mulai terjinakkan, ikatan kekeluargaan  (kinship/al-Qarabah)
mulai terkonsolidasi dan pada saat bersamaan telah muncul kekaisaran (empire).
34
Sejarah Hammurabi
Pada tahun 1795 muncul seorang tokoh yang sangat populer bernama Hammurabi,
ia wafat pada tahun 1750 SM.Hammurabi adalah penguasa yang menciptakan kebesaran
Babilonia  kuno,  metropolis  pertama  di  dunia.  Banyak peninggalan  pemerintahan
Hammurabi (1795-1750 BC) yang telah dilestarikan, dan saat ini kita dapat mempelajari
raja  yang  luar  biasa  ini  sebagai  pembuat  hukum  tertulis  yang  terkenal  dengan  sebutan
Kode  Hammurabi  (The  Code  Of  Hammurabi) .  Meski  untuk  zaman  sekarang  Kode
Hammurabi  terasa  bengis  dan  hanya  menuruti  rasa  dendam  saja  tapi  tujuan  hukum  ini
sebenarnya  untuk  melindungi  segenap  wargaBabilonia  dari  perbuatan  kriminal.  Yang
membuat  kita  terperangah  hukum  Hammurabi  begitu  rinci  sehingga  seolah-olah  ingin
menjangkau  semua  segi  kehidupan  masyarakat.  Tampaknya  Hammurabi  tak  ingin
tanggung-tanggung.  Dia  ingin  semuanya  bisa  diatur  dalam  sebuah  sistem  hukum  yang
komplit  sehingga  tidak  satupun  segi  kehidupan  masyarakat  yang  lolos  dari
pengaturan.Kode  itu  dipahat  pada  monumen  batu  hitam,  setinggi  8  kaki.  Jelas  ini
dirancang supaya dapat  dijangkau pandangan publik.  Batu  yang terkenal ini ditemukan
pada  tahun  1901,  bukan  di  Babylonia,  tapi  di  sebuah kota  pegunungan  Persia,  yang
diduga  dibawa  oleh  para  penakluk.  Kalimat-kalimat  hukum  yang  terpahat  di  monumen
itu  dimulai  dan  diakhiri  dengan  pujian  pada  Tuhan.  Bahkan  sebuah  kode  hukum
digunakan sebagai bahan untuk berdoa walaupun doa itu terutama berisi celaan terhadap
siapapun  yang  melanggar  dan  menghancurkan  hukum.  Kode  itu  kemudian  mengatur
garis-garis  yang  tegas  dan  definitif  terhadap  organisasi  masyarakat.  Hakim  yang
membuat  kesalahan  dalam  suatu  kasus  hukum  bisa  dicopot  dari  jabatannya  untuk
selamanya,  dan  didenda  dalam  jumlah  yang  besar.  Saksi  yang  memberikan  keterangan
palsu  dihukum  mati.Memang  semua  kejahatan  yang  dianggap  berat  dapat  dijatuhi
hukuman  mati.  Seperti  contoh  apabila  seorang  membangun  rumah  dengan  buruk  dan
34
.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an,  2001,  penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 94.
22
roboh  dan  membunuh  pemiliknya  pembangun  rumah  itu  akan  dibunuh.  Apabila  putra
pemilik terbunuh, maka putra pembangun rumah juga harus dibunuh.
35
Salah  satu  pemikir  yang  mengkompromikan  antara  ide-ide  dasar  dalam  Kode
Hammurabi  dengan  Shuhuf  Ibrahim  adalah  I.R.  dan  L.L.  al-Faruqi.  Nilai-nilai  dari
hukum yang digagas oleh Hammurabi merembes sampai kawasan Timur Tengah, yang di
dalamnya  termasuk  kitab  klasik  bahkan  Kitab  Talmud, kitab-kitab  tafsir  dan  lain
sebagainya.
36
Sejarah Asyiria
Pada tahun 1000 SM pula muncul suatu kerajaan baru yang lebih kuat dan dominan
dengan nama Kerajaan Asyria. Usia kerajaannya diperkirakan mulai tahun 911 dan 612
SM. Luas kerajaannya menjangkau wilayah Irak, Iran  bagian Barat sampai Mesir. Kode
Asyria merupakan tiruan dari Kode Hammurabi. Salah satu kodenya adalah bahwa status
atau peran perempuan masih terkalahkan dengan laki-laki yang lebih dominan. Louis M.
Epstein  sebagaimana  yang  dikutip  Nasaruddin  Umar  bahwa  peraturan  yang  digunakan
Kerajaan Asyria sampai pada hal-hal yang bersifat individual seperti berbusana, wanita
keluar harus menggunakan kerudung.
37
Sejarah Achemid
Sejarah  Kerajaan  Achemid  muncul  pada  abad  ke-6  SM,  usia  kerajaan  ini
diperkirakan pada tahun 550 sampai 331 SM. Wilayah  kekuasaannya mulai Iran bagian
selatan memanjang ke Timur Tengah dan tempat huniandi sepangjang pinggiran sungai
Nil dan Dardanella. Namun kerajaan ini tidak bertahan lama dikarenakan pada zamannya
muncul  seorang  yang  karismatik  bernama  Alexander  Agung  murid  dari  Aristoteles.
Beberapa  saat  setelah  munculnya  Alexander  Agung  ini maka  munculnya  kekuatan
terbesar di dunia yaitu Kerajaan Romawi-Bizantium dan Kerajaan Sasania-Persia.
35
.  Jurnal  Lillian  Goldman  Law  Library  –  Yale  Law  School  oleh Charles  F.  Horne,The  Code  of
Hammurabi: Introduction,  1915, di ambil pada Jam 01.30 (am) WIB tanggal 14-03-2013.
36
.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an,  2001,  penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 96.
37
.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an,  2001,  penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 99.
23
Perempuan  pada  zaman  ini  masih  termarginalkan  dan  dipojokkan.  Perempuan
merupakan  “jenis  kelamin  kedua”  yang  mengharuskan  tunduk  dibawah  otoritas  lakilaki.
38
Sejarah Islam
Keadaan destabilisasi pada zaman sebelumnya  yang menyimpan nilai-nilai ajaran
Mesopotamia  dan  dikuatkan  dengan  kerajaan  selanjutnya,  dengan  perlahan  terhapus
tatkala al-Qur’an diturunkan, diturunkannya al-Qur’an pada saat dimana  keadaan dunia
internasional  diwarnai  dengan  persaingan.  al-Qur’an menghapus  prilaku  yang
delinkuensi, peraturan yang melanggar harus dihapuskan, sebagaimana pemakalah telah
paparkan diawal mengenai tujuan al-Qur’an diturunkan.
Kerajaan  Romawi  dibagian  Eropa  Barat  dalam  keadaan  lemah.  Gregorius  yang
Agung yang menjadi Paus di Roma tetap berada dibawah kontrol dan kekuasaan Romawi
Timur yang berpusat di Konstantinopel. Kerajaan inipernah menguasai Asia kecil, Syria,
Mesir, Eropa Tenggara sampai ke Danube, dan beberapa pulau di Laut Tengah, wilayah
di  Italia  dan  pantai  Afrika  Utara.  Sementara  saingan  berat  kerajaan  Romawi  adalah
Kerajaan  Persia  di  bagian  Timur  yang  menguasai  daerah-daerah  di  Irak  yang  kaya
membujur ke Afghanistan dan Sungai Oxus.
Persaingan  antara  Kerajaan  Romawi  dengan  Kerajaan  Persia  sering  diibaratkan
dengan  persaingan  antara  Blok  Soviet  dan  kekuatan  Atlantis  dalam  era  Perang  Dingin.
Dengan  persaingan  ketat  antara  kedua  kerajaan  tiba-tiba  muncul  seorang  yang  gagah
berani  sebagai  utusan  Tuhan  guna  memberantas  akhlak yang  tercela,  tiba-tiba  sisa-sisa
Kerajaan  Persia  melakukan  negoisasi  untuk  memperoleh  dukungan  dan  legitimasi
terhadap wilayah-wilayah yang ia kuasai dan mereka bersedia masuk ke dalam Islam.
39
Keyakinan  terhadap  diri  Nabi  Muhammad  Saw,  hal  itu  dikarenakan  produk  yang
ditawarkan Nabi Muhammad berupa pembebasan dan peniadaan penindasan menjadikan
Nabi  Muhammad  Saw  diperhitungkan  dalam  memimpin  sebuah  proyek.  Itulah
kecerdasan Nabi  yang Tuhan ikut andil dalam sepak terjangnya – mampu menawarkan
sebuah produk yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.Ide ketimpangan gender dengan
38
.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an,  2001,  penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 100.
39
.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an,  2001,  penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 101-105.
24
ide  al-Qur’an  selaras  yaitu  yang  membedakan  di  mata Allah  hanyalah  Takwa  kepadaNya.
B.  Identifikasi Ayat-Ayat Gender Di Dalam al-Qur’an
Di  dalam  al-Qur’an  ayat-ayat  yang  berhubungan  dengan  masalah  relasi  gender
masih terpisah-pisah. Ayat-ayat gender dipilih secara non-biologis bukan biologis, karena
gender  yang  menjadi  penekanan  pemakalah  kali  ini  adalah  perbedaan  antara  sex  dan
gender  walaupun  secara  etimologi  mempunyai  arti  yang  sama  sebagaimana  yang  telah
pemakalah jelaskan diatas.
Fungsi, peran, dan relasi gender dan  yang tidak berkaitan dengan faktor biologis,
sesuatu  yang  bisa  diciptakan  dan  mendapatkan  adanya ketimpangan  maka  kita  akan
temukan ayat-ayat seperti istilah  al-Rajul/al-Rijal dan  al-Mar’ah/al-Nisa ,  al-Dhakar dan
al-Untha,  termasuk  gelar  untuk  laki-laki  dan  perempuan,  seperti  suami  (al-Zawj)  dan
isteri  (al-Zawjah) , ayah  (al-Ab) dan ibu (al-Umm) , saudara laki-laki  (al-Akh) dan saudara
perempuan  (al-Ukht), kakek  (al-Jadd)  dan  nenek  (al-Jaddah) ,  muslim  laki-laki  (alMuslim/al-Muslimun)  dan  saudara  perempuan  (al-Muslimah/al-Muslimat), laki-laki
beriman  (al-Mukmin/al-Mukminun)  dan  perempuan  beriman  (al-Mukminah/alMukminat) . Demikian pula ditambahkan dengan kata ganti baik  laki-laki atau perempuan
seperti  dhamir  mudhakkar  dan  kata  ganti  untuk  perempuan  dinamakan  dhamir
mu’annath.
40
Para  pemikir  yang  menyodorkan  wacana  gender  atau  menawarkan  ide  gender
seperti Muhammad Abduh (1266 H/1849 M-W. 1905 M) dan Muh. Rasyid Rida (w. 1354
H/1935 M),
41
Qosim Amin,
42
keduanya merupakan titik awal kebangkitan pemikir gender
di  dunia  Islam.  Setelah  keduanya  dilanjutkan  oleh  para  pemikir  dari  berbagai  negara
mulai Mesir yang dikenal dengan nama Nawal al-Sa’dawi lewat karya monumentalnya.
Setelah  itu  muncullah  Nasr  Hamid  Abu  Zayd,  Fatimah  Mernissi,  Muhammad  Syahrur,
40
.  Kholid  Hidayatulloh,  Kontektualisasi  Ayat-Ayat  Jender  Tafsir  al-Mannar, 2012,  Penerbit:  elKahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam), hal. 34.
41
. Muhammad Abduh, Tafsir al-Mannar, 2007, Beirut: Dar al-Fikr.
42
. Tahrir al-Mar’ah dan al-Mar’ah al-Jadidah
25
Riffat Hasan telah menjadi rujukan oleh banyak aktifis feminis asal Indonesia dari segi
metodelogi dalam penafsiran ayat-ayat yang berwawasan jender.
43
C.  Redaksi Al-Qur’an Dalam Mengungkapkan Kata-Kata Gender
Adapun yang dimaksud dengan redaksi al-Qur’an dalammengungkapkan kata-kata
gender  adalah  bagaimana  al-Qur’an  membicarakan  gender  lewat  simbol-simbol  atau
ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai gender dan sex. Kedua hal tersebut menurut
pemakalah sudah cukup untuk membedakan antara pengertian sex dan gender melalui alQur’an. Istilah-istilah gender dan sex yang sering digunakan dalam al-Qur’an antara lain
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.  Al-Rijal dan al-Nisa
a.   Al-Rijal
Kata  al-Rijal bentuk jamak dari kata  al-Rajul , berasal dari akar kata  ل ج ر  yang
mempunyai  derivasi  seperti  rajala  (mengikat),  rajila  (jalan  kaki),  tarajjala  (turun  atau
mendarat),  al-Rijl (telapak  kaki),  al-Rijlah  (tumbuh-tumbuhan),  dan  kata  al-Rajul
mempunyai arti laki-laki.
44
Menurut Samih Athif al-Zain di dalam Mu’jam Tafsir Mufradat Alfadhil al-Qur’an
al-Karim menyatakan bahwa  al-Rajul khusus untuk laki-laki dari manusia atau laki-laki
secara  keseluruhan,  sebagaimana  ayat  L ر   6 C   /   6   و  dan  beliau
melanjutkan bahwa perempuan yang menyerupai laki-laki atau perempuan yang memiliki
sifat laki-laki diungkapkan dengan  M 2 ! N - G آ اذا ةء 0 ا G F
ا %أ.
45
Ibnu Mandzur dalam Lisanul al-Arab mengatakan bahwa  al-Rajul lawan dari kata
al-Mar’ah  dari  jenis  manusia.Beliau  mengutip  ayat  dalam  al-Qur’an  surah  al-Baqarah
ayat 282 yang berbunyi
/ ر ( (.$ O او$ -Oاو     (Dan persaksikanlah dengan dua
43
.  Kholid  Hidayatulloh,  Kontektualisasi  Ayat-Ayat  Jender  Tafsir  al-Mannar, 2012,  Penerbit:  elKahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam), hal. 35-36.
44
.  Lihat  kamus  al-Munjid  Fi  al-Lughati  Wa  al-A’laam , 2007,  penerbit:  Maktabah  al-Syarqiyah  –
Beirut, hal. 251.
45
. Samih Athif al-Zain,  Mu’jam Tafsir Mufradat Alfadhil al-Qur’an al-Karim,   2007, Penerbit: Dar
al-Kitab al-Misri & Dar al-Kitab al-Lubnani, hal. 408.
26
orang saksi dari laki-laki di antaramu). Kataal-Rajul menuntut sebuah sifat kedewasaan
seseorang  dan  seseorang  dewasa  dipengaruhi  oleh  faktor  sosial-budaya.
46
 Dengan
demikian kata  al-Rajul  termasuk juga kategori  al-Dzakar tetapi tidak semua  al-Dzakar
masuk dalam kategori al-Rajul.
Kata  ل  ج  ر  di  dalam  al-Mu’jam  al-Mufahras  Li  al-Fadzil  al-Qur’an  al-Karim
dengan berbagai bentuk maksud dan tujuan  yang berbeda-beda ditemukan sebanyak 73
kali,
47
sedangkan di dalam Mu’jam Alfadzil al-Qur’an al-Karim ditemukan sebanyak 71
kali,
48
 meliputi:  Qs.  al-Baqarah/2:  282;  Qs.  al-Nisa/4:  12;   Qs.  al-A’raf/7:  63;  Qs.  al-
A’raf/7:  69;  Qs.  Yunus/10:  2;  Qs.  Hud/11:  78;  Qs.  al-Mu’minun/23:  25;  Qs.  alMu’minun/23:  38;  Qs.  al-Qashashas/28:  20;  Qs.  al-Ahzab/33:  4;  Qs.  Saba/34:  7;  Qs.
Saba/34:  43;  Qs.  Yasin/36:  20;  Qs.  al-Zumar/39:  29; Qs.  Ghafir/40:  28;  Qs.  alZukhruf/43:  31;  Qs.  al-An’am/7:  9;  Qs.  al-A’raf/7:  155;  Qs.  al-Isra/17:  47;  Qs.  alKahfi/18:  37;  Qs.  al-Furqon/25:  8;  Qs.  al-Zumar/39: 29;  Qs.  al-Zumar/39:  29;  Qs.
Ghafir/40:  28;  Qs.  al-Maidah/5:  23;  Qs.  al-Baqarah/2:  282;  Qs.  al-Nahl/16:  76;  Qs.  alKahfi/18: 32; Qs. al-Qashashas/28: 15; Qs. al-Baqarah/2: 228; Qs. al-Nisa/4: 7; Qs. alNisa/4: 32; Qs. al-Nisa/4: 34; Qs. al-Nisa/4: 75; Qs. al-Nisa/4: 98; Qs. al-A’raf/7: 46; Qs.
al-A’raf/7:  81;  Qs.  al-Taubah/9:  108;  Qs.  al-Nur/24:  31;  Qs.  al-Nur/24:  37;  Qs.  alNaml/27: 55; Qs. al-Angkabut/29: 29; Qs. al-Ahzab/33: 23; Qs. al-Fath/48: 25; Qs. alJin/72: 6; Qs. al-Jin/72: 6; Qs. al-Baqarah/2: 239;Qs. al-Nisa/4: 1; Qs.  al-Nisa/4: 186;
Qs.  al-A’raf/7:  48;  Qs.  Yusuf/12:  109;  Qs.  al-Nal/16:  43;  Qs.  al-Anbiya/21:  7;  Qs.  alHajj/21: 27; Qs. Shad/38: 62; Qs. al-Baqarah/2: 282; Qs. al-Ahzab/33: 40; Qs. Shad/38:
42; Qs. al-Nur/24: 45; Qs. al-A’raf/7: 195; Qs. al-Maidah/5: 6; Qs. al-An’am/6: 65; Qs.
al-A’raf/7:  124;  Qs.  Taha/20:  71;  Qs.  al-Syu’ara/26:  49;  Qs.  al-Maidah/5:  33;  Qs.  alMaidah/5:  66;  Qs.  al-Nur/24:  24;  Qs.  al-Angkabut/29:  55;  Qs.  Yasin/36:  65;  Qs.  alNur/24:  31;  Qs.  al-Mumtahanah/60:  12;  Qs.  al-Isra’/17:  64.  Namun  menurut  M.
Nasaruddin Umar ayat  yang menunjukkan dan mempunyaiketerkaitan dengan laki-laki
sebanyak 55 kali.
49
 Al-Rajul dalam arti gender laki-laki
Kata  al-Rajul  di  dalam  al-Qur’an  dengan  konotasi  jender  sebagai  berikut:Qs.  alBaqarah/2:  282;  Qs.  al-Baqarah/2:  228;  Qs.  al-Nisa/4:  32;  Qs.  al-Nisa/4:  34;  Qs.  alNisa/4:  75;  Qs.  Qs.  al-A’raf/7:  46;  al-Taubah/9:  108;  Qs.  al-Ahzab/33:  4;  dan  Qs.  al-46
. Ibnu Mandzur, Lisanul al-Arab,2003, Penerbit: Dar al-Hadist, jilid IV, hal. 83.
47
. Muh. Fuad Abd al-Baqi,  al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfadzi al-Qur’an al-Karim ,1996, Penerbit:
Dar al-Hadist, Hal. 371-373.
48
.  Ramzy Sayyid al-Sya’ban dkk, Mu’jam Alfadzil al-Qur’an al-Karim, 1990, Penerbit: Majmu’ alLughatul al-Arabiyah –Mesir.
49
.  M.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender  Perspektif  al-Qur’an,   2001,  Penerbit:
Paramadina, hal. 147.
27
Shad/38:  62.  Namun  ayat  Qs.  al-Nisa/4:  34  ini  selalu  dijadikan  argumentasi  dalam
masalah gender, berbagai pemikir mencoba menafsirkan guna mencari solusi.

 ن ا 9 ل ا M

P >ا !P2 0 ء 6 ا  
ا أ ( ا *? أ 0 و
-69 G4 Q 2 R S ?% G (هو Cهاو (ه 2 (هز ن 2 UF - او >ا V?% 0
ا N 0
 >ا نا L N (
 ا SNF L2
/6 Wأ ن 2 (ه Xاو Y P0 ا 2 .
Artinya:  Kaum  laki-laki  itu  adalah  pemimpin  bagi  kaum  wanita,  oleh  karena  itu
Allah  telah  melebihkan  sebahagian  mereka  (laki-laki)  atas  sebahagian  yang  lain
(perempuan),  dan  karena  mereka  (laki-laki)  telah  menafkahkan  sebagian  dari  harta
mereka.Sebab  itu  maka  perempuan  yang  saleh  ialah  yang  taat  kepada  Allah  lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka.
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuz nya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu  maka  janganlah  kamu  mencari-cari  jalan  untuk  menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Secara  normatif  al-Qur’an  memihak  kesetaraan  status antara  laki-laki  dan
perempuan,  tetapi  secara  kontekstual  dinyatakan  adanya  kelebihan  dalam  hal  tertentu
antara laki-laki dan perempuan. Para mufasir klasikhanya memahami ini secara normatif,
misalnya para fukaha memberikan status  yang lebih tinggi unggul bagi  laki-laki,  yakni
suami  sebagai  qawwamun .  Asgar  Ali  Engineer  mengkritik  metode  para  mufasir yang
hanya memahami ayat dengan nilai teologis dan mengkesampingkan nilai sosial-budaya
dimana mereka bertempat tinggal.
50
Husein  Muhammmad  di  dalam  bukunya  menyatakan  bahwa  qawwam  dalam  ayat
tersebut berarti pemimpin, penanggung jawab, pengatur dan pendidik. Kategori-kategori
ini  sebenarnya  tidaklah  menjadi  persoalan  yang  serius  dikala  keadilan  ditegakkan  dan
hilangnya diskriminatif.  Akan tetapi, secara umum para ahli tafsir superioritas laki-laki
atas perempuan bersifat mutlak. Beliau juga mengutip pandangan Fakhruddin al-Razi di
50
. Asghar Ali Engineer, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, 1994,terj. Farid Wajdhi dan Cici Farkha
Assegaf,Penerbit: Bentang Budaya – Yogyakarta. hal.57.
28
dalam al-Tafsir al-Kabir bahwa laki-laki lebih di unggulkan pada dua aspek, yakni ilmu
pengetahuan dan kemampuan.
51
Kalau kita lihat sejarah bahwa zaman telah berubah  dan perempuan dimana-mana
banyak  menaruhkan  prestasi,  namun  akankah  perempuan terus  hidup  dalam  bayangbayang  fatamorgana  diskriminatif?  Hal  nilah  yang  seharusnya  menjadi  pertimbangan
kaum  laki-laki  dan  pada  dasarnya  keduanya  tidak  bisa  disamakan  karena  dari  awalnya
sudah  berbeda,  solusinya  adalah  laki-laki-laki  berprofesi  sebagaimana  takdirnya  dan
perempuanpun  demikian,  keduanya  ibarat  sepasang  sandal  salah  satunya  tidak  bisa
dipisahkan  dan  yang  sangat  esensial  adalah  laki-laki  adalah  sebagai  pena  sedangkan
perempuan menjadi kertasnya.
Menurut kalangan tekstualis, termasuk di dalamnya mufassir klasik, ayat ini adalah
bukti  nyata  bahwa  Al-Qur’an  betul-betul  menyatakan  bahwa  laki-laki  lebih  utama
daripada  perempuan.  Penyebutan  Al-Qur’an  “laki-laki adalah  pemimpin  perempuan”
adalah  satu  bentuk  perintah  Allah  kepada  laki-laki  untuk  mengatur  segala  hal  yang
berkenaan dengan perempuan. Karena itu juga, menjadi otomatis bahwa perempuan sama
sekali tidak diperkenankan untuk menjadi pemimpin.  Perempuan ada dan berada hanya
untuk menjadi makmum atau pihak yang dipimpin. Kesimpulannya, selamanya laki-laki
adalah superior dan perempuan inferior.
52
 Al-Rajul dalam arti seseorang, baik laki-laki maupun perempuan
Kata  al-Rajul  di  dalam  al-Qur’an  dengan  konotasi  orang  (baik  laki-laki  atau
perempuan) sebagai berikut: Qs. al-A’raf/7: 46;Qs. al-Taubah/9: 108;Qs. al-Ahzab/33: 23
dan Qs. al-Shad/38: 62.
-6.  (
6 و   N4   P9  (
602  >ا  او$ه
   ا 9$@  ل ر  ( 6 [0 ا  (
F ا $ و L.$N
Artinya: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menempati apa
yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di
51
.Husein  Muhammad,Fiqh  Perempuan  –  Refleksi  Kiai  Atas  Wacana  Agama  Dan  Gender.2012,
Penerbit: PT. LKIS, hal. 24.
52
.  Mamang M. Haerudin, Menghindari Tafsir Bias Gender: Rekontekstualisasi  Dalam Menangkap
Misi  Ramah  Perempuan  Dalam  al-Qur’an dalam  Jurnal  Equalita  Pusat  Studi  Gender  (PSG)  IAIN Syekh
Nurjati Cirebon, Edisi Juli 2012, hal.
29
antara mereka ada pula  yang menunggu-nunggudan mereka sedikitpun tidak mengubah
janjinya.
 Al-Rajul dam arti Nabi atau Rasul
Kata  al-Rajul di dalam al-Qur’an dengan konotasi Nabi atau Rasul, yakni: Qs. alAnbiya/21: 7; Qs. Saba/34: 7; Qs. al-A’raf/7: 63; Qs. al-A’raf/7: 69; Qs. Yunus/10: 2; Qs.
al-Mu’minun/23: 25; Qs. al-Mu’minun/23: 38; Qs. Saba/34: 43; Qs. al-Zukhruf/43: 31;
Qs. al-An’am/6: 9; Qs.  al-Isra/17: 47; Qs.  al-Furqon/25: 8; Qs. Yunus/12: 109; Qs. alNahl/16: 43.
ن 0 F 5
-6آ نا آ\ ا !هأ ا A 2
ا % 5 ر 5ا N9 6 رأ و
Artinya: Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan
beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.
Ayat  diatas  mengisyaratkan  adanya  pengtakhsisan  kepada  kata  5 رuntuk
membedakan antara laki-laki dari bangsa manusia dengan laki-laki bangsa jin, malaikat
dan lainnya dan penugasan mengenai wahyu tidak pernah disampaikan kecuali kepadamu
laki-laki wahai Muhammad, kesemuan utusan-Nya dari satu jenis yaitu laki-laki.
53
 Al-Rajul dalam arti penguasa
Kata  al-Rajul  di  dalam  al-Qur’an  dengan  konotasi  penguasa  atau  pemimpin,
yakni:Qs. al-Maidah/5: 28;Qs. al-A’raf/7: 48; Qs. al-A’raf/7: 155; Qs. al-Nahl/16: 76; Qs.
al-Kahfi/18: 32; Qs. al-Kahfi/18: 37; Qs. al-Qashash/28: 20; Qs. al-Ahzab/33: 40; Qs. alAhzab/33: 23; Yasin/36: 20; Qs. al-Mu’min/40: 28; Qs. al-Ghafir/40: 28; Qs. al-Jin/72: 6.
( 0 ا NFا م 9 . ل 9 . ! ر 6.$0 ا Q9أ ( ء و
Artinya: Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas,
ia berkata: Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu.
 Al-Rajul dalam arti budak
Kata  al-Rajul di dalam al-Qur’an dengan konotasi budak, yakni: Qs. al-Zumar/39:
29; Qs. al-Nisa/4: 1; dan Qs. al-Naml/27: 55.
. ! ر 6.$0 ا Q9أ ( ء و   ( 0 ا NFا م 9 . ل 9
53
. Muh. Nawawi al-Jawi,  al-Tafsir al-Munir Li Ma’alimi al-Tanzil, 2007, Penerbit: Dar al-Fikr, juz
II, hal. 39.
30
Artinya:  Allah  membuat  perumpamaan  yaitu  seorang  laki-laki  (budak)  yang
dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak
yang  menjadi  milik  penuh  dari  seorang  laki-laki  (saja);  adakah  kedua  budak  itu  sama
halnya? Segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
b.  Al-Nisa
Kata  al-Nisa  adalah  bentuk  jamak  dari  kata  al-Mar’ah  yang  berarti  perempuan
yang  sudah  dewasa.  Di  dalam  Mu’jam  al-Mufahras  Li  Alfadzil  al-Qur’an  ditemukan
sebanyak 59 kali, yakni: Qs. al-Baqarah/2: 222; Qs.al-Baqarah/2: 231; Qs. al-Baqarah/2:
232; Qs. al-Baqarah/2: 235; Qs. al-Baqarah/2: 236; Qs. Ali Imran/3: 13; Qs. Ali Imran/3:
42; Qs. al-Nisa/4:1; Qs. al-Nisa/4: 3; Qs. al-Nisa/4: 4; Qs. al-Nisa/4: 7; Qs. al-Nisa/4: 11;
Qs. al-Nisa/4: 19; Qs. al-Nisa/4: 22; Qs. al-Nisa/4: 24; Qs. al-Nisa/4: 32; Qs. al-Nisa/4:
34;  Qs.  al-Nisa/4:  43;  Qs.  al-Nisa/4:  75;  Qs.  al-Nisa/4:  98;  Qs.  al-Nisa/4:  127;  Qs.  alNisa/4: 127; Qs. al-Nisa/4: 129; Qs. al-Nisa/4: 176; Qs. al-Maidah/5: 6; Qs. al-A’raf/7:
81; Qs. al-Nur/24: 31; Qs. al-Nur/24: 60; Qs. al-Naml/27: 55; Qs. al-Ahzab/33: 30; Qs.
al-Ahzab/33: 32; Qs. al-Ahzab/33: 32; Qs. al-Ahzab/33: 52; Qs. al-Ahzab/33: 59; Qs. alFath/48:  25;  Qs.  al-Hujurat/49:  11;  Qs.  al-Hujurat/49:  11;  Qs.  al-Thalaq/65:  1;  Qs.  alBaqarah/2:  49;  Qs.  Ali  Imran/3:  61;  Qs.  al-A’raf/7: 141;  Qs.  Ibrahim/14:  6;  Qs.  Ali
Imran/3:  61;  Qs.  al-A’raf/7:  127;  Qs.  al-Qashashas/28:  4;  Qs.  Ghafir/40:  25;  Qs.  alBaqarah/2:  223;  Qs.  al-Baqarah/2:  187;  Qs.  al-Nisa/4:  15;  Qs.  al-Nisa/4:  23;  Qs.  alNisa/4: 23; Qs. al-Thalaq/65: 4; Qs. al-Baqarah/2:  226; Qs. al-Mujadalah/58: 2; Qs. alMujadalah/58:  3;  Qs.  al-Nur/24:  31;  Qs.  al-Ahzab/33:  55.
54
 Menurut  Nasaruddin  Umar
kata  al-Nisa berbeda dengan kata  al-Untha ,  al-Untha bersifat  global  yang di dalamnya
termasuk  bayi  sampai  sudah  usia  lanjut,  sedangkan  kata  perempuan  atau  al-Nisa
bermakna jender perempuan yang sepadan dengan kata al-Rijal .
55
 Al-Nisa dalam arti jender perempuan
9]او نا$ ا ا ك F 0 R Q ء 6 و ن 9]او نا$ ا ا ك F 0 R Q ل ن
Xو ? N Q #آ وأ 6 !9 0
54
.  Muh. Fuad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfadzi al-Qur’an al-Karim ,1996, Penerbit:
Dar al-Hadist, Hal. 793-794.
55
.  M.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender  Perspektif  al-Qur’an,   2001,  Penerbit:
Paramadina, hal.159.
31
Artinya: Bagi laki-laki  ada hak dari harta  peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
dan  bagi  perempuan  ada  hak  bagian  (pula)  dari  harta peninggalan  ibu-bapak  dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagianyang telah ditetapkan.
Surah  al-Nisa  ayat  7  diatas  mengindikasikan  dan  berkonotasi  sosial,  yang  mana
dimasa  lalu  ketika  ibu-bapak  meninggal  wanita  dan  anak  laki-laki  yang  belum  dewasa
tidak mendapatkan bagian harta warisan, ayat ini turun sebagai tanggapan terhadap tradisi
jahiliyah  yang  merendahkan  perempuan  dengan  dalih  tidak  mengikuti  peperangan.
Sangatlah jelas ayat ini berhubungan dengan gender yang membicarakan sosial-budaya.
56
Lebih  lanjut  M.  Quraisy  Syihab  di  dalam  tafsirnya  menyatakan  bahwa  kata  al-Rijal
diterjemahkan dengan laki-laki dan  al-Nisa diterjemahkan dengan perempuan, ada yang
berpendapat bahwa perempuan di dalam ayat ini adalah perempuan dewasa dan ada pula
yang  mengartikan  dengan  mencakup  dewasa  dan  anak-anak,  sedangkan  M.  Quraisy
Syihab  sependapat  dengan  pendapat  kedua.  Selanjutnya  penekanan  beliau  pada  kata
faradha  dan  wajib,  faradha  berbicara  kewajiban  yang  harus  dipenuhi  dikarenakan
bersumber  dari  sesuatu  yang  tinggi  kedudukannya  yaitu  Allah  sedangkan  kata  wajib
berbicara  kewajiban  yang  tidak  hanya  fokus  pada  Tuhan  semata  namun  pada  lingkup
kosmos.
57
 Al-Nisa dalam arti isteri-isteri
_ 9L
/ أ ا 0
او >ا ا *Fاو
/ ? ] ا $9و
-`O أ
/7 % ا FA2
/ ث %
آؤ
( 6 [0 ا و
Isteri-isterimu  adalah  (seperti)  atanh  tempat  kamu  bercocok  tanam,  maka
datangilah  tempat  bercocok  tanamanmu  itu  bagaimana  saja  kamu  kehendaki.  Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa  kamu  kelak  akan  menemui-Nya.  Dan  berilah  kabar  gembira  bagi  orang-orang
yang beriman.
Kata  al-Nisa  dalam  surah  al-Baqarah  ayat  223  di  atas  diartikan  isteri-isteri,
sebagaimana  halnya  kata  al-Mar’ah  sebagai  bentuk  mufrad dari  kata  al-Nisa ,  hampir
56
. Muh. Rasyid Ridho, Tafsir al-Qur’an al-Karim , 2007, Penerbit: Dar al-Fikr, hal.1244
57
. M. Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah – Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Q ur’an, 2010, Penerbit:
Lentera Hati, cet III, jilid II, hal. 423-424.
32
seluruhnya berarti isteri, misalnya  ط ةأ اdan  ةأ ا   ح .  Kata al-Nisa yang berarti
isteri-isteri  ditemukan  disejumlah  ayat,  seperti  dalam  Qs.  al-Baqarah/2:  187,  223,  226,
231 dan 236; Qs. al-Nisa/4: 15 dan 23; Qs. al-Ahzab/33: 30, 32 dan 52; Qs. Ali Imran/3:
61; Qs. al-Thalaq/65: 4; Qs. al-Mujadilah/58: 2 dan3.
Penggunaan  kata  al-Nisa  lebih  terbatas  daripada  kata  al-Rijal ,  cakupan  al-Rijal
sebagaimana yang telah dijelaskan diatas mengandungbeberapa pembicaraan sedangkan
kata  al-Nisa hanya terpatok kepada dua pembicaraan yaitu jenderperempuan dan isteriisteri.
M. Quraisy Syihab menggunakan logika yang sangat bagus lagi sederhana tatkala
menafsirkan  ayat  diatas  dengan  kata  kunci  “tempat  bercocok  tanam”,  bukan  saja
mengisyaratkan bahwa anak yang lahir adalah buah dari benih yang ditanam ayah, isteri
hanya berfungsi sebagai ladang yang menerima benih.Jangan salahkan ladang bila yang
tumbuh apel padahal anda menginginka mangga karena  benih  yang anda tanam  adalah
benih apel bukan benih mangga.
58
Dari  pernyataan  diatas  pemakalah  lebih  condong  ayat diatas  masuk  kedalam
kategori  makna  gender,  karena  sesuatu  yang  kita  harapkan  dan  tak  kunjung  datang
disebabkan  bukan  hanya  faktor  internal  diri  namun  eksternal  yang  melibatkan  sosialbudaya  dimana  perempuan  bertempat  tinggal.  Suami  menginginkan  mangga  sedangkan
hasilnya  adalah  apel,  ini  mengindikasikan  bahwa  ada benih  yang  lebih  dahulu  masuk
kedalam sebelum sang petani menabur benih di ladangatau tempat dia bercocok tanam.
2.  Al-Dzakar dan al-Untha
Dalam kamus Lisan al-‘Arab kata al-Dzakar berasal  dzakara  yang mempunyai arti
menjaga sesuatu, namun al-Dzakar yang jamaknya al-Dzukurdan madzakirmemiliki arti
mengisi,  menuangkan  dan  lain  sebagainya.  Dalam  kamus  al-Munjid  disebutkan  berasal
dari kata آذ   berarti menyebutkan, mengingat. Dari akar kata tersebut menjadi beberapa
kata seperti  ذا آة   yang berarti mempelajari,   آذ  yang berarti mengingat, menyebutkan
dan  \ ا آ   yang  berarti  laki-laki  atau  jantan.  Kata  al-Dzakar  lebih  berkonotasi  kepada
persoalan  biologis  daripada  persoalan  sosial-budaya.  Kata  al-Dzakar  juga  digunakan
58
.  M. Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah – Pesan, Kesan Dan Keserasian al-Q ur’an, 2010, Penerbit:
Lentera Hati, cet III, jilid I, hal. 584-585.
33
bukan  hanya  untuk  bangsa  manusia  namun  mahluk  tuhan lainnya  menggunakan  kata
tersebut.
Di  dalam  al-Qur’an  kata  al-Dzakar  mengacu  kepada  sesuatu  yang  berkonotasi
kepada  konteks  kalimat  dan  tidak  mengacu  kepada  konteks  sosial-budaya  atau  sesuatu
yang  dipengaruhi  oleh  faktor  luar.
59
 Kata  al-Dzakar  bertebaran  di  dalam  al-Qur’an
dengan  jumlah  sebanyak  18  kali,  dan  kata-kata   al-Dzakar  banyak  digunakan  untuk
maksud biologis atau sex, seperti:
# ] آ   آ\ ا  e  G Xو   0

أ  >او   # أ   - Xو   ا بر  G 9   - Xو   0 2

ا ن f ا ( -.رذو ه\
أ او
. - 0 او
Artinya:  Maka  isteri  Imran  melahirkan  anaknya,  diapun  berkata:  “Ya  Tuhanku,
susungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan;dan Allah lebih mengetahui apa
yang dilahirkan itu, dan anak laki-laki tidaklah  seperti anak perempuan. Sesungguhnya
aku telah menamai dia Maryam dan aku melindungkannya serta anak-anak keturunannya
kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaithan yangterkutuk.
Namun di dalam al-Qur’an terdapat pula kata yang sebelum menjelaskan mengenai
jenis kelamin tertentu disebutkan aspek gendernya, seperti ayat 176 surah al-Nisa:
2 ء و 5 ر ة ا ا آ ناو ( # ا V% !# آ\
Artinya: Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara-saudara laki-laki dan
perempuan,  maka  bahagian  seorang  saudara  laki-laki  sebanyak  bahagian  dua  orang
perempuan.
Telah jelas secara teks maupun konteks apa sebenarnya yang dikehendaki oleh ayat
tersebut, yaitu pembahagian waris sebagaimana ditentukan oleh faktor sosial atau fungsi
jender.  Dengan  demikian  kata   آ\ ا dan   # ]ا tetap  mengacu  kepada  faktor  biologis,
oleh karena itu kesimpulannya adalah bawhwa tidak seterusnya perbedaan jenis kelamin
melahirkan perbedaan gender.
59
.  M.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender  Perspektif  al-Qur’an,   2001,  Penerbit:
Paramadina, hal. 164.
34
Adapun  kata   # ]ا  berasal  dari  kata  g أ berarti  “lemas”,  lembek  dan  halus.
60
Penggunaan  kata   # ]ا  dalam  al-Qur’an  terulang  sebanyak  30  kali  dalam  berbagai
bentuk dan maksud serta tujuannya, kesemuannya yangada tidak menunjukkan arti lain
selain jenis kelamin.
61
D.  Gender Dalam Analisa Para Pemikir Muslim
Wacana  kesetaraan  gender  di  dalam  Islam  secara  normatif-konseptual  telah
dibangun  dan  disebabkan  dari  beberapa  variabel  yang kemudian  memunculkan
arugemntasi fundamental bagi bangunan wacana kesetaraan gender tersebut.
Sahal  Mahfudz  dalam  pengantar  buku  Fiqh  Perempuan  – Refleksi  Kiai  Atas
Wacana  Agama  Dan  Gender  mengatakan  bahwa  gender  bukan  kodrat  Tuhan.  Ia
membedakan antara jenis kelamin dengan gender, gender akan terus berubah dari waktu
ke waktu bukan dari kelas ke kelas sementara jenis kelamin tidak akan pernah berubah.
62
Konsepsi egalitarian
63
tentang gender sudah dibangun secara kokoh dan konsisten
sebagaimana  visi  dan  misi  Islam  yang  teraktualisasi dalam  al-Qur’an.  Egalitarianisme
merupakan pandangan  yang sebenarnya telah tercantumdalam al-Qur’an namun secara
realita konsep egalitarian seakan terdistorsi sedikit demi sedikit.
Dari berbagai pemikir yang telah memberikan variabel-variabel mengenai prinsipprinsip  gender,  pemakalah  hanya  memberikan  dua  di  antara  pemikir  lainnya  yang
berkenaan dengan prinsip-prinsip gender, sebagai berikut:
M. Nasaruddin Umar
64
1.  Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba
Salah  satu  tujuan  Allah  menciptakan  manusia  adalah  untuk  menyembah  kepada
Tuhan, sebagaimana ayat 56 surah al-Dzariyat:
60
.  Lihat  kamus  al-Munawwir,  hal.  46.  Bandingkan  dengan  kamus  al-‘Asri,  hal.  241,  yang
mengartikannya dengan melemaskan dan melemahkan.
61
.  M.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender  Perspektif  al-Qur’an,   2001,  Penerbit:
Paramadina, hal. 170.
62
. Husein Muhammad,  Fiqh Perempuan – Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender, 2012,
Penerbit: PT. LKIS, hal. xi-xii,
63
.  Egalitarian  adalah  seseorang  yang  percaya  bahwa  semua  manusia  memiliki  derajat  yang  sama
kecuali takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
64
.  Nasaruddin  Umar,  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an, 2001,  penerbit:
Paramadina, cet. II, hal. 248-264.
35
نو$N 5ا e او (C ا G* و
Artinya:  Dan  Aku  tidak  menciptakan  jin  dan  manusia  melainkan  supaya  mereka
menyembah kepada-Ku.
Hamba secara definitif tidak mengenal adanya perbedaan secara dominan. Laki-laki
dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama dalam  berkarya dan menjadi hamba
yang  ideal.  Hamba  yang  ideal  dalam  al-Qur’an  disebut  dengan  orang-orang  yang
bertakwa.  Orang  yang  bertakwalah  yang  membedakan  laki-laki  dan  perempuan  dimata
Allah Swt. Sesuatu  yang tidak bisa dipungkiri bahwadi dalam al-Qur’an ada beberapa
ayat menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi derajatnya sedikit dibandingkan perempuan.
2.  Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah
Allah  Swt  setelah  menciptakan  manusia  sebagai  hambanya,  maka  akan  berlanjut
dan memegang amanat sebagai representasi diri-Nya di muka bumi yang dikenal dengan
khalifah. Khalifah di muka bumi tergambarkan di dalam al-Qur’an surah al-An’am ayat
165  dan  al-Baqarah  ayat  30.  Kedua  ayat  diatas  tidak sedikitpun  menyinggung  jenis
kelamin (baik laki-laki atau perempuan).
  2  ! CFأ  ا 9   ?  ضر ا   2  !
  ا   /`ى 0   ر  ل 9  ذاو 2  $ ?.  (
ن 0 F 5

أ ا ل 9 س$* و ك$04 IN (4 و ء $ ا ? .و
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka bertanya: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya  dan  menumpahkan  darah,  padahal  kami  senantiasa  bertasbih  dengan  memuji
Engkau  dan  mensucikan  Engkau?”  Tuhan  menjawab:  “Sesungguhnya  Aku  mengetahui
apa yang tidak kalian ketahui”.
3.  Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial
Janji  primordial  manusia  sebelum  ia  keluar  dari  rahim  ibunya  menafikan  adanya
subordinasi, perjanjian manusia dengan Tuhan merupakan sesuatu yang absolut dan tidak
ada  yang  mengatakan  “tidak”  ketika  perjanjian  tertulis  dengan  malaikat.  Hal  ini  bisa
terlihat di dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 172, yakni:
ا 9
/ G أ
? أ

ه$ Oأو
-.رذ
هر "  ( مداء 6 ( ر \ ا ذاو
( ?i ا\ه (
  6آ ا * ا م . ا *F نأ $ O
36
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari  sulbi  mereka  dan  Allah  mengambil  kesaksian  terhadap  jiwa  mereka  (seraya
berfirman):  “Bukankah  Aku  ini  Tuhanmu?”  mereka  menjawab:  “Betul  (Engkau  Tuhan
kami),  kami  menjadi  saksi”.  (Kami  lakukan  yang  “sesungguhnya  kami  (Bani  Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
Dalam  perjanjian  primordial  ini  awal  dari  keadilan  yang  definitif  dan  setalah  itu
manusia  mengenal  dengan  lingkungan  dan  terjadilah  perpudaran  keadilan  definitif.
Minimal ada dua akibat mengenai pudarnya keadilan yaitu kemaksiatan dan unsur-unsur
dunia telah merasuki relung jiwa kita.
4.  Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis
Drama  kosmis  yang  terjadi  antara  Adam  dan  Hawa  digambarkan  oleh  al-Qur’an
dengan menggunakan dhomir   0هyang menunjukkan keduanya sama aktifnya dan tidak
ada  berat  sebelah.  Hal  ini  bisa  dilihat  dari  beberapa  ayat  dalam  al-Qur’an  surah  alBaqarah ayat 35, al-A’raf ayat 20, al-A’raf 22, al-A’raf ayat 23 dan al-Baqarah ayat 187.
. 6 9و ة C ا _\ه *F 5و 0-`O g % ا$iر 6 Lآو 6C ا   وزو G أ (/ ا مدA
( 0 ا ( /-2
Artinya: Dan Kami berfirman: “Hai Adam diamilah oleh kamu dan isterimu surga
ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja kamu sukai,
dan  janganlah  kamu  dekati  pohon  ini,  yang  meyebutkan  kamu  termasuk  orang-orang
yang zalim.
5.  Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi
Manusia  terlahirkan  di  muka  bumi  tidak  dalam  keadaan  bodoh  dan  tidak  ingin
menjadi bodoh pula, kadar dan kemampuan yang diberikan semuanya sama yang berbeda
hanyalah memanfaatkan yang telah diberikan tersebut. Al-Qur’an menyatakan di dalam
tiga  ayat-Nya  pada  surah  Ali  Imran  ayat  195,  al-Nisa  ayat  124,  al-Nahl  ayat  97  dan
Ghafir ayat 40, kesemuan ayat tersebut tidak ada yang membicarakan perbedaan dalam
hal  prestasi  namun  setelah  kemampuan  tersebut  diberikan  maka  cara  memakainyalah
yang berbeda.
5و   6C ا  ن $.   `ى وA2  ( [   هو   # أ  وأ   آذ  (  ت 4 Q ا  (  !0 .  ( و
ا * ن 0 .
37
Artinya:  Barangsiapa  yang  mengerjakan  amal-amal  saleh,  baik  laki-laki  maupun
perempuan sedang ia orang beriman, maka mereka itu  masuk kedalam surga dan mereka
tidak dianiaya walau sedikitpun.
Khairuddin Nasution
65
Khoiruddin  Nasution  membagi  kemitrasejajaran  yang  dikonsepsikan  melalui  alQur’an menjadi delapan bagian, yakni:
1.  Statemen Umum Tentang Kesetaraan Perempuan Dan Laki-Laki
Al-Qur’an  menyatakan  dengan  tegas  tentang  kesetaraan  antara  laki-laki  dan
perempuan sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 187 dan
228.
Bahwa  istri  adalah  pasangan  suami  dan  suami  adalah  pasangan  istri,  ini
tergambarkan pada ayat 187 yang berbunyi:

/j ا g2 ا م Q ا
/ !%أ
6 س N
- أو
/ س N (ه  
-6آ
/ أ >ا

/ >ا R-آ ا S- او (هو (` 2
/6
  ?
و
/
ب -2
/ ? أ ن -UF ا آو
ا م Q ا ا 0Fأ
7 C? ا ( د ا k U ا ( M ا k U ا
/ ( N-. -% ا Oاو
>ا ( N. \آ ه *F L2 >ا دو$% F $C 0 ا 2 ن ?/

- أو (هو NF 5و ! ا
ن *-.
س 6 -.اء
Artinya:  Di  halalkan  bagi  kamu  pada  malam  hari  bulan  puasa  bercampur  dengan
isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni  kamu  dan  memberi  ma’af  kepadamu.  Maka  sekarang  campurilah  mereka
dan  carilah  apa  yang  telah  ditetapkan  Allah  untukmu,  dan  makan  minumlah  hingga
terang  bagimu  benang  putih  dari  benang  hitam  yaitu  fajar.  Kemudian  sempurnakanlah
puasa  itu  sampai  (datang)  malam,  (tetapi)  janganlah kamu  campuri  mereka  itu,  sedang
kamu  beri’tikaf  dalam  masjid.  Itulah  larangan  Allah,  maka  janganlah  kamu
mendekatinya.  Demikianlah  Allah  menerangkan  ayat-ayat-Nya  kepada  manusia  supaya
mereka bertakwa.
65
. Khoiruddin nasution,Fazlur Rahman Tentang Wanita , 2002, Jogjakarta, Penerbit: Tazzafa Dan
Academia, hal. 22-34. Lihat juga skripsi Patut Ahmad Su’adi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
dengan  judul  Pemikiran  Fazlur  Rahman  Dan  Riffat  Hassan  Tentang  K esetaraan  Gender  Dalam  Islam,
2008, hal. 35-39.
38
Sedangkan  wanita  mempunyai  hak  yang  seimbang  dengan kewajibannya
tergambarkan pada ayat 228 yang berbunyi:
( %رأ 2 >ا (0-/. نأ ( !4. 5و ءو 9 # 7( ? A (Q -. G* f0 او
م او > ( [. (آ نا 4 @ا اودارأ نا ذ 2 (هد %أ ( - و ا   ( و

0% l.l
 >او رد (
 ! و فو 0 (
 ى\ ا!#
Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika  mereka  beriman  kepada  Allah  dan  hari  akhirat.  Dan  suami-suaminya  berhak
merujukinya dalam masa nanti itu, jika mereka (parasuami) itu menghendaki ishlah. Dan
para  wanita  mempunyai  hak  yang  seimbang  dengan  kewajibannya  menurut  cara  yang
ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
2.  Kesetaraan Asal Usul
Proklamasi al-Qur’an tentang kesetaraan asal usul manusia dapat dilihat dalam alQur’an surah al-Nisa ayat 1 dan al-Hujurat ayat 13.
Disebutkan  bahwa  manusia  diciptakan  dari  jenis  yang sama  tergambarkan  pada
suart al-Nisa ayat 1 sebagai berikut:
ا *Fا س 6 ا .A. ة$%و e? (
/* ى\ ا
/ ر   5 ر 0 6 g و وز 6 و
N 9ر
/
 ن >ا نا م %ر او ن j F ى\ ا >ا ا *Fاو ء و ا #آ
Artinya:  Hai  sekalian  manusia  bertakwalah  kepada  Tuhan-Mu  yang  telah
menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan
dari  pada  keduanya  Allah  memperkembang  biakkan  laki-laki  dan  perempuan  yang
banyak.  Dan  bertakwalah  kepada  Allah  yang  dengan  mempergunakan  nama-Nya  kamu
saling  meminta  satu  sama  lain,  dan  peliharalah  hubungan  silaturrahim.  Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Sedangkan sumber ciptaan manusia adalah laki-laki dan perempuan tergambarkan
pada surat al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
.A. # أو آذ (
/6* ا س 6 ا   >ا $6

/ آأ نا ا 2ر - !j N9و O
/6 و
N

 >ا نا
/*Fأ
39
Artinya: Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan  seorang  perempuan  dan  menjadikan  kamu  berbangsa-bangsa  dan  bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.
3.  Kesetaraan Amal Dan Balasan
Kesetaraan Amal Dan Balasan atau ganjarannya dapat dilihat pada surah Ali Imran
ayat 195, al-Nisa ayat 32, al-Taubah ayat 72, al-Ahzab ayat 36 dan al-Mu’min ayat 40.
Al-Qur’an menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan  ketika berbuat amal maka
Allah tidak akan mengsia-siakannya, hal ini tergambarkan pada surah Ali Imran ayat 195.
Allah  telah  menjanjika  kepada  laki-laki  dan  perempuan  akan  masuk  surga,  hal  ni
tergambarkan  pada  surah  al-Taubah  ayat  72.  Orang  mukmin  laki-laki  dan  perempuan
akan dapat ganjaran, jika ia durhaka maka dirinya dikatakan sesat dan jika setelah berbuat
maksiat taubat kepada Allah maka ia akan diampuni, hal ini tergambarkan pada surah alAhzab  ayat  36.  Orang  yang  berbuat  baik  (laki-laki  dan  perempuan)  akan  dimasukkan
kedalam  surga  dan  yang  berbuat  jahat  akan  dibalas  dengan  balasan  yang  setimpal
tergambarkan pada surahal-Mu’min ayat 40.
Dari  berbagai  ayat  di  atas  kami  tampilkan  satu  ayat yang  mempunyai  makna
esoterik,  yakni  Orang  yang  mempunyai  karya  atau  manifestasi  akhirat  berupa  amal,
suami baginya dan karya isteri baginya juga, hal ini tergambarkan pada surah al-Nisa ayat
32:
M

/P >ا !P2 ا 60-F 5و R Q ء 6 و ا N -آا 0 R Q ل
(N -آا 0   0
 m O !/ ن آ >ا نا P2 ( >ا ا ` و
Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian  kamu  lebih  banyak  dari  sebahagian  yang  lain.  (Karena)  bagi  laki-laki  ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuanpun ada bahagian dari
apa  yang  mereka  usahakan,  dan  mohonlah  kepada  Allah sebagian  dari  karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
4.  Kesetaraan Untuk Saling Mengasihi dan Mencintai
40
Kesetaraan  untuk  saling  mengasihi  dan  mencintai  bisa  kita  lihat  dari  beberapa
surah.
Bahwa  kepada  orang  tua  laki-laki  dan  perempuan  harus  saling  menyayangi
tergambarkan pada surah al-Isra ayat 24:
ا S@ ; ر 0آ 0 0%را بر !9و 0% ا ( ل\ ا ح 6 0 M? او
Artinya:  Dan  rendahkanlah  dirimu  terhadap  mereka  berdua  dengan  penuh
kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Bahwa  penciptaan  pasangan  antara  laki-laki  dan  perempuan  adalah  untuk
ketentraman, kasih sayang dan saling cinta, hal initergambarkan pada surah al-Rum ayat
21:

/6 ! و ا ا 6/ - وزأ
/ ? أ (
/ نأ -.اء ( و 2 نا 0%رو ةد
نو /?-. م * G. ذ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan ialah Dia menciptakan untukmu jenis
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yangberpikir.
Bahwa suami dan isteri adalah pakaian bagi masing-masing, hal ini tergambarkan
pada surah al-Ahqaf ayat 15:
- Xوو ه آ أ - 0% 6 %ا .$ ( ا 6 @وو   ا O ن # 7 Q2و 0%و ه آ
;
 G0 أ - ا -0 /Oأ نأ ;6
زوأ بر ل 9 6 ( رأ E و _$Oأ E اذا -%
(   او   ا  GNF   ا   -.رذ   2    I @أو   X F   4 @  !0
أ  نأو  ي$ و  
و
( 0 0 ا
Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu  bapaknya,  ibunya  mengandung  dengan  susah  payah  dan  melahirkan  dengan  susah
payah  (pula).  Mengandungnya  sampai  menyapihnya  adalah  tiga  puluh  bulan,  sehingga
apabila  dia  telah  dewasa  dan  umurnya  sampai  empat  puluh  tahun  ia  berdoa:  “Ya
Tuhanku,  tunjukilah  aku  untuk  mensyukuri  nikmat  Engkau  yang  telah  Engkau  berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
41
Engkau  ridhai;  berilah  kebaikan  kepadaku  dengan  (memberi  kebaikan)  kepada  anak
cucuku.  Sesungguhnya  aku  bertaubat  kepada  Engkau  dan  sesungguhnya  aku  termasuk
orang-orang yang berserah diri”.
5.  Keadilan Dan Persamaan
Keadilan  Dan  Persamaan  bisa  kita  dilihat  dari  surah al-Nahl  ayat  97  yang
membicarakan tentang balasan amal sama baik laki-laki dan perempuan:
@  !0
  (
ه أ
6. C6 و   N W  ة %   6 46 2  ( [   هو   # أ  وأ   آذ  (   4
ن 0 . ا آ ( %A
Artinya:  Barangsiapa  yang  mengerjakan  amal  saleh,  baik  laki-laki  maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya  akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beribalasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
6.  Kesejajaran Dalam Jaminan Sosial
Kesejajaran  Dalam  Jaminan  Sosial  bisa  dilihat  dalam surah  al-Baqarah  ayat  177
yang menggambarkan bahwa pada prinsipnya dalam hal  jaminan sosial tidak dibedakan
bedasarkan jenis kelamin:
]ا م او > ( اء ( N ا (/ و ب S0 او ق 0 ا !N9
/ه و ا F نأ N ا e
( او ( / 0 او 0- او * ا ىوذ N%
 ل 0 ا Fاءو ( N6 او R-/ او /`ى 0 او
او ! N ا او$
 اذا
ه$ ن 2 0 او ة آl ا Fاءو ة Q ا م 9أو ب 9 ا 2و ( j
ن *-0 ا
ه `ى وأو ا 9$@ (.\ ا `ى وأ سAN ا ( %و ءا P او ء AN ا 2 (. NQ او
Artinya:  Bukanlah  menghadapkan  wajahmu  ke  arah  timur  dan  barat  itu  suatu
kebajikan,  akan  tetapi  kebajikan  itu  adalah  beriman kepada  Allah,  hari  kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya,  anak-anak  yatim,  orang-orang  miskin,  musafir  (yang  memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan  shalat,  dan  menunaikan  zakat;  dan  orang-orang  yang  menempati  janjinya
apabila  ia  berjanji,  dan  orang-orang  sabar  dalam  kesempitan,  penderitaan  dan  dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orangorang yang bertakwa.
42
7.  Saling Tolong Menolong
Saling  Tolong  Menolong  bisa  dilihat  pada  surah  al-Taubah  ayat  71  yang
menggambarkan  bahwa  al-Qur’an  menunjukkan  tolong  menolong  dalam  Islam  dengan
tidak membedakan jenis kelamin, bahwa mukmin laki-laki dan perempuan adalah saling
tolong menolong:
/60 ا  (
  ن 6.و  فو 0  نو A.  M  ء وأ
P  G6 [0 او  ن 6 [0 او
>ا  نا  >ا
0%   `ى وأ   رو  >ا  ن f.و  ة آl ا  ن F[.و  ة Q ا  ن 0 *.و

/% l.l

Artinya:  Dan  orang-orang  yang  beriman,  laki-laki  dan  perempuan,  sebahagian
mereka  (adalah)  menjadi  penolong  bagi  sebahagian  yang  lain.  Mereka  menyuruh
(mengerjakan)  yang  ma’ruf,  mencegah  dari  yang  mungkar,  mendirikan  sembahyang,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
8.  Kesempatan Dalam Mendapatkan Pendidikan
66
Kesempatan Dalam Mendapatkan Pendidikan bisa dilihat pada surah al-Mujadalah
ayat  11  yang  menggambarkan  pujian  al-Qur’an  kepada  laki-laki  dan  perempuan  yang
mempunyai prestasi dalam ilmu pengetahuan:
! 9  اذاو   0/  >ا  I ?.  ا 4 2 2  e C0 ا   2  ا 4 ?F
/ ! 9  اذا  ا 6 اء  (.\ ا   .A.
ن 0 F 0 >او G رد
ا ا Fوأ ى\ او
/6 ا 6 اء  (.\ ا >ا Y2 . اوl 2 اوl ا
N
Artinya:  Hai  orang-orang  yang  beriman,  apabila  dikatakan  kepadamu:  “Berlapanglapanglah  dalam  majlis”,  maka  lapangkanlah,  niscaya Allah  akan  memberi  kelapangan
untukmu.  Dan  apabila  dikatakan:  “Berdirilah  maka  dirilah,  niscaya  Allah  akan
meninggikan  orang-orang  yang beriman di  antaramu dan orang-orang  yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
66
. Lihat M. Quraisy Syihab, Membumikan al-Qur’an, 1980, Penerbit: Mizan, hal. 55.
43
BAB III
BIOGRAFI BINT SHATI’
A.  Latar Belakang Tafsir Al-Bayan
Al-Tafsir  al-Bayani  Li  al-Qur’an  al-Karim  merupakan tafsir  kontemporer  karya
monumental Dr. ‘Aisyah Abd al-Rahman Bint al-Syati’yang dikenal dengan panggilan
Bint al-Syati’, telah mengisi khazanah corak dan metode penafsiran al-Qur’an yang patut
dipertimbangkan  untuk  dikaji  dalam  penerapan  prinsip-prinsip  dan  kaidah-kaidah  yang
telah diletakkan olehnya.Seperti yang diakui penulinya sendiri bahwa lahirnya tafsir ini
didorong  oleh  sebuah  semangat  pembaharuan  metodologi  tafsir  yang  ketika  itu  masih
mengikuti  tradisi  klasik  dengan  tanpa  mengkritisiterlebih  dahulu  atas  penafsir-penafsir
yang telah disajikan para mufassir.
Biografi Aisyah Bint al-Shati
Aisha  Abdul  al-Rahman,  yang  dikenal  dengan  Bint  al-Shati,  dilahirkan  pada  6
Nopember  1913di  Dumyat  sebuah  keluarga  religius  dan konservatif.  Ayahnya
mengirimnya  ke  kuttab
67
 sebuah  sekolah  al-Qur'anuntuk  mempelajari  Qur'an,dengan
bantuan  ibunya  Bint  al-Shati  mampu  melanjutkan  pendidikannya,dia  menerima  gelar
B.A.  dalam  Bahasa  Arab  dan  Sastra  dari  Universitas  Kairo  Mesir.  Dia  mendapat  gelar
Ph.D di bidang yang sama di bawah pengawasan Hussein Tahayang terkenal pada tahun
1950.Bint al-Shati menduduki jabatan akademik di Mesir,dia adalah Ketua Departemen
Studi Arab dan Islam di Universitas Ain Shams, inspektur akademik untuk Departemen
Pendidikan  Mesir,  dan  profesor  tamu  di  universitas-universitas  Arab  antara  lain
Universitas  Khartoum  di  Sudan  dan  Qarawiyyin  University  di  Maroko,  Dia  juga
mengajar  di  Suriah,  Arab  Saudi,  Irak,  dan  Uni  Emirat  Arab.Aisha  Abdul  al-Rahman
mulai menulis artikel untuk majalah wanita Mesir, Ketika ia memulai penerbitan di jurnal
dan beredar luas dan surat kabar harian pada tahun  1933, dia mengadopsi nama penanya
Binti  al-Shati  ("putri  tepi  sungai/pantai")  untuk  menyembunyikan  identitasnya  dari
ayahnya,  seorang  sarjana  terkenal  religius  pada  waktu  itu  yang  bernama  Syaikh
67
. Dalam sejarah Islam kuttabdibagi menjadi dua bagian; pertama: kuttab berfungsi sebagai tempat
pendidikan  yang  memfokuskan  pada  tulis  baca.  Kedua:  kuttab  tempat  pendidikan  yang  mengajarkan  alQur'an dan dasar keagamaan. Lihat Samsul Nizar,  Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam,
2005, Penerbit: PT. Ciputat Press Group, hal. 7-8.
44
Mohammad  Ali  Abdul  al-Rahman.  Ayahnya,  menebak  nama penanya  -  yang  mengacu
pada tempat kelahirannya di Dumyat, di mana air sungai Nil dan Mediterania bertemu -
dan  mengakui  gayanya,  mendorongnya  kemudian  untuk  terus  menulis.  Selain  menulis
dalam  jurnal  akademik  dan  ilmiah,  ia  menulis  untuk  surat  kabar  bergengsi  al-Ahram
sampai  kematiannya.Seorang  penulis  yang  produktif,  Bint  al-Shati  memiliki  lebih  dari
empat puluh buku dan seratus artikel. Meskipun ia menerbitkan beberapa fiksi dan puisi,
dia terkenal karena studinya yang berkenaan dengan  tema-tema sosial, sastra, dan Islam.
Pertamanya  dua  buku,  yang  muncul  pada  tahun  1936  dan  1938,  berurusan  dengan
kesulitan yang dihadapi petani Mesir. Buku-buku lainnya berurusan dengan sastra Arab
(1961), kontemporer Arab perempuan penyair (1963),  Abu al-Ala al-Ma'arri (1968 dan
1972), dan pembacaan baru Risalat al-Ghufran (1972).
Bint  al-Shati  adalah  pembela  keras  dari  hak-hak  perempuan.  Beberapa  judul
artikelnya  membuktikan  lingkup  luas  pengetahuan  dan bunga,  yakni:  "The  (woman)
Loser", "The Lost Woman", "The (woman)stranger", "The Rebellious", "The Dreamer",
"The Innocent", "The Sad," "How Do Our (male) Literary Figures View Women?", "The
Image  of  Women  in  our  Literature",  "We  Are  No  More  Evil  than  Men",  dan  "Will  a
Women ecome a Shaykh in al-Azhar?",pada tahun 1942  novelnya  Master of the Estate
menggambarkan gadis petani yang menjadi korban darimasyarakat patriarki dan feodal.
Bint al-Shati sangat unggul, bagaimanapun dalam bidang studi al-Qur'an dimana ia
terbitkan  lebih  dari  lima  belas  buku  termasuk  di  dalamnya  buku  yang  berjudul  "The
Immutability  of  The  Qur'an  (1971),With  the  Chosen  ( 1972),  The  Qur'an  and  Issues  of
Human Condition (1972),dan  Islamic Character (1973) . Dia juga menerbitkan biografi
perempuan-perempuan muslim meliputi: The Mother of the Prophet (1966), The Wives of
the Prophet (1959) , dan The Daugthers of the Prophet (1963) .
68
Syaikh Amin al-Khuli
Eksistensi dari corak pemikiran Amin al-Khulli menjadikan preferensi Aisyah Bint
al-Shati  di  dalam  menjelaskan  atau  menggunakan  metode  Amin  al-Khulli  di  dalam
tafsirnya.  Dia  lahir  pada  awal  bulan  Mei  1895,  pada usia  tujuh  tahun  Amin  tinggal
bersama pamannya dan di gembleng dangan pendidikan  agama yang sangat ketat seperti
68
.Lihat Gale Encyclopedia of the Mideast & N. Africa  Bint al-Shati: Egyptian scholar and writer,
di ambil jam 09.20 am WIB tanggal 17-03-2013 http://www.answers.com/topic/bint-al-shati.
45
menghafal  al-Qur’an,  menghafal  tajwidal -Tuhfahdan  al -Jazariah ,  fiqh ,  dan  nahwu.
Pembaharuan  tafsir  dimulai  dari  apa  yang  dilakukan  oleh  Syaikh  Amin  al-Khulli,  dia
adalah  salah  seorang  generasi  awal  pembaru  Islam  pada  tahun  30-an  dan  40-an  abad
lampau bersama Thaha Husein, Manshur Fahmi dan Ahmad Amin. Pada umur 15 tahun
ia  berhasil  menamatkan  jenjang  Ibtidaiyah  dan  Aliyah  dengan  hasil  yang  sangat
memuaskan. Dia menamatkan sekolahnya di tahun 1920,dan mengajar  di tempat  yang
sama  pada  tanggal  10  Mei  1920.  Pada  7  November  tahun  1923  Dekrit  Kerajaan
menetapkan  beberapa  orang  imam  bagi  Kedutaan  Mesir  di  London,  Paris,  Washington
dan  Roma,  Syaikh  Amin  al-Khulli  dikala  itu  mendapatkan  kesempatan  untuk  menjadi
imam Kedutaan Mesir di Roma dengan kapal yang berlayar dari Alexandaria dan sampai
di  Itali  dengan  membutuhkan  waktu  tiga  hari.Di  Italia  dia  tinggal  selama  dua  tahun
sampai  dirinya  benar-benar  menguasai  bahasa  Italia  dan  membaca  atau  mengamati
keagamaan,  kebudayaan,  karya-karya  para  orientalis  Eropa.  Karirnya  berlanjut  menjadi
delegasi  Mesir  di  Berlin  sejak  awal  Januari  1926.  Dua  bahasa  Itali  dan  Jerman
menjadikan dirinya mampu menguasai – untuk tidak mengataka komprehensif – berbagai
karya-karya yang berbahasa Eropa.
Beberapa  selang  kemudian  karir  imam  dan  negosiator  dihilangkan  dari  Kedutaan
Mesir  berlaku  mulai  tahun  1927,  dan  Amin  al-Khulli  kembali  ke  Mesir.  Pada  saat  itu
mulailah dia berkarya di Madrasah Peradilan Agama sejak 19 Maret 1927, belum tuntas
dia berkarir dan menuangkan berbagai ide-idenya Madrasah Peradilan Agama menutup
karirnya  dan  dia  pindah  ke  bagian  bahasa  Arab  fakultas  Adab  di  Universitas  Mesir,
terhitung sejak 3 November pada tahun 1927. Berkiprah dengan menjadi tenaga pengajar
dan sampai menjadi dosen pada jurusa sastra Arab sejak 17 Februari 1942. Pada tanggal
19  Oktober  1946  dia  dipindahkan  jabatannya  menjadi  penanggung  jawab  sastra  Arab
dalam fase Islam. Karirnya naik terus sehingga ia menjadi dekan pada fakultas Adab pada
13 Mei 1946. Tahun 12 juni tahun 1953 ia pindah menjadi penasihat Darul Kutub dan
menjadi Direktur Umum Kebudayaan Mesir, dia mengakhiri karir kepemerintahan pada
awal Mei 1955.
Bermodalkan pengetahun yang luas akibat sayembara dirinya ke berbagai seantero
dunia membuat ia terpikirkan dan fokus untuk lebih  menekankan pada pendekatan tafsir
al-Qur'an dengan penekanan aspek psikologis. Ia pernah berkata: "Gagasan yang paling
46
tepat  dalam  mentafsirkan  al-Qur'an  adalah  menafsirkan  al-Qur'an  secara  tema  per-tema
bukan  dengan  susunan  surat  atau  ayat  sebagaimana  yang  ada  di  dalam  al-Qur'an".
Sesungguhnya  dari  pembicaraannya  diatas  mengesankan bahwa  dirinya  sebenarnya
berobsesi  membangun  sebuah  metodelogi  yang  disebut  Metodelogi  Penafsiran  Sastra.
Sumbangan yang dihasilkan oleh tafsir tematik adalah upaya mengetahui wawasan global
al-Qur'an  beserta  konsep  al-Qur'an.  Sebenarnya  ulama  klasik  telah  menggunakan
metodelogi  tematik  namun  belum  terkonsepkan  secara  matang  dan  membuat  Amin  alKhulli bergegas membuat konsepnya.
Jika  konsepnya  diterapkan  maka  akan  menghabiskan  waktu,  oleh  karena  itu  ia
memfokuskan  pada  bagian  sastrawi  dan  psikologi  al-Qur'an  dan  selanjutnya  adalah
murid-muridnya.  Dr.  Muhammad  Syukri  Iyad  misalnya  membahas  tema  "Hari  Akhir
Dalam al-Qur'an" dan lain sebagainya. Persoalan yang penting juga dalam metodeloginya
adalah  tertib  sejarah.
69
 Setelah  mengecam  berbagai  aktifitas  intelektual  maupun  sosial
politik dengan penuh semanggat dan tanggung jawab demi kemajuan agama, negara dan
bangsa dengan segala suka yang mana kesemuanya kental dengan nuansa seni-seni dan
sastra,  sehingga  pada  akhirnya  yakni  bertepatan  pada  hari  Rabu  tanggal  6  Maret  1966
dalam usia yang ke 71 tahun sang Pendekar Sastra dan Penbaharu ini meninggal.
Karya-Karya Aisyah Bint al-Shati
Karya-karya Aisyah Bint al-Shati meliputi sebagai berikut:
1.  Abu  al-‘Ala  al-Ma’ari,  al-Khansa’  dan  penyair-penyair  lain  seperti:  al-Hayah  alInsaniyyah ‘Inda Abi al-A‘la yang merupakan tesis yang ditulisnya untuk mendapat
gelar Master di Universitas Fuad I Kairo pada tahun1941
2.  al-Gufr ān li Ab ūal-A‘la al-Ma’ āri yang merupakan disertasi yang ditulisnya untuk
mendapat gelar Doktor di Universitas Fuad I Kairo pada tahun 1950
3.  Ard al-Mu’jizat
4.  Rihlah fi Jazirah al-‘Arab  (1956)
5.  Umm al-Nabiy (1961)
6.  Sukainah bint al-Husain (1965)
7.  Batalat al-Karbala’ (1965)
69
. Jamal al-Banna,Tafsir al-Qur'an al-Karim Baina al-Qudama Wa al-Mu taakhirin, 2003, Penerbit:
Dar  al-Fikr  al-Islami,  Hal.197-201.  Dan  lihat  juga  Gamal  al-Banna,  Evolusi  Tafsir  Dari  Jaman  Klasik
Hingga Jaman Modern, 2005, Penerbit: Qisthi Press Group, 196-202.
47
8.  Ma‘a al-Mustafa (1969)
9.  Al-Tafs īr al-Bay āni lil Qur’ ān al-Kar īmjilid I (1962)
10.  Manhaj al-Tafasir al-Bayani (1963)
11.  Banat al-Nabiy (1963)
12.  Muskilatu al-Taradufu al-Lughowi (1964)
13.  Kitab al-‘Arabiyah al-Akbar(1965)
14.  Tafsir Surat al-‘Asr (1965)
15.  Al-Qur’an Wa Hurriya al-Iradah  (1965)
16.  Kitābunāal-Akbar (1967)
17.  Al-Mafh ūm al-Islāmiy li Tahrīr Al-Mar’ah (1967)
18.  Qodhiyah al-I’jaz (1968)
19.  TurasunāBaina Mādin wa Hādirin (1968)
20.  Jadid Min al-Dirasah al-Qur’aniyah  (1968)
21.  A‘d ā’ al-Basyar (1968)
22.  Al -Ab‘ad al-Tār īkhiyyah wa al-Fikriyyah li Ma’rakatina (1968)
23.  I’jāz al-Bay āni al-Qur’ ān (1968)
24.  Lugatuna wa al-Hay āh(1969)
25.  Manhaj al-Dirasah al-Qur’aniyah  (1969)
26.  Al-Tafs īr al-Bay āni lil Qur’an al-Kar īm Jilid II(1969)
27.  Maqāl fi al-Insān: Dir āsah Qur’ āniyyah  (1969)
28.  Al-Qur’ān wa al-Tafsīr al-‘Asri (1970)
29.  Al-Qur’an Wa Huququ al-Insan (1971)
30.  Min Asrari al-Arabiyah Fi al-Bayani al-Qur’aniyah  (1972)
31.  Al-Israiliyyat Wa al-Tafasir (1972)
32.  Al-Syakhsiyyah al-Isl āmiyyah: Dirāsah Qur’ āniyyah  (1973)
33.  Baina al-‘Aqidah wa al-Ikhtiyar (1973).
34.  Nisa’ al-Nabiy (1973)
35.  Al-Qur’an Wa al-Fikr al-Islami al-Ma’ashir (1975)
36.  ‘Al āal-Jisr: Ust ūrah al-Zaman
37.  Tarajum Sayyidat Bait al-Nubuwah Radiyallah ‘Anhunna  (1987).
Karirnya Aisyah Bint al-Shati
48
Bint  al-Shati  memegang  berbagai  jabatan  akademik  di Mesir.  Dia  pernah
mengepalai Departement Bahasa Arab dan Islamic Study untuk universitas ‘Ain Shams,
sebagai  inspektur  akademik  di  Departemen  Pendidikan Mesir  pada  tahun  1942,  guru
besar  tamu  di  beberapa  universitas  Arab  seperti  Universitas  Khartoum,  Sudan  dan
Universitas  Qarawiyyin,  Maroko.  Dia  juga  mengajar  di  Aram,  Saudi  Arabia,  Iraq,  dan
United Emirat Arab.
Tentang  karir  penulisannya,  Aisya  Abd  al-Rahman  mulai  menulis  artikel-artikel
untuk  majalah-majalah  perempuan  Mesir  di  akhir  1932.  Ketika  dia  mulai  menerbitkan
dalam jurnal-jurnal dan surat kabar harian yang beredar luas di tahun 1933, dia memakai
nama  samaran  Bint  al-Shati  ("putri  pantai")  untuk  menyembunyikan  identitasnya  agar
tidak  diketahui  oleh  ayahnya,  Syaikh  Mohammad  Ali  Abd  al-Rahman,  seorang  ulama
dan  akademisi  yang  religius  dan  terkenal  pada  waktu itu,  tapi  ayahnya,  dapat  menerka
nama samaran itu –yang mengisyaratkan tempat kelahirannya, Dumyat, tempat di mana
aliran sungai Nil dan Mediterania bertemu, di samping itu dia mengenali gaya tulisannya.
Namun  ayahnya  kemudian  mendorong  untuk  tetap  menulis,  bahkan  untuk  jurnal-jurnal
ilmiah  dan  akademis.  Dia  juga  menulis  untuk  surat  kabar  al-Ahram  yang  bergengsi
sampai kematiannya.
Wafatnya Aisyah Bint al-Shati
Pada awal bulan Desember tahun 1998 di usianya yangmencapai 85, Bintu Syati’
menghembuskan nafas terakhirnya. Tulisan terakhir yang sempat diterbitkan oleh koran
Ahram  berjudul  “Ali  bin  Abi  Thalib   Karramllahu  Wajhah ”  tanggal  26  Februari  1998.
Seluruh  karyanya  menjadi  saksi  akan  kehebatan  beliau.  Metode  tafsir  yang  beliau
kembangkan dalam bukunya  “at Tafsir al Bayani Lil Qur’an al Karim” banyak menjadi
rujukan metode penafsiran kontemporer.
B.  Pendekatan  Metodologi  Yang  Digunakan  Dalam  Tafsir  Al-Bayan  Berikut
Corak Penafsiran
Metode Penafsiran Aisyah Bint al-Shati
Pada kata pengantar kitab al-Tafsir al-Bayani li al-Quran,  Bint Syathi menjelaskan
bahwa  apa  yang  ditulis  dalam  karyanya  tersebut  mengikuti  standarisasi  metode  yang
sudah  di  tetapkan  oleh  Dosen  sekaligus  Suami  tercintanya,  Amin  al-Kulli.  Perlu
49
diketahui,  gagasan  Amin  al-Kulli  adalah  menciptakan paradigma  baru  mengenai  alQur’an, yaitu menjadikan metode sastra sebagai titik tolak kajian khusus lainnya. Metode
sastra yang dimaksud adalah pengkajian al-Qur’an dengan dua tahap:
1.  Dirasah  Min  a  Haula  al-Nass  (Kajian  seputar  al-Quran)  Kajian  tersebut  meliputi
kajian  khusus  dan  kajian  umum.  Kajian  khusus  adalah kajian  ulum  al-Quran.
Sedangkan  kajian  umum  adalah  kajian  konteks/situasi,  material  dan  immaterial
lingkungan Arab.
2.  Dirasah ma fi al-Nass  (kajian tentang al-Quran  itu sendiri) Kajian ini bermaksud
untuk  mencari  makna  etimologis,  terminologis.  Semantic  yang  stabil  dalam
sirkulasi kosakata dan makna semantic dalam satu ayat yang ditafsirkan.
Berangkat  dari  metode  yang  ditawarkan  oleh  Amin  al-Kulli  tersebut,  Bint  Syathi
kemudian menetapkan metode penafsirannya sebagai berikut.
Bintu Syathi sangat terpengaruh gaya sang guru yangjuga pendamping hidupnya,
Amin  al-Khulli.  Karakteristik  khusus  yang  membedakan  cara  pandang  Bint  al-Shati’
dengan mufasir lainnya adalah bahwa dia lebih menonjolkan segi sastra. Pendekatan yang
beliau  pakai  yaitu  dengan  menggunakan  metode  semantik,  metode  yang  berbasis  pada
analisa teks. Metode penafsiran yang digunakan Bint al-Shati’ dalam menafsirkan ayat alQur’an yaitu metode yang biasa disebut sebagai metode munasabah, yaitu metode yang
mengkaitkan kata atau ayat dengan kata ayat yang ada di dekatnya dan bahkan ayat yang
berjauhan.  Langkah  pertamanya  yaitu  dengan  mengumpulkan  kata  dan  penggunaannya
dalam beberapa ayat al-Qur’an untuk mengetahui penjelasan apa saja yang terkait dengan
sebuah kata yang ditafsirkan atau diberi penjelasan. Secara garis besar metodologi kajian
ini disimpulkan dalam empat pokok pikiran.
Pertama:  mengumpulkan  unsur-  unsur  tematik  secara  keseluruhan  yang  ada  di
beberapa  surat.  Untuk  dipelajari  secara  tematik.  Dalam  tafsir  ini  beliau  tidak  memakai
metode  kajian  tematik  murni  seperti  itu.  Namun  dengan  pengembangan  induktif
(istiqra’i) .  Mula-  mula  beliau  gambarkan   ruh  sastra  tematik  secara  umum.  Kemudian
merincinya per-ayat. Akan tetapi perincian ini berbeda dengan perincian yang digunakan
dalam  kajian  tafsir  tahlily  (analitik)  yang  cenderung  menggunakan  maqtha’
(pemberhentian  tematik  dalam  satu  surat).  Di  sini  beliau  membuka  dengan  kupasan
bahasa  dalam  ayat  itu  kemudian  dibandingkan  dengan  berbagai  ayat  yang  memiliki
50
kesamaan  gaya  bahasa.  Kadang  menyebut  jumlah  kata,  adakalanya  memberikan
kesamaan dan perbedaan dalam penggnaannya, terakhirbeliau simpulkan korelasi antara
gaya bahasa tersebut.
Kedua: memahami  beberapa  hal  di  sekitar  nash  yang  ada.  Seperti  mengkaji  ayat
sesuai  turunnya.  Untuk  mengetahui  kondisi  waktu  dan lingkungan  diturunkannya  ayat-
ayat  al-Qur’an  pada  waktu  itu.  Dikorelasikan  dengan studi  asbab  al-Nuzul .  Meskipun
beliau tetap menegaskan kaidah  al-Ibrah Bi ’Umum al-Lafadz La Bi al-Khusus al-Saba b
(kesimpulan  yang  diambil  menggunakan  keumuman  lafadz  bukan  dengan  kekhususan
sebab- sebab turun ayat).
Ketiga: memahami  dalalah  al-Lafadz .  Maksudnya,  indikasi  makna  yang
terkandung  dalam  lafadz-lafadz  al-Qur’an,  apakah  dipahami  sebagaimana  dhahirnya
ataukah  mengandung  arti  majaz  dengan  berbagai  macam klasifikasinya.  Kemudian  di
tadabburi  dengan  hubungan-hubungan  kalimat  khusus  dalam  satu surat.  Setelah  itu
mengkorelasikannya dengan hubungan kalimat secara umum dalam al-Qur’an.
Keempat: memahami  rahasia  ta’bir  dalam  al-Qur’an.  Hal  ini  sebagai  klimaks
kajian sastra, dengan mengungkap keindahan, pemilihan kata, beberapa pentakwilan yang
ada di beberapa buku tafsir yang  mu’tamadtanpa mengkesampingkan kajian gramatikal
arab (i’rab ) dan kajian balaghahnya.
70
Sastra tematik yang dimaksud di sini adalah corak tafsir kontekstual yang menganut
madzhab  dan  aliran  tematik  umum  (maudhu’i  ‘am).  Pengkajiannya  dikhususkan  pada
pembahasan sastra bahasa dalam satu surat. Beliau tidak mengambil seluruh surat dalam
al-Qur’an.  Namun,  beberapa  surat  pendek  saja  di  juz amma  pada  buku  pertama:  AdhDluha, Asy-Syarh, Az- Zalzalah, Al-Adiyat, An-Nazi’ at, Al-Balad, dan At-Takatsur.Dan
tujuh surat pendek lainnya pada buku kedua:  Al-‘Alaq, Al-Qalam, Al-‘Ashr, Al-Lail, AlFajr, Al-humazah, dan Al-Ma’un.
Corak Penafsiran
Tafsir al-Qur’an merupakan ilmu yang sangat pentingdalam litelatur Islam. Karena
dari sinilah sebuah teks yang tidak bernyawa akan berbicara dan memposisikan dirinya
sebagai kitab petunjuk.  Pesan  yang disampaikan dalam al-Qur’an  akan  menjadi sebuah
70
.  Saiful  Bahr,  Bintu  Syathi’  &  aliran  sastra  tematik ,  http://saifulesaba.wordpress.com/kajian di
ambil jam 10.45 am WIB tanggal 20-03-2013.
51
hal  yang  sangat  relatif  ketika  diintepretasikan  oleh  beberapa  corak  pemikiran  yang
berbeda. Seiiring dengan berkembangnya zaman dan semakin luasnya ilmu yang dikuasai
umat  Islam,  maka  hal  ini  menyebabkan  pergeseran  metodologi  dalam  intepretasi  alQur’an.  Para  ulama  zaman  dahulu  mengklasifikasikan  metode  tafsir  secara  global
menjadi 2 macam, yaitu;
1.  Tafsir  bil ma’tsur (analisa teks Al Qur’an dengan berpedoman pada teks lain, Al
Qur’an  dan  Hadits.  Corak  metode  tafsir  seperti  ini  banyak  kita  dapatkan  dalam
tafsir Thabary.
2.  Tafsir  bi  ra’yi  (analisa  teks  dengan  berpedoman  pada  akal).  Corak  metode  ini
banyak kita dapati dalam tafsir Al Kasyyâf, Mafâtihul Ghaib, Al Mannâr .
Penggolongan metode tafsir menjadi 2 tersebut saat  ini dipandang kurang relevan
dan  terkesan  kaku.  Maka  dari  itu  para  pakar  tafsir  kontemporer  mencoba  mencari
alternatif lain yang lebih simpel dan sistematis. Dr. Abdul Jabar Ar Rifa’i, menyebutkan
ada 4 teori dalam studi tafsir kontemporer:
Tafsir  ‘Ilmi (analisa  ilmiah  terhadap  ayat-ayat  yang  terkandung dalam  Al  Qur’an
dengan menghubungkan dengan fenomena alam yang terjadi). Contoh; Tafsir  Jawâhirul
Qur’an milik Imam Ghazali, al Burhân Fi Ulûmil Qur’an milik Zarkasyi.
Tafsir  Madhu’i (analisa  sebuah  teks  dengan  menghimpun  satu  kesatuan  tema
didalamnya). Contoh;  Ad Dustûr Al Qur’ani Fi Syu’ûnil Hayâtmilik Muhammad ‘Izzat
Darwizah, Tafsir Ayat Riba milik Sayyid Qutb, Al Qur’an Wal Mujtama’ milik Mahmud
Syaltut.
Tafsir  Ijtimâi  (analisa  teks  dengan  pendekatan  sosiologi  dan  fakta sosial  yang
terjadi).  Contoh;  Tahrîr  Wa  Tanwîr  milik  Thahir  Ibnu  ‘Asyur,  Tafhîmul  Qur’an milik
Abu A’la al Maududi.
Tafsir  Adabi (analisa  teks  dengan  mengungkap  sisi  sastra  yang  terkandung
didalamnya.  Metode  ini  lebih  cenderung  kepada  metode  kritis  dalam  memahami  Al
Qur’an) Contohnya;  Tafsir Bayani Lil Qur’anil Karim milik Aisyah  Abdurrahman atau
Bint  al-Shati’.  Tafsir  Adabi  (tafsir  sastra)  yang  barang  kali  akhir-akhir  ini  banyak
digandrungi  oleh  banyak  orang.  Basis  metode  ini  mulai  diperkenalkan  Amin  Khuli,
seorang intelektual Mesir dan dosen adab di Universitas Cairo. Sosok inilah yang dikenal
kuat  mempengaruhi  corak  penafsiran  generasi  selanjutnya,  seperti  Ahmad  Khalfallah,
52
Nasr Hamid Abu Zayd, Aisyah Abdurrahman atau Bint Shati’. Dari ketiga penerus beliau
ini,  Bint  Shati’-lah  yang  pemikirannya  secara  luar  dikonsumsi  publik.  Selain  berbasis
metode  analisa  teks,  Bint  Shati’  dikenal  sangat  memperhatikan  sisi  normatif  dan  tidak
terlepas dari sisi ilmiah.
Keistimewaan Dan Kelemahan Tafsir al-Bayani
Dalam kaitannya mempelajari, memahami dan mengkaji  al-Qur’an, kita mengenal
ada  empat   metode  tafsir,
71
 meliputi  metode  tahlili ,  ijmal, maudhu’i,dan  muqaran.
Namun  dari  keempat  metode  diatas  yang  paling  populer  digunakan  dalam  menafsirkan
adalah  metode  tahlili
72
 dan  maudhu'i..
73
 Namun  saat  ini  telah  banyak  metode  yang
ditawarkan oleh berbagai mufasir, kesemuan itu merupakan perangkat pendukung untuk
memahami makna-makna yang terkandung dalam teks-teks al-Qur’an. Selain itu, karena
alasan bahwa bahasa adalah bentuk pemikiran, sedangkan makna adalah kandungannya,
adapun realitas eksternal merupakan rujukan maknanya.
Ketika  kita  berbicara  kelemahan  yang  terdapat  dalam Tafsir  al-Bayan  khususnya
pada  langkah  ketiga,  jika  pemahaman  lafaz  al-Qur’an harus  dikaji  lewat  pemahaman
Bahasa  Arab  yang  merupakan  bahasa  “induknya”,  padahal  kenyataannya,  tidak  sedikit
istilah dalam syair dan prosa Arab masa itu tidak dipakai oleh al-Qur’an, maka itu berarti
membuka  peluang  dan  menggiring  masuknya  unsur-unsur tafsiran  asing  ke  dalam
pemahaman al-Qur’an; sesuatu yang sangat dihindari oleh Bint al-Syathi sendiri.
Bint al-Shati’ kurang konsisten dengan metode penafsiran yang ditawarkan, yakni
mengkaji  tema  tertentu,  melainkan  lebih  pada  analisis  semantik.  Kenyataannya,  ketika
Bint  al-Syathi  menafsirkan  ayat-ayat  pendek,  ia  mengumpulkan  lafazh-lafazh  yang
71
.  Al-Ashbahani  mengatakan  bahwa  tafsir  merupakan  hasil  karya  manusia  yang  paling  mulia.
Kemulian  sebuah  karya  adakalanya  di  lihat  dari  objeknya,  adakalanya  dari  tujuannya  dan  adakalanya
karena kebutuhan yang mendesak terhadapnya. Hal inilah yang merupakan salah satu ketertarikan Aisyah
Bint al-Shati membuat karya tafsir walaupun ia tidak menuntaskan hingga selesai dikarenakan Allah telah
memanggilnya.
72
. Metode Tahlili atau yang dinamai oleh Baqir al-Shadr sebagai metode tajz'iy. Tafsir tahlili adalah
menjelaskan  ayat-ayat  al-Qur'an  dengan  meneliti  semua  aspeknya  dan  menyingkap  seluruh  maksudnya,
dimulai dari uraian makna kosakata, makna kalimat,  maksud setiap ungkapan, kaitan antarpemisah sampai
sisi-sisi keterkaitan antarpemisah itu dengan bantuan asbab al-Nuzul, riwayat-riwayat yang bersumber dari
Nabi Muhammad Saw, sahabat,dam tabi'in.
73
.  Metode  Maudhu'I  adalah  menghimpun  seluruh  ayat  al-Qur'an  yang  memiliki  tujuan  dan  tema
yang sama. Setelah itu – kalau mungkin – disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan memperhatikan
sebab-sebab  turunnya.  Langkah  selanjutnya  adalah  menguraikannya  dengan  menjelajahi  seluruh  aspek
yang  dapat  digali,  hasilnya  diukur  dengan  timbangan teori-teori  akurat  sehingga  si  mufasir  dapat
menyajikan tema secara utuh dan sempurna. Lihat Abdul Hayy al-Farmawi,terj. Rosihon Anwar,  Metode
Tafsir Maudhu'I Dan Cara Penerapannya, 2002, Penerbit: CV Pustaka Setia, hal. 43-44.
53
serupa dengan lafaz yang ditafsirkan, kemudian menganalisis dari sisi bahasa (semantik).
Hal  ini  tampak  pada  penafsirannya  pada  surat  al-Zalzalah,  ia  mengumpulkan  semua
derivasi  dari  kata al-zilzal,tapi  bukan  untuk  dicari  maknanya  secara  lebih  utuh dan
komprehensif,  melainkan  lebih  pada  analisis  semantiknya,  untuk  mendukung  gagasan
yang dilontarkan.
Di  sinilah  Bint  al-Shati’  banyak  menuai  kritik  karena  tidak  konsisten  dengan
metode  yang  dikemukakannya.  Dengan  demikian,  meskipun  metode  tematik  yang
ditawarkan  sangat  bagus  dan  kompleks,  ia  tidak  dianggap  sebagai  pencetus  metode
tematik.
Contoh Penafsiran Aisyah Bint al-Shati
Mengenai sumpah-sumpah yang terdapat di dalam al-Qur'an yang diawali dengan
waw al-Qasam- Bint al-Syati' menolak pendapat bahwa semua itu  - seperti kebanyakan
kitab  tafsir  -  menandakan  pemuliaan  obyek  sumpah.  Bint  al-Syati’  meyakini  bahwa
sumpah  Qur’ani  adalah  hanya  salah  satu  alat  retoris yang  digunakan  untuk  menarik
perhatian  terhadap  suatu  hal  lewat  fenomena  nyata  untuk  memperkenalkan  hal-hal  lain
yang  tak  terjangkau  oleh  akal.  Oleh  karena  itu  pilihan  objek  sumpah  dalam  al-Qur’an
sesuai  dengan  situasi  dan  kondisi.  Bint  al-Syati’  memberikan  gambaran  dari  berbagai
surah-surah  yang  dipilihnya  sebagai  objek  seperti  ketika  Allah  bersumpah  demi  waktu
pada  surah  al-‘Asr,  duha ,  demi  siang,  demi  waktu  malam ,  dan  lain  sebagainya.  Ia
menjelaskan  bahwa  waktu  pagi  dan  siang  adalah  merepresentasikan  makna  petunjuk
(hidayah)  dan  kebenaran  (al-Haq).  Sedangkan  malam  merepresentasikan  makna
kesalahan dan dusta.
Seseorang dapat terpukau terpesona ketika mendengaralunan ayat-ayat al-Qur’an.
Seperti  yang  digambarkan  oleh  cendikiawan  Inggris,  Marmaduke  Pickthall  dalam  The
Meaning of Gloriuos Qur’an: “al-Qur’an mempunyai simfoni yang tidak ada taranya di
mana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita”
Inilah  yang  dinamakan  fawasil  yang  mengandung  sajak  dalam  al-Qur’an.  Mayoritas
ulama  sependapat  bahwa  dalam  al-Qur’an  mengandung  sajak.  Hanya  saja  mereka
berbeda  pendapat  apakah  al-Qur'an  terikat  dengan  formulasi  dan  bentuk  sajak  dengan
mengabaikan sisi makna atau sebaliknya, memegang makna dengan mengabaikan sajak.
Bint  al-Shati’  memposisikan  dirinya  pada  pendapat  kedua.  Bint  al-Shati  tatkala
54
menafsirkan  surah  al-Duha  dengan  mengabaikannya  kata  ganti  (dhamir)  ‘ka’  sebagai
objek dari fi’il qala ( 9), menolak argumen prosodik (argumen yang berkaitandengan
hal-hal  irama-sajak)  sehubungan  dengan  terabaikannya  dhamir  ‘ka’.  Argumen  ini
dipegangi oleh al-Naysaburi. Berdasarkan hasil studi Bint al-Shati’ tentang sajak dalam
al-Qur’an, dia percaya bahwa tidak ada lafal di  dalam al-Qur'an  yang ditemui di mana
pun  hanya  karena  alasan  prosodik.  Ia  menyarikan  pandangannya:  "Perihal  alasan
terabaikannya dhamir ‘ka’ sehubungan dengan adanya  kesan harmonisasi  fasilah dengan
sajak,  kita  tidak  menerima  pandangan  bahwa  retorika Qur’ani  didasarkan  pada
pertimbangan-pertimbangan verbal. Yang semestinya adalah tunduk dan menyelaraskan
pada makna retoris.
Satu  hal  penting  dari  penafsiran  Bint  al-Shati’  pada  ayat  8  surah  al-Takatsur
berkenaan dengan  arti dari kata  na'im, adalah bahwa dia mempunyai pemahaman  yang
berbeda dari makna kata na'im. Tidak ada tafsir  yang mengomentari pembedaan antara
kata-kata na'im, ni'mah (memberkati) atau ni'am (jamak). Berdasarkan penelitiannya pada
kata-kata  yang  terbangun  dari  huruf  ن - ع - م   ia  menyatakan  bahwa  al-Qur'an  selalu
menghubungkan kata  na’imdengan al-Akhirah atau  na'im al-Akhirah, dan tidak pernah
menggunakannya  dengan  kata  al-Dunnya.  Kata  ni'mah  atau  ni'am  (jamak),  sebaliknya,
digunakan  untuk  menandai  adanya  bimbingan.  Dan  pemberkatan  dalam  ayat  terakhir
surah al-Takatsur ini berhubungan dengan na'im al-akhirah.
Dan yang tak kalah penting dari pemikirannya yang Menarik untuk dicatat bahwa
Bint  al-Shati'  dalam  penyelidikannya  atas  kata  aqsama  dan  halafa ,  yang  secara  umum
dianggap sebagai sinonim-sinonim oleh kebanyakan penafsiran, menemukan bahwa kata
halafa tidak menginfomasikan makna yang sama seperti kata  aqsama dalam pemakaian
al-Qur'an.  Semua  derivasi  kata  halafa  yang  dia  uji,  berlaku  dalam  al-Qur'an  dengan
makna sumpah yang akan rusak dan dibuat dengan penuh kesadaran, lebih jauh dari itu
kata halafa tidak pernah disandarkan pada Allah.
Bint al-Shati’ tidak sependapat dengan al-Razi yangmenganggap kata al-Takatsur
adalah  sinonim  dari  al-Tafakhur.  Dia  menunjukkan  bahwa  al-Takatsur  dan  al-Tafakhur
yang ditempatkan dalam ayat yang sama dan digabung huruf ‘athaf wawdalam surah alHadid ayat 20 yang menurut metodenya, ternyata tidak mengindikasikan sinonimitas.
55
C.  Gender  dalam  perspektif  Tafsir  al-Bayan;  Studi  Seputar  Peran  Perempuan
Dalam Aspek Karir.
Di dalam tafsir al-Bayan pemakalah hanya menemukan dua bentuk dari empat kata
yang  berhubungan  dengan  gender  dan  sex,  kata  al-Dzakar  dan  al-Untha  merupakan
aspek biologis  yang di dalam makalah ini disebut dengan sex. Namun Bint Shati tidak
menjelaskan  secara  luas  makna  kedua  kata  tersebut,  dia  hanya  mengutip  pendapat
Fakhruddin  al-Razi  dari  kitab  tafsirnya  dan  kitab  Bahrul  Muhith  serta  pendapat  Ibnu
Qoyyim.
Fakhruddin  al-Razi  menyatakan  di  dalam  tafsrinya  kata  al-Dzakar  dan  al-Untha
keduanya adalah Adam dan Hawa, atau juga kedua bentuk laki-laki dan perempuan itu
dari keturunan Nabi Adam dan setiap hewan yang berbentuk jenis kelamin dengan segala
perbedaan dan bentuk yang ada.
Sedangkan Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa kata  al-Dzakar dan  al-Untha seperti
malam  dan  siang,  selanjutnya  ia  sedikit  berbicara  dengan  kata   # ]او آ\ ا
ا,
kata tersebut mengindikasikan keharusan kepada kedua bentuk spesies baik laki-laki dan
perempuan untuk berusaha, berusaha untuk bekerja dan berkarir, dan tidak membedakan
aspek biologis, selagi tidak melanggar martabat dari aspek biologisnya.
56
BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Sekelumit pembicaraan atau pembahasan mengenai gender dalam perspektif Islam
khususnya  al-Qur’an  maka  tibanya  pada  kesimpulan  guna  menghemat  waktu  kepada
khalayak  dalam  membaca  makalah  ini.  Ketika  kita  yakin  bahwa  Islam  hadir  dengan
membawa  misi  untuk  mengangkat  harkat  dan  martabat  manusia,  maka  ini  menjadi
catatan agar semangat pembebasan dari segala bentukketidaksetaraan dan ketidakadilan,
harus dipromosikan dan  digemakan kepada masyarakat  luas, terutama pembebasan dan
keadilan  terhadap  perempuan  dalam  artian  keadilan  sebagaimana  porsi  yang  telah
ditakdirkan  Tuhan,  jangan  menggugat  sebuah  teks  yang  bersifat  otoritas  manakala  teks
otoritas  belum  mampu  kita  tafsirkan  secara  mendalam.  Ulil  Abshar  Abdalla  -  salah
seorang  intelektual  muda  NU  yang  cenderung  berpikiran  “liberal”  pernah  melontarkan
banyak  pertanyaan;  kenapa  teks  tetap  menarik?  kenapa  teks  mudah  menarik  perhatian
umat Islam? dan kenapa dalam situasi krisis (identitas) teks selalu ditampilkan ke depan
untuk  menjadi  bumerang  atau  kepentingan  individual?Ada  dua  asumsi  dasar  yang
mendasari  dalam  pemahaman  yang  tekstualistik.  Pertama :  adanya  premis  awal  bahwa
teks adalah sesuatu yang dengan sendirinya berbicara dan transparan. Kedua: seolah-olah
yang disebut dengan al-Qur’an hanyalah ayat-ayat yang tertera dalam mushaf saja.
74
Tradisi  masyakat  Arab—sebagaimana  sejarah  mencatat—mesti  dijadikan  bahan
pertimbangan betapa kasus-kasus yang bias dan diskriminatif gender agar dalam konteks
sekarang  hal  tersebut  harus  dihindari.  Termasuk  segala  bentuk  penafsiran  terhadap  alQur’an,  harus  disterilkan  dari  segala  hal  yang  berkenaan  dengan  pengalaman  bias  dan
diskriminatif gender. Wallahu ‘alam bi al-Shawab .
74
.  Ulil  Abshar  Abdalla.  Menghindari  Bibliolatri :  Menagkap  Visi  Etis  Al-Qur’an  dalam  Abdul
Moqsith Ghazali, Metodologi Studi al-Qur’an. 2009,penerbit: Gramedia Pustaka Utama, hal. 118.
57
B.  Daftar Pustaka
Arab
Mandzur, Imam Ibnu. 2003. Lisanul al-Arab. Penerbit: Dar al-Hadist.
Al-imam al-Hafhiz Abi ‘Abdillah Muhammad Bin Ismailal-Bukhari, Shohih al-Bukhari,
Pustaka: Darul al-Afaq al-‘Arabiah al-Qohirah.
Al-Munjid Fi al-Lughati Wa al-A’laam. 2007. Penerbit: Maktabah al-Syarqiyah – Beirut.
Al-Banna, Jamal. 2003. Tafsir al-Qur'an al-Karim Baina al-Qudama Wa al-Mutaakhirin.
Penerbit: Dar al-Fikr al-Islami.
Al-Zain,  Samih  Athif.  2007.  Mu’jam  Tafsir  Mufradat  Alfadhil  al-Qur’an  al-Karim.
Penerbit: Dar al-Kitab al-Misri & Dar al-Kitab al-Lubnani.
Ibn ‘Asyur, Muhammad at-Thahir. Tafsir al-Tahrirwa al-Tanwir.Penerbit: Dar Suhnun Li
al-Nasryiwa al-Tauzi’.
Ridho, Muh. Rasyid. 2007. Tafsir al-Qur’an al-Karim. Penerbit: Dar al-Fikr.
Mubarakfuri, Saifyur Rahman. 2005. al-Rahikul Makhtum.
Muhdhor, Ahmad Zuhdi. 1996. Kamus al-‘Asri. Penerbit: Multi Karya Grafika.
Munawwir,  Ahmad  Warson.  1984.  Kamus  al-Munawwir  Arab-Indonesia  Terlengkap.
Penerbit: Pustaka Progressif.
English
GROSSET & DUNLAP. 1972. Webster Dictionary. Penerbit: United State Of America.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary. 2000. Penerbit:Oxford University Press.
Jurnal  Lillian  Goldman  Law  Library  –  Yale  Law  School  oleh  Charles  F.  Horne,  The
Code of Hammurabi: Introduction. 1915.
Indonesia
Alex  A.  &  Achmad  H.P.2010.  Bahasa  Indonesia  Untuk  Perguruan  Tinggi.  Penerbit:
Kencana Prenada Media Group.
Ali  Sa’ud,  Abdullah  bin  Abdul  Aziz.  1418  H.  Al-Qur’an  Dan  Terjemahnya.  Penerbit:
Mujamma’  al-Malik  Fadh  Li  Thiba’at  al-Mushaf  asy-Syarif  Madinah  alMunawarah – Kerajaan Arab Saudi.
58
Anwar, Rosihon. 2002. Metode Tafsir Maudhu'I Dan Cara Penerapannya. Penerbit: CV
Pustaka Setia.
Budiman, Arif. 1985. Pembagian Kerja Seksual. Penerbit: PT. Gramedia.
Engineer, Asghar Ali. 1994. Hak-Hak Perempuan Dalam Islam. terj.  Farid Wajdhi dan
Cici Farkha Assegaf. Penerbit: Bentang Budaya – Yogyakarta.
Faqih, Mansour.2003. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial. Penerbit: Pustaka Pelajar.
Fajri, Em Zul dan Ratu Aprilia Senja. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Penerbit:
Difa Publisher.
Ghazali, Abdul Moqsith. 2009. Metodologi Studi al-Qur’an.Penerbit: Gramedia Pustaka.
Hidayatulloh,  Kholid.  2012.  Kontektualisasi  ayat-ayat  Jender  Dalam  Tafsir  al-Mannar.
Penerbit: el-Kahfi (Lembaga Kajian Humaniora Dan Feminisme Islam).
Kantor Kementerian Negara Urusan Peranan Wanita. 1992. Buku III: Pengantar Teknik
Analisa Jender.
Kitti, Philip K. 2010. History Of The Arabs. Penerbit: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Kahar,  Novriantani.  2005.  Evolusi  Tafsir  –  Dari  Jaman  Klasik  Hingga  Jaman  Modern.
Penerbit: Qisthi Press.
M. Armando, Nina dkk, 2005. Ensiklopedi Islam. Penerbit: PT. Ichtiar Baru Van Houve
– Jakarta.
Muhammad, Husein. 2012. Fiqh Perempuan –  Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan
Gender. Penerbit: PT. LKIS.
Nizar, Samsul.2005. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Penerbit: PT.
Ciputat Press Group.
Umar,  M.  Nasaruddin.  2001.  Argumen  Kesetaraan  Gender:  Perspektif  al-Qur’an.
Penerbit: Paramadina.
Ulumuddin, M. Iyha. 2007. Syara’ Pagar Keselamatan Wanita. Penerbit: NH Press.
Puspitasari, Dewi. Gender Dan Seksualitas: Sebuah Perspektif Islam ( Judul Asli: Gender
And Sexuality: An Islam Perspektif Oleh Ahmad ShehuAbdulssalam).
Pustaka Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Penerbit: Balai Pustaka.
59
Salman,  Ismah.  2005.  Keluarga  Sakinah  Dalam  ‘Aisyiyah:  Diskursus  Jender  Di
Organisasi  Perempuan  Muhammadiyah.  Penerbit:  Pusat  Studi  Agama  dan
Peradaban (PSAP) Muhammadiyah.
Shadily,  John  M.  Echols  dan  Hassan.  2005.  Kamus  Inggris-Indonesia.  Penerbit:  PT.
Gramedia Jakarta.
Syihab, M. Quraisy. 2010. Tafsir al-Misbah – Pesan,Kesan Dan Keserasian al-Qur’an.
Penerbit: Lentera Hati.
Internet
Http://Www.Answers.Com/Topic/Bint-Al-Shati- Gale Encyclopedia of the Mideast & N.
Africa Bint al-Shati: Egyptian Scholar And Writer.
Http://Saifulesaba.Wordpress.Com/KajianBintu Syathi’ & aliran sastra tematik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar