Jumat, 09 Mei 2014

SEJARAH KHAT ARAB



A.    Sejarah khat Arab
I.                   Asal Muasal Tulisan Arab
Masalah tulisan arab merupakan masalah yang cukup rumit dalam sejarah. Ini dikarenakan informasi atau riwayat yang didapat kurang kuat, dikarenkan mereka hanya menggunakan jalan prakiraan. Mereka juga mendapatkan informasi hanya bersumber dari syair para penyair atau dari informasi secara lisan dari antar generasi.
Ibnu Abi Daud as-Sajistani (w. 316 H) menyebutkan tiga riwayat mengenai awal masuknya tulisan arab :
1.      Para imigran (Mekkah) mempelajarinya dari penduduk wilayah Hirah. Dan penduduk Hirah mempelajari dari penduduk Anbar.
2.      Dikatakan seorang yang bernama Bisyr bin Abdul Malik al-Kindi mempelajari tulisan Arab dari wilayah Anbar. Kemudian, ia Mekkah hingga akhirnya dia menikah dengan Shahba’ binti Harb bin Umayyah. Lalu ia mengajarkan tulisan arab kepada ayah mertuanya, Harb bin Umayyah, dan kepada saudara istrinya. Tulisan ini juga dipelajari oleh Umar bin Khattab dan orang quraisy lainnaya.
3.      Dikatakan juga, bahwa maramir bin Murrah, ‘Amir bin Jadarah, dan Salamah bin Hazarah adalah orang-orang pertama yang meletakkan dasar tulisan Arab. Mereka dari sebuah kaum ath-Thayyi’.
Namun ada pendapat yang lain masalah muasal tulisan Arab yaitu Abu ‘Ubaidillah Muhammad bin ‘Abdus al-Jahsyari (w. 331). Ia mengemukan pendapat dengan data yang dikemukan oleh as-Sajistani. Ia mengutip sebuah riwayat dari Ka’ab bin al-Ahbar, bahwa Nabi Adam a.s. adalah orang pertama yang meletakkan dasar-dasar tulisan Suryani. Namun ia juga meriwayatkan, bahwa yang meletakkan dasar-dasar tulisan Arab pertama adalah Nabi Ismail bin Ibrahim.
Diiriwayatkan dalam riwayat lain bahwa orang yang pertama menulis dengan tulisan Arab adalah tiga orang dari Boulan yaitu, Maramir bin Murrah, Aslam bin Sudrah, dan ‘Amir bin Jadarah, namun ia tidak menyebutkan kalau mereka dari Anbar. Sehingga dalam ungkapan al-Jahsyari mempunyai tiga pendapat, namun pendapt itu masih secara global. Dan ia juga tidak merinci secara detail.
Setelah as-Sajistani dan al-Jahsyari, muncul Ibnu an-Nadim (w. 385 H). Ia tidak mengambil riwayat dari Ka’ab al-Ahbar. Karena menurutnya, informasi yang dikemukan Ka’ab al-Ahbar lebih tepat dikatakan sebagai sebuah dongeng. Pendapat yang ia kemukakan adalah pendapt yanh juga oleh al-Jahsyari. Menurutnya lewat tiga orang inilah tulisan Arab sampai ke Hirah. Dan juga ia mengemukakan riwayatnya yang menurutnya lebih tepat tentang muasal tulisan Arab. Dalam riwayatnya disebutkan bahwa Allah SWT mengajarkan tulisan kepada Nabi Ismail bin Ibrahim.
Namun ulama semasa hidup Ibnu an-Nadim mengutip pendapat dari riwayat Ka’ab bin al-Ahbar. Lalu, Ibnu Faris menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas, bahwasannya nabi Ismail adalah orang pertama yang menulis dengan tulisan Arab. Kemudian ia menyimpulkan, bahwa tulisan Arab itu bersifat Tauqifi. Dan az-Zarkasyi (w. 794 H) juga berpendapat serupa dengan Ibnu Faris, bahwa tulisan Arab itu bersifat tauqifi.
Setelah itu 50 tahun kemudian, kita jumpai Abu ‘Amr ad-Dai (w. 444 H) mengemukakan sebuah informasi yang diambil dari riwayat Ibnu ‘Abbas. Menurutnya, asal muasal tulisan Arab berasal dari Jaljalah bin Muhaimin, seorang juru tulis nabi Hud a.s. Kemudian, ada orang Yaman yang datang secara tiba-tiba dari daerah Kindah yang belajar dari ad-Dai. Namun pendapat ini masih samar dikarenakan informasi yang kurang jelas , dikarenakan ia menyebutkan bahwasannya ada perantara yang kurang jelas seperti orang yang datang secara tiiba-tiba dari Yaman.
Setelah itu, pada masa lalu tidak ada seorang yang melakukan pendekatan secara rasional selain Abdurrahman bin Khaldunn (w. 808 H). Ibnu Khaldun tidak menentukan siapa-siapa yang berperan dalam mentranformasikan tulisan Arab. Ia hanya memprediksikan saja, namun ia menyatakan bahwa tulisan Arab telah berkembang sebelum berdirinya negara Tababi’ah, yang dalam sejarah juga disebut dengan negara Humairi II (300-525 M).
Namun setelah Ibnu Khaldun pembahasan tentang masalah tulisan Arab masih belum selesai. Beralih pada ulama kontemporer diantaranya Hifni Nashif yang telah mengatakan dalam bukunya “Hayah al-Lughah al-“Arabiyah”, bahwasannya permulaan tulisan Arab yang ditetapkan para sejarawan adalah permulaan yang besifat relatif, bukan permulaan yang bersifat mutlak. Di dalam pendapatnya, ia mengambil jalan tengah dari para pendapat terdahulu. Kemudian ia menetapkam bahwa yang paling lama dalam mata rantai tulisan Arab adalah penduduk Mesir. Hifni juga menguatkan dengan mengumpulkan bukti-bukti dari tulisan Arab tempo dulu.
Dan sejarawan lain yang mengungkapkan dan membahas tentang tulisan Arab adalah Dr. Nashiruddin al-Asad. Ia menyimpulkan bahwa bangsa Arab pada masa jahiliyyah (selama tiga Abad) telah menulis dengan tulisan Arab, jadi pengetahuan Arab jahiliyyah tulisan Arab telah ada sejak lama.
Jadi, pengetahuan Arab tentang masalah tulisan Arab bukan suatu hal yang baru, karena ia telah menjadi bahasan yang cukup panjang pada ulama-ulama terdahulu. Telah dipaparkan beberapa pendapat tentang asal muasal tulisan Arab.
II.                Pemberian Tanda Nuqath (Tanda Harakat) Dan I’jam (Tanda Titik) Pada Tulisan Arab
Dalam bahasan ini, kita akan membahas tentang kaitan tulisan Arab pada masa Nabi Muhammad SAW dengan dua karakteristik yaitu nuqath dan i’jam. Telah dibahas sebelumnya bahwa tulisan mushaf-mushaf pertama hanya berupa bentuk-bentuk huruf saja. Abu Ahmad al-‘Askari mengatakan :
“selama empat puluh tahun lebih kaum Muslimin membaca mushaf Utsmani tanpa menggunakan tanda titik sampai pada masa Abdul Malik bin Marwan. Karena sering timbul kesalahan dalam membaca Al-Quran, maka al-Hajjaj menyuruh para juru tulisnya untuk memberi tanda titik pada huruf yang bentuknya sama dan juga memberi tanda harakat.”
Namun belum diketahui secara pasti siapa yang pertama kali memberi tanda titik dan harakat. Namun sebuah riwayat mengatakan bahwa orang yang pertama kali memprakasainya adalah Nashr bin ‘Ashim, tapi riwayat lain mengatakan bahwa yang pertama kali adalah Abu al-Aswad ad-Duwali. Pada masa pemerintahan  Ziyad bin Abid, Abu al-Aswad ad-Duwali diminta untuk dipublikasikan kepada publik, agar bisa dijadika pedoman. Dan setelah itu Abu al-Aswad meletakkan dasar-dasar tanda harakat. Ia meletakkan tanda harakat di atas huruf sebagai tanda dhammah, ditengah sebagai tanda fatha, dibawah sebagai tanda harakat.
Namun perlu kita ketahui pula bahwa pemberian tanda tidak sama dengan pemberian tanda harakat. Banyak yang mengatakan bahkan sering kita dengar bahwa tanda titik sudak dikenal sejak pada masa jahiliyyah. Diriwayatkan dari Hisyam al-Kalbi, ia berkata, “telah masuk islam Ibnu Jadrah. Ia adalah orang pertama yang meletakkan dasar-dasar pemberian tanda titik pada dan pemberiain tanda harakat pada kata.” Riwayat ini dinisbahkan kepada Ibnu ‘Abbas. Tanda titik ini ini sudah ada bersamaan dengan adanya huruf-huruf Arab, kemudian ia mengutip pendapat al-Qasyandi. Al-Qasyandi mengatakan, “Tidak mungkin huruf-huruf hijaiyah yang bentuknya sama tidak diberi tanda tihatik pada mushaf.”
Dari pernyataan di atas dapat kita ambil kesimpulan huruf hijaiyah, apabila jika tidak diberi tada titik akan menimbulkan kesalahan kepada para pembaca. Karena para sahabat pada zaman Nabi hanya bersadar pada metode hafalan dalam mentranformsikan Al-Quran, oleh karenanya mereka mengesampingkan pemberian tanda titik dalam ayat –ayat yang mereka tulis. Contoh huruf hijaiyah yang sama yaitu : “ba”, “ta”, dan “tsa”. Contoh lain “nun”, “dzal” dan lain sebagainya.
Dengan upaya yang dilakukan oleh para ahli bahasa Arab kontemporer maka tulisan semakin jelas dan lebih mudah untuk dibaca. Mereka memberi tanda itu dengan sistem yang telah dikenal sebelumnya. Pemberian tanda harakat dan tanda titik sudah dikenal sejak pada masa sahabat dan pemuka tabiin. Khusus bagi mereka yang bertugas menyalin mushaf, mereka menmbahkan tanda-tanda pada mushaf, dengan tujuan untuk menentukan maksud dan pemberian harakat bacaan dalam lingkup salinan mushaf yang telah disepakati.
Ibnu al-Jazari mengatakan :
“setelah selesai menyalin mushaf-mushaf Utsman, para sahabat mengosongkan dari tanda titik dan harakat. Mereka mengosongkan mushaf dari tanda-tanda itu, agar petunjuk satu tulisan dapat mencakup dua lafal yang diterima dan didengar dari Nabi. Hal ini sama dengan petunjuk satu lafal yang memiliki dua art dan pengertian”.
Dari ungkapan di atas dapat kita pahami bahwa para sahabat sengaja mengosongkan tanda-tanda titik ini pada , sebagian teks Al-Quran. Sebagaimana disebutkan ad-Dani dalam pernyataannya, “mereka (para sahabat) sengaja mengosongkan mushaf dari tanda titik dan tanda harakat, karena mereka menghendaki petunjuknya tetap bersifat fleksibel dalam bahasa, dan bersifat luwes dalam bacaan Al-Quran”.
B.     Bentuk bentuk khat Arab dan contoh contohnya
1.      Khat Naskhi
Seperti yang kita ketahui budaya orang arab yang sampai sekarang masih berlanjut, yaitu selalu melakukan perjalanan antar daerah, atau bahkan antar negara dengan tujuan berdagang. Begitu pula ketika permulaan dari mereka yang terpengaruh oleh masyarakat yang berpikiran maju dan memiliki moral yang tinggi, dari sini mereka belajar menulis  terhadap orang syam dan irak, juga sebagian diantara mereka belajar khat yang bernama Nabthi dan Suryani, dua bentuk khat/tulisan  ini tetap ada dan terkenal sampai setelah  penaklukan Islam di Arab. Setelah khat Nabthi, selang dikemudian hari munculah khat yang bernama Naskhi, yang masih kita kenal sampai sekarang. Artinya bentuk khat Naskhi ini adalah perubahan, atau perbaikan dari khat Nabthi dengan gaya bentuk tulisan yang semakin indah sehingga digunakan untuk urusan administrasi perkantoran dan surat menyurat.
Pada abad ke-3 dan ke-4 hijriyah, bentuk bentuk khat naskhi ini bertambah indah. Menurut para ahli sejarah orang yang pertama meletakan dasar dasar khat Naskhi dalam bentuknya yang sempurna dan perubahan yang semakin indah adalah Ibnu Muqlah (272-328) pada zaman bani Abbas. Usaha kodifikasi khat Naskhi menjadi sangat indah, bahkan mencapai puncaknya, yaitu pada zaman kekuasaan Atabek Ali (545 H), sehingga gaya penulisan tersebut terkenal dengan nama khat Naskhi Atabeki yang banyak digunakan untuk menyalin mushaf Alquran diabad pertengahan islam.[1]
Contoh penulisan khat naskhi;
                         
            Khat Naskhi terbagi menjadi dua jenis:
a.       Khat Naskhi Qadim
Khat ini adalah gaya tulisan yang telah berkembang dari zaman Bani Abbas, yang kemudian diperindah oleh Ibnu Muqlah, dilanjutkan lagi dengan terus memperindah oleh masyarakat Atabek, kemudian diolah menjadi karya seni yang lebih sempurna oleh orang-orang Turki, dan sampailah akhirnya kepada kita sekarang ini dengan bentuk yang penuh keindahan.
Para khattat sekarang memilih menulis gaya khat ini lebih memakai kaidah-kaidah dan asal muasal yang lama dengan mengikuti dasar-dasar yang telah diletakan para pendahulunya, meliputi dari ukurannya, ketinggiannya, tipis dan tebalnya, serta garis horizontal dan vertikalnya, bahkan sampai bentuk-bentuk lengkungannya.
b.      Khat Naskhi
Naskhi Suhufi atau jurnalistik ini merupakan gaya tulisan yang terus berkembang bentuk huruf-hurufnya. Dinamai suhufi ini karena penyebarannya yang luas di jurnal-jurnal. Berbeda dengan Naskhi Qadim yag lebih lentur dengan banyak putaran, sedangkan Naskhi Suhufi cenderung kaku dan pada beberapa bagian mendekati bentuk kufi karena mempunyai sudut-sudut yang tajam.[2]
Kemudian dari khat Suryani munculah khat Kufi, khat ini merupakan khat tertua dan merupakan sumber seluruh khat ataupun kaligafi Arab. Penamaan Kufi ini diambil dari nama sebuah kota yaitu Kufah yang kemudian tersebar luas keseluruh jazirah Arab. Khat Kufi sendiri pernah menjadi satu satunya khat yang digunakan untuk menyalin mushaf Alquran dan penulisan ayat ayat Alquran yang dipateri di dinding dinding masjid, istana, nisan nisan, dan kuburan. Setelah itu khat Kufi berkembang dengan bermacam macam jenisnya.

C.    Bentuk dan ciri-ciri penulisan Rasm Usmani
Rasm utsmani adalah tulisan kalimat kalimat Al qur an yang digunakan oleh para sahabat pada zaman khalifah Ustman dan sesuai dengan kaidah kaidah penulisan yang telah ditetapkan.
Terdapat sembilan kaidah-kaidah Rasm Ustmani;
Kaidah Pertama : al-Hadzf (pembuangan huruf)
Kasus Hadzf terjadi pada 5 huruf Hijaiyah, diantaranya yang paling banyak terjadi ialah pada 3 huruf yaitu alif, wawu, ya, dan 2 huruf lainnya yaitu huruf nun dan lam tetapi hal ini jarang. Hadzf tebagi menjadi 3 golongan;
a.       Hadzf Isyarah
Adalah Hadzf sebagai petunjuk suatu qiraat, seperti pembuangan alif pada lafadz
 واعد نا
b.      Ikhtishar
Hadzf yang tidak khusus pada satu kalimat saja, tetapi juga yang semisalnya, seperti pembuangan alif pada lafadz العالمين
c.       Iqtishar
Hadzf yang khusus pada satu kalimat, bukan yang lain semisalnya, seperti pembuangan alif pada lafadz الميعاد dalam surat Al anfal, dan lafadz الكافر dalam surat Ar-Ra’du.[3]
1.      Hadzf Alif
Hadzf alif pada lafadz Ar rahman (الرحمن) dimanapun berada dalam al-qur’an, begitu juga alif pada lafadz Allah (الله) & Allahumma (اللهم) yang terletak antara Lam (ل) & Ha ( ه), kasus pembuangan pada tiga lafadz ini disebabkan karena seringnya diulang ulang dalam Al qur an, dan sering diucapkan dengan lisan diluar Al qur’an.[4]
Alif pada ‘ain lafadz Al ‘Alamiina (العلمين) dan yang semisalnya, seperti jama’ Salim, baik Mudzakar maupun Muannas, seperti lafadz الصّدقين, الذّريت, أيت, مسلمت, بيّنت. dengan syarat setelah alifnya jama’ Mudzakar Salim tidak berupa huruf yang ditasydid, atau berupa Hamzah, seperti ولاالضّالّين dan إلاخائفين , berbeda dengan jama’ Muanas Salim, meskipun setelah alifnya berupa huruf bertasydid atau hamzah, tetap dibuang, seperti والصّفّت صفّا, والصّئمت.[5] Akan tetapi lafaz بنات  yang dibuang alifnya, menurut riwayat Abu Dawud hanya terdapat pada tiga tempat, yaitu dalam surat An nahl:57نه  ويجعلون لله البنت سبحا, dalam surat Al An’am:100 وبنت بغيرعلم سبحانه , dalam surat At Tur:39 أم له البنت .[6]
Hadzf juga diberlakukan pada dua alif yang terdapat pada jama’ muanas salim yang selain musyaddad[7] dan mahmuz[8], seperti, الصدقت, والصلحت, والصبرت, والقنتت, tetapi terdapat sebagian mushaf yang tidak membuang alif pertamanya.[9]
Kasus hadzf alif pada jama’ salim diatas adalah menurut pendapat yang telah disepakati, terdapat pula pendapat dengan tidak membuang alif pada lafadz-lafadz jama’ salim yang lain sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abi Daud dalam kitabnya At-Tanzil, bahwa tidak membuang alif pertama pada lafadz يابست yang terdapat di dua tempat dalam surah yusuf ayat 43 dan ayat 46, pada lafadz رسالت dalam surah al-Maidah ayat 67, lafadz راسيت dalam surah saba’ ayat 13, lafadz باسقت dalam surah Qaf ayat 10.[10]
Pembuangan alifnya lafazd القرآن hanya terjadi dalam dua tempat yaitu dalam surah yusuf ayat 2  إناأنزلناه قرءناعربياdan dalam surah az-Zuhruf ayat 3 إناجعلنه قرءناعربيا, az-Zarkasyi mempunyai alasan bahwa makna yang dimaksud dari kedua lafadz قرءن tersebut adalah pemahaman menurut akal, karena terdapat qarinah ayat sesudahnya yaitu لعلكم تعقلون. Sedangkan setiap lafadz الكتاب alifnya dibuang kecuali dalam 4 tempat yaitu dalam surah ar-Ra’d ayat 38 لكل أجل كتاب , dalam surah  Al hijr ayat 4, إلا ولهاكتاب معلوم, dalam surat Al kahfi ayat 27,واتل ماأوحى إليك من كتاب, dalam surat An naml ayat 1, تلك ءايت القرءان وكتاب مبين.[11]
Pembuangan juga diberlakukan pada alifnya ya’ nida’ seperti يقوم, يعباد , menurut Az-Zarkasyi kasus ini ilatnya karena alif tersebut merupakan tambahan yang digunakan untuk menyambung antara dua martabat dan hal itu merupakan perkara yang tidak bisa terlihat oleh panca indera.[12]
Lafadz أيها yaitu alifnya ha’ tanbih yang terdapat dalam nida’ masih menurut Az-Zarkasyi dibuang tetapi hanya pada tiga tempat dan tidak membuangnya pada tempat yang lain. Tempat-tempat tersebut yaitu dalam surah An-nur أيه المؤمنون  , dalam surah Az-zuhrufيأيه الساحر  , dalam surah Ar-rahman أيه الثقلان.[13]
Pembungan alif pada nama nama ‘Ajam yang terdapat dalam Al qur an seperti لقمن إسحق إبرهم إسمعيل هرون سليمن عمرن.
Kriteria asma’ ‘ajam yang dibuang alifnya terdapat empat (4) syarat;
a.       Nama ‘ajam tersebut adalah  isim ‘alam selain lafadz نمارق
b.      Nama ‘ajam tersebut terdiri lebih dari tiga huruf, kecuali lafadz عاد
c.       Alifnya terletak ditengah, bukan diakhir kata seperti موسى, عسى
d.      Nama tersebut sering digunakan oleh orang arab, adapun nama yang jarang digunakan , maka alifnya tidak dibuang, seperti, طالوت جالوت يأجوج مأجوج , dan yang serupa dengannya.[14]
Perlu diketahui bahwa, nama nama ‘ajam menurut syeikh Al-maraghini terbagi menjadi dua kelompok;
a.       Asma ‘ajam yang sering digunakan, yang terdiri dari 9 nama, yaitu; إبرهم إسمعل إسحق عمرن هرن لقمن سليمن داوود إسرائيل  , semua nama nama tersebut, menurt pendapat yang disepakati alifnya di hadzf, kecualiداوود , karena pendapat yang telah disepakati adalah menetapkan alifnya, sedangkan lafadz إسرائيل masih diperselisihkan.
b.      Asma ‘ajam yang jarang digunakan, terdiri dari 9 nama, ميكائيل هاروت ماروت قارون هامان طالوت جالوت يأجوج مأجوج, adapun yang telah disepakati alifnya tidak dibuang ada 4, yaitu طالوت جالوت يأجوج مأجوج, sedangkan lafadz ميكائيل هاروت ماروت قارون alif dibuang, sedangkan untuk lafadz هامان, alif yang pertama masih terjadi khilaf, dan tidak ada khilaf untuk pembuangan alif yang kedua.[15]

2.      Hadzf ya’
Perlu diketahui sebelumnya bahwa dalam pembahasan ini mengecualikan ya’ yang dibuang karena sebab ada ‘amil jazm, seperti yang terdapat dalam ayat ( من يهد الله , إنه من يتق الله ويصبر, إنه من يأت ربه مجرما ).
Ya’ yang dihapus dari rasmnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu;
a.       Mufradah
Ya’ dalam kategori ini ada dua macam, pertama ya’ zaidah yaitu ya’ mutakallim, seperti وعيدي, نكيري, يهدني, يؤتني. Dalam al-qur’an banyak sekali yang termasuk dalam contoh hazdf ya’ zaidah ini, diantaranya yaitu إن كنتم مؤمنين , وإياي فارهبون , وإياي فاتقون , إني أمنت بربكم فاسمعون خافون و. Selanjutnya terdapat suatu qaidah bahwa setiap isim munada yang diidhafahkan dengan ya’ mutakallim, maka ya’ nya harus dibuang, baik disebutkan huruf nida’nya seperti ياعباد فاتقون , ويا قوم استغفروا  , ataupun huruf nida’ tersebut terbuang seperti رب اغفر وارحم , رب انصرني. Terdapat pengecualian pada tiga tempat dimana ya’ mutakalimnya tidak dibuang yaitu dalam surat Ankabut ياعبادي الذين أمنوا إن أرضي  , dalam surat Az-Zumar قل ياعباي الذين أسرفوا , dalam surat Az-Zukhruf ياعبادي لاخوف عليكم اليوم. [16]
Sedangkan ya’ yang kedua adalah ashliyah yaitu ya’ yang kedudukannya sebagai lam fi’il seperti الجواري, الداعي, الهادي, يأتي, نبغي, يسري[17]. Ya’ ashliyah yag dibuang terdapat didalam 20 kata dan terletak di 29 tempat di dalam al-qur’an. Tujuh kata dianstaranya adalah berupa fi’il, yaitu;  يؤتdalam An-Nisa’ ayat 14وسوف يؤت الله , يأت dalam surat Hud ayat 105  يوم يأت لا تكلم نفس إلا بإذنه , يسر dalam surat Al-Fajr ayat 4 yang berbunyi واليل إذايسر , تغن dalam surat Al-Qamar ayat 5 yaitu فما تغن النذر , يناد dalam surat Qaf ayat 41 واستمع يوم يناد المناد , ننج yang kedua dalam surat Yunus ayat 103حقا علينا ننج المؤمنين  , نبغ dalam surat Al-kahfi ayat 66 قال ذلك ماكنا نبغ.
Sedangkan lainnya berupa isim , yaitu;  المهتدdalam surat Al-Kahfi dan Al-Isra’من يهد الله فهو المهتد , صال dalam surat As-Shaffat ayat 163 صال الجحيم , المتعال dalam surat Ar-Ra’du ayat 9  الكبير المتعال , الداع dalam 3 tempat yaitu surat Al-Baqarah ayat 186 أجيب دعوة الداع , dalam surat Al-Qamar ayat 6 dan 8  يوم يدع الداع dan مهطعين إلى الداع , الباد dalam surat Al-Haj ayat 25سواء العكف فيه والباد , الواد terdapat di empat tempat yaitu dalam surat Thoha ayat 12 إنك بالواد المقدس طوى , surat Al-Qashas ayat 30 من شاطئ الواد لأيمن , surat An-Nazi’at ayat 16إذناديه ربه بالواد المقدس طوى , surat Al-Fajr ayat 9 الذين جابوا الصخر بالواد , واد dalam surat An-Nahl ayat 18 علي واد النمل , الجواب dalam surat Saba’ ayat 13 كالجواب وقدورراسيت , التلاق dalam surat Ghafir ayat 15لينذر يوم التلق , التناد dalam surat Ghafir ayat 30 إني أخاف عليكم يوم التناد , المنادي dalam surat Qaf ayat 41 واستمع يوم يناد المناد , الجوار terdapat di 3 tempat yaitu dalam surat As-Syura ayat 32 ومن أيته الجوار في البحر كاالأعلم , surat Ar-Rahman ayat 24 وله الجوارالمنشأت , surat At-Takwir ayat 16 الجوارالكنس , هاد terdapat di dua tempat yaitu dalam surat Al-Haj ayat 54 وإن الله لهاد الذين أمنوا , surat Ar-Rum ayat 53 وماأنت بهد العمي .[18]
b.      Ghairu mufradah
Yaitu dua ya’ yang berkumpul dalam satu kata,  kelompok ini dibedakan menjadi dua, yaitu;
Pertama, dua ya’ yang berada ditengah-tengah kata, seperti الحواريين , الأميين , النبيين , ربانيين , ya’ salah satu dari empat kata-kata tersebut pasti dibuang dimanapun berada dalam al-qur’an. Abu Amr mengatakan bahwa pembuangan adalah pada ya’ yang pertama sedangkan Abu Dawud adalah ya’ yang kedua, meskipun beliau juga membolehkan membuang ya’ pertamanya.[19]
Kedua, dua ya’ yang berada di akhir kata, ya’ kategori ini dibagi menjadi dua, yaitu ya’ yang kedua sukun seperti يحيي ويميت , أنت ولي في الدنيا ولآخرة , dalam kasus ini pendapat yang rajih mengatakan bahwa yang dibuang adalah ya’ yang kedua. Kemudian ya’ yang kedua berharakat yang terdapat dalam empat kata yaituإن وليي الله الذي نزل الكتب , ويحي من حي عن بينة , أليس بقادر علي أن يحيي الموتى , لنحيي به بلدة ميتا  , hukum yang rajih adalah membuang ya’ yang pertama.[20]
3.      Hadzf wawu
            Wawu yang dibuang dalam bab ini adalah wawu yang dibuang bukan karena ada I’rab jazm, seperti dalam ayat ومن يدع مع الله إلها أخر, وإن تدع مثقلة الى حملها, ومن يعش عن ذكرالرحمن. Pembuangan wawu dari rasmiyah dikelompokkan menjadi dua, yaitu;
1.      Mufradah
Menurut yang disepakati wawu yang dibuang rasmnya terdapat pada lima tempat, yaitu;
a.       Lafadz  ويدع, dalam surat Al Isra ayat 11(ويدع الإنسان باالشر )
b.  Lafadz يدع, dalam surat Al Qamar ayat 6 ( يوم يدع الداع )
c.  Lafadz سندع , dalam surat Al ‘Alaq ayat 17 (  سندع الزبانيه)
d.  Lafadz يمح , dalam surat As Syura ayat 24 ( يمح الله الباطل )
e.  Lafadz صالح , dalam surat At Tahrim ayat 4 ( وصالح المؤمنين ).[21]
2.      Ghairu mufradah
Ghairu mufradah artinya bahwa terdapat dua wawu yang berkumpul dalam satu kata. Salah satu wawu tersebut ada yang menunjukkan arti jama’ dan ada yang memang asli dari susunan kata.
Contoh wawu yang berupa wawu jama’ seperti lafadz يستوون  , dalam ayat أفمن كان مؤمنا كمن  كان فاسقا لا يستوون, lafadz الغاوون , dalam ayat فكبكبو فيهاهم والغاوون  dan ayat والشعراء يتبعهم الغاوون , dan lafadz ولاتلوون , dalam ayat ولاتلوون على أحد dan ayat  وان تلووا أو تعرضوا. Sedangkan wawu yang berupa asli dari susunan kata seperti lafadz ووري , dalam ayat ليبدي لهما ما ووري عنهما , dan lafadz الموءودة  , dalam ayat واذا الموءودة سئلت dan lafadz داوود , dimanapun berada dalam al-qur’an.[22]
Menurut Az-Zarkasyi yang dibuang adalah wawu yang bukan asli susunan kata tersebut, baik kata tersebut berupa fi’il seperti dalam ayat ليسؤا وجوهكم , atau sifat sepertiالموءدة, ليسؤس, الغاون , atau isim seperti داود.[23] Sedangkan menurut pengarang Dalil al-hairan yang paling bagus adalah membuang alif ke-dua, kecuali lafadz يسؤوا dalam ayatليسوؤوا وجوهكم  , karena pendapat yang rajih mengatakan yang dibuang adalah alif yang pertama.[24]
4.      Hadzf Lam
            Hadzf lam terjadi hanya dalam lima bentuk kata, yaitu اليل  seperti واختلاف اليل والنهار , اللائ seperti إلا اللائ ولدنهم , التي seperti  والتي أحصنت فرجها ,  اللاتي seperti  واللاتي يأتين الفاحشة ,  الذي seperti اعبدوا ربكم الذي خلقكم . Menurut Ad-Dani yang dibuang adalah lam yang kedua, sedangkan menurut Abu Daud adalah lam yang pertama.
5.      Hadzf Nun
Bagian pembuangan nun ini ditemukan ketika nun sebagai lam fi’il, menurut Az-Zarkasyi pembuangan ini mempunyai beberapa isyarat antara lain menyimpan makna kecil dan rendahnya derajat sesuatu, seperti dalam ayat ألم يك نطفة  , mengisyaratkan akan kecil dan hinanya awal penciptaan manusia, dan seperti ayat وإن تك حسنة يضعفها , isyaratnya adalah meskipun kecil ukuran dan rendah kelihatannya tetapi hal itu bisa sangat mungkin dilipatgandakan, seperti halnya isyarat yang terkandung dalam ayat إن تك مثقال حبة من خردل .[25]
Kaidah Kedua : al-Ziadah (penambahan huruf)
Ziyadah Alif
            Kalimat kalimat yang mendapatan penambahan alif,  yaitu; مائة seperti dalam ayat قال بل لبثت مائة عام, dan lafadzمائتين  yang terdapat dalam surat Al anfal ayat 65, يغلبوامائتين, dan lafadz لأاذبحنه dalam surat An naml, عذاباشديدا أولأاذبحنه , dan lafadz لكنا dalam ayat لكناهو الله ربى , dan lafadz الشايء dalam ayat ولاتقولن لشايء إنى فاعل, dan lafadz ابن  dalam ayat عيسى ابن مريم, dan lafadz أنا  dalam ayat قال أناأحيى وأميت. dll.
Ziyadah Ya
            Penambahan ya terdapat dalam kata من تلقاءى dalam ayat أن أبدله من تلقاءى نفسى, dan lafadz ايتاءى  dalam ayat وإيتاءى الزكاة يخافون, dan lafadz نبإى  dalam surat Al An’am ولقدجاءك من نبإى المرسلين, dan lafadz ملأ yang di jarkan dan dimudhafkan seperti  إلى فرعون وملائه, dan  lafadz بأييدى  seperti والسماء بنيناها بأييد , dll.
Perlu diketahui bahwa contoh contoh diatas dapat dikelompokan menjadi tiga (3),
1.      Hamzah kasrah yang sebelumnya bukan alif, seperti lafadz نبإى  dalam surat Al An’am ولقدجاءك من نبإى المرسلين
2.      Hamzah yang berharakat selain kasrah dan didahului alif, seperti kata من تلقاءى dalam ayat أن أبدله من تلقاءى نفسى
3.      Hamzah yang berharakat selain kasrah, بأييكم  seperti بأييكم المفتون, dan lafadz بأييدى seperti والسماء بنيناها بأييد.[26]
Ziyadah Wawu
            Terdapat empat kata yang disepakati mendapat wawu tambahan dan dua kata yang masih diperselisihkan. Empat kata tersebut adalah; أولى seperti ياأولى الألباب لعلكم تتقون , أولوا seperti وأولوا الأرحام , أولات seperti وأولات الأحمال , أولاء seperti أولئك على هدى
            Adapun kalimat yang masih diperselisihkam wawu tambahannya ada dua, yaitu; سأوريكم  seperti سأوريكم دارالفاسقين , لأصلبنكم  seperti ولأصلبنكم فى جذوع النخل.[27]
I.                Hamzah
Hamzah menurut bahasa artinya penekanan dan pendorongan, karena ketika mengucapkan hamzah membutuhkan penekanan dan pendorongan suara karena beratnya mengeluarkan makhraj hamzah yaitu dari pangkal tenggorokan. Perlu diketahui bahwa orang Arab tidak menulis hamzah dengan bentuk rasm, tetapi mereka hanya meminjam bentuk huruf sebagai tanda hamzah tersebut, karena mereka keberatan mengucapkan hamzah maka meringankannya dengan tidak menulis dengan rasm.[28]
Hamzah terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu;[29]
1.      Hamzah diawal suatu kata, hamzah tersebut merupakan hamzah yang pasti menyandang harakat. Hamzah ini ditulis dengan bentuk alif baik hamzah tersebut berharakat fathah, dhomah, kasrah seperti أنعمت , أولئك , إياك , ataupun didahului oleh huruf zaidah seperti سأصرف , سألقي , فإن  . Perlu diketahui juga bahwa hamzah washal hukumnya mengikuti hamzah yang diawal suatu kata yaitu rasmnya ditulis dengan alif seperti الحمدلله , اهدناالصراط , اعبدواربكم .
2.      Hamzah ditengah suatu kata, terdapat dua macam, yaitu; Pertama, hamzah yang bersukun dan kedua hamzah yang berharakat, hamzah berharakat yang ditengah kata ini terbagi juga menjadi dua, yaitu; didahului oleh huruf bersukun dan didahului oleh huruf berharakat. 

3.      Hamzah diakhir suatu kata, sebagaimana hamzah ditengah kata, hamzah ini juga terdiri dari hamzah yang bersukun dan berharakat, hamzah berharakat di akhir kata ada kalanya didahului oleh huruf yang bersukun ataupun huruf yang berharakat.
Dikecualikan dari hukum hamzah diawal kata dan dihukumi hamzah ditengah yaitu yang terjadi dalam 14 kalimat, 11 diantaranya ditulis dengan ya’ yaitu; أئمة , لئن , لئلا , ائفكا , ائنّ , أئنكم , يومئذ , حينئذ , ائذا , أئنا , أئنْ dan 3 ditulis dengan wawu, yaitu; هؤلاء , يبنؤم , أؤنبئكم . Hamzah-hamzah diatas 4 diantaranya yang asli berdiri sendiri artinya jika dipisah antara keduanya masih masing mempunyai arti yang cukup yaitu; يومئذ , حينئذ , هؤلاء , يبنؤم , dan 10 yang  lainnya tidak berdiri sendiri.[30]
Hamzah yang jatuh setelah huruf berharakat sukun selain alif  dan huruf tersebut yang berada ditengah kata, maka hamzah tersebut tidak memiliki rasm, seperti شئ , ملء , kecuali 6 kalimat, karena kalimat-kalimat tersebut diantaranya ditulis dengan alif dan sebagian yang lain ditulis dengan ya’,sesuai dengan harakat yang sejenisnya. Kalimat-kalimat tersebut yaitu; لتنوأ , السوأى , تبوأ , النشأة , يسئلون , موئلا .[31]
Telah dijelaskan bahwa hamzah yang jatuh setelah huruf berharakat sukun tidak ada rasmnya, hukum ini dikecualikan ketika hamzah ditengah kata dan jatuh setelah alif maka hukumnya ditulis sesuai harakatnya, artinya bila hamzah tersebut berharakat fathah maka ditulis dengan alif seperti; جاءكم , نداء, bila kasrah dengan ya’ seperti; الملائكة , اولئك , dan apabila dhomah maka ditulis dengan wawu, contoh; دعاؤكم , نساؤكم . Perlu diketahui bahwa contoh hamzah yang berharakat fathah tidak ditulis dengan alif secara hakikatnya karena dikhawatirkan akan berkumpul dua rasm yang sama, dan hal itu tidak diperkenankan.[32]
Hamzah ditengah dan diakhir kata yang berharakat sukun jatuh setelah huruf berharakat serta Hamzah diakhir kata yang berharakat dan jatuh setelah huruf berharakat maka hukumnya adalah ditulis sesuai dengan harakat huruf sebelumya, artinya bila huruf sebelum hamzah fathah maka hamzah ditulis dengan alif seperti; أنشأتم , بدأ, bila kasrah ditulis dengan ya’ seperti; جئتم , يشأ  dan bila dhomah ditulis dengan wawu seperti; اللؤلؤ.[33] Tetapi kaidah ini dikecualikan terhadap 4 kalimat, karena hukum huruf yang memantasi hamzah tersebut dihapus, 2 diantaranya telah disepakati yaitu; الرءيا , وادرءتم , dan dua yang lainya masih khilaf yaitu; امتلأت , اطمأننتم .[34]
II.             Ibdal (ganti)
Ibdal rasm ada dua yaitu;
1.      Alif yang diganti tulisan rasmnya dengan ya’
Terbagi menjadi 4 bagian;
a.       Alif yang diganti dengan ya’ Seperti lafadz هديهم , هويه , عمي , يحسرتي ,  , rasm alif yang diganti dengan ya’ ini adalah berlaku bagi alif yang jatuh sebagai lam fi’il, tidak berlaku bagi alif yang sebagi ‘ain fiil seperti باع , جاء  .
b.      Alif yang diserupakan dengan alif yang diganti ya’ yaitu alif ta’nist, seperti lafadz يتيمي , إحدي , أنثي , الأيمي , hukum ini dikecualikan terhadap 7 kalimat yaitu; الأقصا , أقصا , تولاه , عصاني , بسيمىهم , طغا الماء , مرضات .[35]
c.       Alif yang majhulah artinya tidak diketahui aslinya yaitu ya’ atau wawu. Terdapat 7 kalimat yaitu; علي , حتى , الي , أني , متي , لدي , بلي  .[36]
d.      Alif yang aslinya dari wawu terdapat 7 kalimat yaitu;سجي , زكي , القوي ,  تليها  , الضحي , دحيها , ضحيها ,, tetapi oleh syaikh al-Maraghini ditambah satu lagi yaitu lafadz العلى , karena lafadz ini aslinya isim tsulasti yang diambil dari kata العلو .[37]
2.      Alif yang diganti tulisan rasmnya dengan wawu.
Terjadi pada 8 lafadz yaitu; ومنوة , النجوة , بالغدوة , كمشكوة , الربوا , الحيوة , الصلوة , الزكوة . terdapat satu lagi tetapi masih diperselisihkan yaitu lafadz ربي , dalam surat ar-Rum. Apabila lafadz-lafadz   الحيوة , الصلوة , الزكوةdi idhofahkan dengan dhomir maka ditulis dengan alif, contoh; حياتكم , بصلاتك , namun untuk lafadz الزكوة yang dimudhofkan tidak ditemukan dalam al-qur’an.
III.             Fashal dan Washal
Beberapa lafadz yang menerima fashal dan washal.
1.      أن لا
Missal dalam ayat,  أن لا يقولوا علي الله إلا الحق ,  أن لا  أقول علي الله إلا الحق , أن لا ملجأ من الله , ألا تعبدوا إلاالله إنني لكم
2.      من ما
Seperti ayat , فمِن ما ملكت أيمنكم من المو منت , هل كم مٌن ما ملكلت أينكم , فمِن ما ملكت أيمنكم من المو منت , ومما رزقنهم ينفقون ,
3.      عن ما
Seperti dalam ayat ,  عن مٌن يشاء, عن مٌن تولى , فلما عتوا عن مٌا نهوا عنه , عما سلف , عما تعملون  
4.      إن لم
Contoh,  ذلك ان لٌم يكن ربك  , أيحسب أن لم يره أحد , فإن لم تفعلوا , فإلم يكونا رجلين , فإلم يستجيبوا
5.      أن ما dan إن ما
Seperti dalam ayat, واعلموا أنما غنمتم , إنما عندالله هو خيرلكم , وأن ما تدعون من دونه البطل , إنما الله إله واحد
6.      كل ما
Seperti dalam ayat, وأتيكم من كل ما سألتموه  , كلّ ما ردوا إلى الفتنة ,كلما ألقي فيها فوج
7.      مال  
Misal dalam ayat, فمال هؤلاء , فمال الذين كفروا , مال هذ الكتب
8.      أين ما
Sesuai alam ayat , كل ما فأينما تولوا فثم الله , أينما يوجهه لا يات بخير , أين ما كنتم تعبدون من دون الله
9.      في ما
Seperti dalam ayat,  في ما فعلن , فيما فعلن في أنفسهن بالمعرف , ولكن ليبلوكم في ماءاتيكم ,
10.  بئسما
Seperti tertera dalam ayat , بئسما اشتروا به أنفسهم , فلبئس ما شروابه                              
11.  لكي لا
Contoh dalam ayat, لكي لا يكون على المؤمنين خرج , لكيلا يعلم من بعد علم شيئا , dsb.
IV.          Kalimat yang mempunyai dua macam bacaan.
V.             Kalimat yang dibaca dengan bacaan yang syadz.
VI.          Beberapa qiraah yang berbeda dan masyhur
VII.       Huruf potongan (fawatih al-suwar)
           Rasm ustmani menjadikan kaidah ini setelah diketahui bacaan lafadz qur’an tersebut mutawatir, karena pada awalnya mushaf dahulu disunyikan dari titik dan syakl, tanpa membuang alif di beberapa kalimat dan tanpa hamzah.
Contoh الصراط tetap ditulis dengan shad (ص), meskipun qiraatnya Makki dari riwayat Qunbul dengan sin (س), dan qiraatnya ( bacaan) Khalaf dengan isymam, dan imam yag lain murni dengan  ص dan yang semisal dengan contoh tadi adalah pada lafadz بصطة  dan بمصيطر semuanya tetap ditulis dengan shad ( ص ).[38] Qira’at (ملك يوم الدين - ووعدنا)  pada kedua lafadz ini sebagian imam membaca dengan menetapkan alif dan yang lainnya membuang, dan Rasm usmani menulisnya dengan tanpa alif.[39]





[1] . Sirajudin AR. Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam. Jakarta. Darul Ulim press. Cet. I hal. 3
[2] . Sirajudin AR. Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam. Jakarta. Darul Ulim press. Cet. I hal. 4
[3] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Azhar, Jillid I, cet.II, hal.14
[4] . Ibrahim Almaraghini, دليل الحيران, Darul Hadis, Cairo, hal.67
[5] . Ibid. Hal, 69, lihat Az-Zarkasyi, al-Burhan, hal.269-270
[6] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.75
[7] . Musyaddad adalah: jama’ Muanas Salim yang setelah Alifnya berupa huruf bertasydid
[8] . Mahmuz adalah: Jama’ Muanas Salim yang setelah alifnya bukan huruf Hamzah
[9] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.73
[10] . Ibrahim Al, hal.74, lih. Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, JJilid I, hal.17
[11] . Az-Zarkasyi, al-Burhan, , Cairo, Darul Hadis, hal.266, lih. Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Azhar, Jilid I, cet.II, hal.23
[12] . Az-Zarkasyi, al-Burhan, Cairo,Darul Hadis, hal.270
[13] . Az-Zarkasyi, al-Burhan, Cairo,Darul Hadis, hal.270
[14] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal. 95-97.  lih. Az-Zarkasyi, al-Burhan, Cairo,Darul Hadis, hal. 267. Lih, Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid I, cet.II, hal. 26
[15]. Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal. 99
[16] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid II, cet.II, hal.217-219
[17] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.204
[18] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.204-208. lih. Lih, Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid II, cet.II, hal. 3-4
[19] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.221
[20] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.223
[21] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.225. lih. Lih, Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid I, cet.II, hal.12
[22] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid I,  cet.II, hal.13
[23] . Az-Zarkasyi, hal.270
[24] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.227-228
[25] . Az-Zarkasyi, hal.276-277
[26] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.277-282
[27] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.283-284
[28] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.231
[29] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.16
[30] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.17
[31] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.239-240
[32] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.241
[33] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.21-22
[34] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.22
[35] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.288-289
[36] . Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.301
[37] Ibrahim Almarahini, دليل الحيران, Cairo, Darul Hadis, hal.306
[38] . Muhammad Tahir bin Abdul Qadir Al kirdi Al Makki, تاريخ القرأن وغرائب رسمه وحكمه, cet : kedua, hal: 94
[39] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, لطائف البيان, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.80

Tidak ada komentar:

Posting Komentar